BEKASI, KOMPAS – Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat memberhentikan 300 tenaga kontrak bermasalah sepanjang 2018. Sebagian besar dari mereka tidak dipekerjakan lagi karena terkena pelanggaran disiplin.
Kepala Bidang Penilaian Kinerja Aparatur Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kota Bekasi Meri Soniati menjelaskan, 300 tenaga kontrak kerja (TKK) diberhentikan karena sebagian mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.
“Porsi pemberhentian paling banyak karena perilaku indisipliner, yaitu melebihi batas kumulatif ketidakhadiran tanpa pemberitahuan. Pelanggaran itu membuat kami memberhentikan mereka secara sepihak,” kata Meri di Bekasi, Jumat (15/2/2019).
Pasal 7 ayat (6) Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 42 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembinaan Tenaga Kontrak Kerja di Lingkungan Pemerintah Kota Bekasi dijelaskan bahwa pemberhentian sepihak dilakukan apabila TKK mencemarkan nama baik satuan kerja atau pemerintah daerah.
Mereka bisa diberhentikan sepihak karena tidak mengikuti apel pagi tanpa memberikan pemberitahuan sebanyak 16 kali kumulatif. Selain itu, pemberhentian sepihak juga dilakukan terhadap TKK yang jumlah ketidakhadiran tanpa pemberitahuannya sudah mencapai 12 kali.
Menurut Meri, perilaku indisipliner TKK dinilai baik dari tingkat kehadiran maupun kualitas kerja. Keduanya dipantau secara terintegrasi antara OPD dan BKPPD melalui instrumen mesin finger print dan aplikasi Si Kerja.
Setiap TKK dibayar sesuai standar upah minimum Kota Bekasi, yaitu Rp 3,9 juta per bulan. Sementara itu, total jumlah TKK di seluruh OPD adaalah 10.126 orang, ditambah guru tenaga kontrak (GTK) sebanyak 2.932 orang.
Keberadaan belasan ribu TKK itu pernah menjadi problem anggaran bagi Pemerintah Kota Bekasi. Pada 2018, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berpotensi defisit sebesar Rp 300 miliar (Kompas, 13/9/2018).
Adapun program yang dinilai menjadi beban terbesar adalah pembiayaan Kartu Sehat Berbasis Nomor Induk Kependudukan dan pembayaran gaji TKK. Pada tahun itu pula, pemerintah kota merekrut 4.000 TKK. Jumlah tenaga yang direkrut itu lebih dari separuh total jumlah TKK yang sudah ada, yaitu 7.000 orang.
Meri mengatakan, penambahan TKK saat itu didasarkan pada kebutuhan setiap OPD untuk meningkatkan pelayanan publik. Pemetaaan kebutuhan, perekrutan, penetapan standar, dan penilaian dilakukan secara mandiri oleh setiap OPD. Adapun tugas BKPPD adalah memverifikasi kebutuhan TKK dan mengesahkan penerimaan mereka.
Evaluasi
Ketua Komisi I DPRD Kota Bekasi Chairomaan Juwono Putro mengatakan, pemutusan kontrak dengan 300 TKK menunjukkan perlunya evaluasi dalam sistem perekrutan. Selama ini, perekrutan dilakukan secara tertutup di setiap SKPD. Masyarakat tidak bisa mengawasi secara langsung penyeleksian pegawai yang dibiayai dengan APBD.
Menurut dia, sistem perekrutan tertutup membuka potensi pungutan liar. Selain itu, profesionalitas tenaga yang direkrut pun menjadi taruhan. “Semestinya perekrutan TKK dilakukan secara terbuka,” ujar Chairoman. Penggunaan sistem teknologi informasi pun bisa dioptimalkan.
Ia menambahkan, pemetaan kebutuhan dan penyediaan sarana dan prasarana kerja bagi TKK juga perlu direncanakan secara matang. Saat ini, porsi keduanya belum imbang. “Contohnya, di Dinas Pemadam Kebakaran itu banyak TKK yang tidak mendapatkan meja pribadi,” kata dia.
Karena itu, tambah Chairoman, TKK yang saat ini sudah ada perlu difasilitasi sarana dan prasarana kerja yang memadai. Begitu juga pembinaan untuk meningkatkan kompetensi mereka. Tanpa dukungan itu, besar kemungkinan kinerja mereka menjadi tidak optimal. Perekrutan TKK secara besar-besaran pun akhirnya tidak mewujudkan harapan meningkatkan pelayanan publik, justru menjadi beban APBD.