Negosiator AS Belum Yakin dengan Janji-janji China
Oleh
Benny D Koestanto
·3 menit baca
BEIJING, JUMAT — Negosiasi perdagangan Amerika Serikat dan China dilaporkan belum meraih momentum kemajuan hingga menjelang pelaksanaan hari kedua negosiasi di Beijing, Jumat (15/2/2019). Tim negosiator Washington belum teryakinkan meski Beijing telah berjanji untuk mengakhiri subsidi yang mendistorsi pasar untuk industri domestiknya.
Sejumlah sumber mengungkapkan, pihak AS tidak yakin sebab China tidak memberikan rincian tentang bagaimana Beijing akan mencapai tujuan itu. China berjanji untuk membawa semua program subsidi sesuai dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun, Washington sekali lagi tidak yakin China akan terbuka sekaligus mau mengakhiri aneka program subsidinya.
Belum adanya berita positif dari negosiasi AS-China itu pun menjadi sentimen negatif bagi pasar saham Wall Street. Sentimen itu ditambah dengan data ekonomi kinerja-kinerja perseroan yang mengecewakan, serta ancang-ancang Presiden AS Donald Trump, yang menyatakan kondisi darurat atas kemungkinan kembali berhentinya operasionalisasi pemerintah federal AS.
Indeks Dow Jones turun 0,41 persen, Indeks S&P 500 melemah 0,27 persen di saat Indeks NASDAQ stagnan dengan kenaikan tipis 0,09 persen. Penjualan ritel AS turun mencapai level terburuknya dalam waktu sembilan tahun dan saham-saham bank termasuk yang terpukul harganya. Klaim awal jumlah penganggur pun dilaporkan lebih tinggi dari perkiraan. Hal-hal tersebut tampaknya akan menjadi faktor penekan pasar saham di Asia menutup pekan ini.
Reformasi struktural
Titik ketegangan AS-China dalam negosiasi perdagangannya menggambarkan tantangan inti di antara dua ekonomi terbesar di dunia ini mengakhiri perang dagang tujuh bulan mereka.
Washington ingin memastikan janji China akan diterjemahkan ke dalam aneka tindakan nyata. Selain perihal subsidi negara, negosiator AS sedang mencari langkah-langkah untuk mengakhiri pemindahan paksa teknologi AS ke perusahaan-perusahaan China dan pencurian teknologi siber AS.
Putaran negosiasi terbaru kedua negara itu diperkirakan akan berakhir pada Jumat ini dengan pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan dua negosiator tertinggi AS, Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan pada 1 Maret, tarif AS untuk barang-barang China senilai 200 miliar dollar AS dijadwalkan naik menjadi 25 persen dari 10 persen.
Sejak China bergabung dengan WTO pada tahun 2001, menurut sumber dari tim negosiator AS, China selalu gagal dalam kewajibannya untuk melaporkan subsidi negara. China tidak memiliki penghitungan total dari semua subsidi sehingga dinilai Washington tidak mungkin para pejabat China akan setuju untuk mengungkapkan daftar lengkap mereka.
Amerika Serikat dan ekonomi Barat lainnya telah lama mengeluh kepada WTO tentang kurangnya transparansi China mengenai subsidi industri yang, menurut mereka, memberikan keuntungan yang tidak adil kepada perusahaan-perusahaan China dan mengarah pada kelebihan produksi barang yang dibuang ke pasar dunia.
Pemerintah membiayai perusahaan dengan banyak cara, termasuk pinjaman yang diarahkan negara, investasi langsung, keringanan pajak, dan insentif pemerintah daerah. Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa tahun lalu mengusulkan agar WTO menindak negara-negara yang tidak melaporkan subsidi yang memberi perusahaan domestik aneka keuntungan. (AP/AFP)