JAKARTA, KOMPAS - Perupa Hari Budiono tak mau tanggung-tanggung menggelar pameran tunggalnya di Bentara Budaya Jakarta pada 15-23 Februari 2019. Dari Yogyakarta, dia mengangkut 115 memedi atau hantu sawah berbahan jerami ke Jakarta. Meski memajang ratusan hantu, Hari tak menawarkan ketakutan, melainkan ajakan untuk tertawa bersama.
Persis seperti pesan yang mau disampaikan yaitu kebersamaan dalam tawa, pameran bertajuk “Memedi Sawah” ini dibuka dengan meriah oleh pegiat seni Inaya Wahid, putri bungsu Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid, yang kocak, Kamis (14/2/2019) malam, di halaman Bentara Budaya Jakarta. Tak kalah lucunya pembawa acara trio perupa asal Yogyakarta, yaitu Bambang Heras, Yuswantoro Adi, dan Putu Sutawijaya; serta komentar kocak dari Alit Ambara, seniman.
Dalam pameran tunggalnya ini, Hari menampilkan 10 lukisan dan karya instalasi berjudul “Jangan Takut Memedi Sawah” berupa 115 orang-orangan sawah yang masing-masing memegang lukisan wajah tokoh yang sedang tertawa dan syair lagu Ibu Pertiwi. “Di sawah, memedi sawah membantu petani menghalau burung-burung yang memakan padi. Tapi, dalam kehidupan nyata dan media sosial, memedi sawah berubah menjadi sangat menakutkan. Mereka mewujud dalam teror-teror di sekitar kita, berupa kebencian, saling hujat, mencari kebenaran sendiri, dan sebagainya,”kata Hari.
Wujud-wujud ketakutan itu tertuang dalam 10 lukisan Hari, mulai dari “Babi Tanah 2019” berwarna gelap yang melukiskan tahun gelap, lukisan “Meletus Balon Hijau, Dor”yang menggambarkan agresi massa untuk menebar ketakutan, hingga lukisan “Panggung Sandiwara” bergambar orang bertopeng dengan aneka macam topeng kepalsuan di sekitarnya.
Tertawa bersama
Namun, bukan ketakutan itu yang hendak disuguhkan oleh Hari dalam pameran ini. Dengan instalasi “Jangan Takut Memedi Sawah”, ia mencoba meyakinkan siapapun bahwa Memedi Sawah itu kini tidak menakutkan lagi. Mereka telah tertawa dengan tawa manusia Indonesia, mulai dari presiden sampai rakyat biasa. Ini terlihat dari ratusan lukisan wajah manusia, mulai dari wajah Magnis Suseno yang tertawa, Susi Pudjiastuti yang tertawa, Joko Pekik yang tertawa, hingga Tri Rismaharini yang juga tertawa.
“Memang, ketakutan sosial hanya bisa dikalahkan dengan tertawa bersama-sama. Ketakutan itu memecah belah, sedangkan tertawa itu menyatukan,” ungkap GP Sindhunata, kurator Bentara Budaya.
Inaya dalam sambutannya mengapresiasi Hari yang mengingatkan kita bersama untuk kembali tertawa. “Betapa krusialnya sekarang tertawa. Indonesia butuh tawa saat ini. Sepuluh tahun lalu, Indonesia kehilangan orang yang bisa membuat kita bersama tertawa, yaitu Abdurrahman Wahid. Indonesia butuh penggantinya, jadi tidak usah pakai repot, mari kita tertawa,” ucapnya sembari tertawa.