CIREBON, KOMPAS – Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, mengalokasikan lebih dari Rp 23 miliar untuk menata “Kota Wali”. Dana itu digunakan untuk menata pedagang kaki lima, taman, hingga pengelolaan sampah guna mendukung wisata.
“Dari evaluasi kami, keluhan wisatawan yang datang ke Cirebon adalah sampah dan pedagang kaki lima (PKL) yang belum tertata,” ujar Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (BP4D) Kota Cirebon Arif Kurniawan. Arif mengatakan hal itu setelah mengikuti rapat tertutup bersama satuan kerja perangkat daerah setempat terkait penataan PKL di Cirebon, Kamis (14/2/2019).
Dari evaluasi kami, keluhan wisatawan yang datang ke Cirebon adalah sampah dan pedagang kaki lima (PKL) yang belum tertata
Untuk itu, Pemkot mengalokasikan Rp 17 miliar untuk pengelolaan sampah, Rp 5 miliar untuk penertiban dan penataan PKL, serta Rp 1 miliar untuk penghijauan di pinggir jalan. “Penataan tersebut akan membangun wajah baru Cirebon sehingga wisatawan datang lagi ke Cirebon,” ujarnya.
Apalagi, Cirebon menargetkan 2 juta wisatawan tahun ini. Tahun lalu, jumlah kunjungan wisatawan kurang dari 1,5 juta orang. Pada saat yang sama, tetangga Cirebon yakni Kabupaten Kuningan sudah mendatangkan lebih dari 4 juta wisatawan.
Selama ini, lama tinggal wisatawan di Cirebon hanya satu hari. Padahal, kota seluas 37 kilometer persegi tersebut memiliki tiga keraton yang usianya sudah ratusan tahun. Dalam rencana induk pembangunan kepariwisataan 2018-2025, kunjungan wisatawan ditargetkan 2,6 juta dengan lama tinggal dua hari.
Kontribusi sektor pariwisata terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) juga ditargetkan meningkat dari 5,31 persen menjadi 6 persen. Sementara sumbangan pariwisata terhadap pendapatan asli daerah juga ditargetkan naik dari 13,04 persen menjadi 17 persen.
Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis menegaskan, penataan merupakan upaya mempercepat Cirebon menjadi kota destinasi wisata. “Memang ada warga yang terdampak. Namun, penataan ini merupakan kepentingan orang banyak. Kami tetap melakukan penataan secara manusiawi,” ujarnya.
Memang ada warga yang terdampak. Namun, penataan ini merupakan kepentingan orang banyak. Kami tetap melakukan penataan secara manusiawi,
Saat ini, penataan tengah dilakukan di enam ruas jalan protokol yang ditetapkan sebagai kawasan tertib lalu lintas. Kawasan itu adalah Jalan Siliwangi, R A Kartini, Wahidin, Cipto Mangunkusumo, Pemuda, dan Sudarsono. Selain kerap diokupasi PKL, trotoar tersebut juga menjadi tempat berkumpul ojek dalam jaringan.
Untuk itu, Pemkot mulai memperlebar trotoar di jalan tersebut. Satuan Polisi Pamong Praja Kota Cirebon juga menertibkan para PKL. Spanduk berisi larangan usaha PKL di trotoar dan bahu jalan sesuai Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL terpasang di ruas jalan tersebut.
Kepala Satpol PP Kota Cirebon Andi Armawan mengatakan, pihaknya telah menertibkan 270 PKL di ketiga ruas jalan. “Kini, tersisa 217 PKL di ruas jalan Cipto Mangunkusumo, Pemuda, dan Sudarsono. Sosialisasi sudah dilakukan. Nanti, para PKL akan dipindahkan ke shelter (tempat baru),” ujarnya.
Tempat baru tersebut antara lain berada di kawasan Bima, Jalan Siliwangi, dan sekitar Alun-alun Kota Cirebon. Namun, menurut Ketua Forum PKL Kota Cirebon Erlinus Thahar, shelter itu belum mampu mengakomodasi seluruh PKL di enam ruas jalan itu. “Tempat baru itu hanya mampu menampung 30 persen dari sekitar 500 PKL,” ujarnya.
Ia mendorong Pemkot Cirebon untuk menyiapkan lahan relokasi bagi PKL. Caranya, menggandeng masyarakat dan pihak swasta. “Contohnya, PKL ditempatkan di sekitar kantor pemerintah, perbankan, bahkan sekolah. Dengan catatan, tidak menduduki trotoar. Ini lebih hemat biaya,” ujarnya.