Pekerja membersihkan mobil kelas premium baru di kawasan Pondok Indah, Jakarta, Jumat (6/3/2015). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melacak pemilik mobil mewah yang masih menunggak pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) menggunakan CCTV. (Ilustrasi)
JAKARTA, KOMPAS β Pergerakan mobil mewah yang masih menunggak pajak kendaraan bermotor akan diburu menggunakan kamera pengawas yang tersebar di seluruh kota. Hal ini dilakukan karena upaya penelusuran pemilik mobil mewah melalui alamat rumah yang tertera di surat tanda nomor kendaraan (STNK) dinilai belum cukup efektif.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Faisal Syafruddin di Jakarta, Kamis (14/2/2019), mengatakan, sampai Februari 2019 ada sedikitnya 2.000 mobil mewah yang menunggak pajak kendaraan bermotor (PKB). Dari jumlah tersebut, diperkirakan total tunggakan pajak mobil mewah mencapai Rp 89 miliar.
"Mobil yang tergolong mewah ini menunggak pajak kendaraan bermotor tahunan," ucap Faisal.
Dengan jumlah sebanyak itu, upaya penelusuran tunggakan pajak melalui kunjungan rumah ke rumah (door-to-door) dinilai Faisal belum cukup. Sebagai contoh, dari surat peringatan yang dikirim Pemprov DKI Jakarta, baru 50 persen yang merespons balik.
FAJAR RAMADHAN UNTUK KOMPAS
Sejumlah pemilik kendaraan bermotor sedang membayar pajak di Samsat Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Selain itu, permasalahan yang ditemui adalah alamat domisili penunggak pajak seringkali tidak sesuai dengan profil pemilik mobil mewah. Seperti pada inspeksi BPRD DKI Jakarta bulan lalu, alamat pemilik mobil mewah justru mengarah ke rumah warga kalangan menengah ke bawah di kawasan Tamansari, Jakarta Barat.
Faisal mengatakan, kasus manipulasi alamat penunggak pajak ini dapat diantisipasi dengan memanfaatkan kamera pemantau yang ada di Jakarta. Pergerakan mobil dapat dipantau saat sedang digunakan, ke arah mana rute mobil itu, untuk kemudian dapat diikuti petugas.
"Kami targetkan dapat beroperasi di tahun ini. Namun, semuanya masih perlu koordinasi dengan pemerintah kota," kata Faisal.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Petugas gabungan Badan Pajak dan Retribusi Daerah bersama kepolisian dari Satuan Lalu Lintas polda Metro dan Jasa Raharja merazia kendaraan roda empat dan roda dua di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (21/11/2018). Razia pajak kendaraan bermotor ini dilaksanakan untuk menggenjot pendapatan daerah.
Celah hukum
Pengamat perpajakan dari Centre for Indonesia Taxation (CITA), Yustinus Prastowo, mengatakan, praksis manipulasi alamat tujuan pembayaran pajak terjadi karena ada celah hukum dalam aturan pemilikan mobil mewah. Hal ini didasari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor.
Setiap kendaraan bermotor wajib untuk diregistrasikan dengan melampirkan tanda bukti identitas. Namun, tanda bukti yang dimaksud sebatas kartu tanda penduduk (KTP) atau surat kuasa bermaterai dengan melampirkan KTP pemilik mobil, bagi yang diwakilkan orang lain.
"Mekanisme ini yang dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mencatut nama orang lain, bahkan warga miskin yang tidak pernah melapor pajak," ujar Yustinus.
Ia mengatakan, perlu ada langkah administratif yang terintegrasi dari urusan berkas kendaraan hingga penindakan pajak. Selama ini, ia menilai proses tersebut masih rumit karena ada dua lembaga yang harus berkoordinasi untuk menindak pajak, yakni BPRD dengan Kepolisian.
Kepala Seksi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Arif Fazlurrahman mengatakan, integrasi sedang diupayakan melalui urusan berkas. Hal itu dilakukan melalui sistem daring antara Samsat dengan data kependudukan milik Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Melalui cara tersebut, Samsat dapat memverifikasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di KTP. Harapannya, hal ini dapat mengantisipasi adanya manipulasi identitas dan alamat tujuan pembayaran pajak.
Selain itu, ia juga mengimbau agar warga tidak dengan mudah memberikan identitas diri kepada orang yang tidak dikenal. Apalagi, pemberian kartu identitas tersebut diberi ganjaran sembako atau uang tunai.
"Kami terus melakukan sosialisasi kepada warga terkait hal tersebut. Sebab, dampaknya riskan terhadap penyalahgunaan identitas untuk hal terkait pajak," ucap Arif. (ADITYA DIVERANTA)