Kasus Nur Kalim Dorong Perlunya Perlindungan Guru
Nur Kalim (30), guru honorer di Gresik, Jawa Timur, yang menjadi korban perundungan siswanya, diusulkan menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Sikap dan kesabarannya sebagai pendidik dinilai bisa menjadi teladan bagi semua guru. Di sisi lain, kasus ini sekaligus menjadi dorongan untuk memperkuat perlindungan bagi profesi guru.
Wakil Bupati Gresik Mohammad Qosim, Rabu (13/2/2019), menyatakan, Kalim menunjukkan sikap pendidik yang penyabar. Mendidik adalah tugas yang tidak mudah karena menghadapi beragam karakter siswa.
”Kami merekomendasikan agar beliau bisa menjadi aparatur sipil negara dengan mekanisme PPPK. Nanti yang menangani Badan Kepegawaian Nasional,” kata Qosim.
Sebelumnya, Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Gresik menawari Kalim menjadi kepala sekolah di bawah YPLP PGRI. Saat ini, selain menjadi guru honorer di SMP PGRI Wringinanom, Kalim juga menjabat Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan.
Di sisi lain, mencuatnya video viral yang menunjukkan ulah tak pantas seorang siswa, AA, terhadap Kalim pada Sabtu (9/2) mendorong DPRD Gresik berinisiatif menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Guru. Raperda itu mengatur hak dan kewajiban guru dengan tujuan agar guru tenang dan nyaman mengajar.
Jika ada persoalan di kelas, termasuk perselisihan hingga kekerasan dengan siswa, bisa diselesaikan secara non-ligitasi, tidak saling lapor dan dibawa ke ranah hukum. Persoalan itu bisa diselesaikan dengan damai dan rasa kekeluargaan.
Menurut Ketua Komisi IV Bidang Kesejahteraan DPRD Gresik Khoirul Huda, guru bertindak keras terhadap siswa tidak didasari benci, tetapi dengan alasan kuat. Bisa saja siswa melanggar tata tertib sekolah, tidak mengerjakan tugas, atau bertindak sewenang-wenang kepada siswa atau guru.
Kami berharap perlakuan guru terhadap siswa tidak sedikit-sedikit dipidanakan.
Guru diperbolehkan memberikan hukuman yang sifatnya pembinaan untuk mendidik dan mendisiplinkan siswa. ”Hukuman itu wajar, tidak sengaja menyakiti, juga tidak disertai amarah,” kata Huda.
Ketua PGRI Cabang Gresik Arief Susanto berharap raperda itu segera tersusun agar bisa secepatnya ditetapkan sebagai Perda Perlindungan Guru. Hal itu akan memberikan payung hukum yang melindungi guru.
Selama ini, jika terjadi kekerasan di sekolah, guru yang selalu disalahkan tanpa tahu duduk persoalannya. ”Kami berharap perlakuan guru terhadap siswa tidak sedikit-sedikit dipidanakan. Padahal, tujuannya agar siswa disiplin,” kata Arief.
Dalam kasus video viral perilaku AA terhadap Kalim akan lain cerita apabila Kalim merespons. Yang terjadi bisa sebaliknya, Kalim yang dituding melakukan kekerasan.
Namun, meskipun dimaki, diumpat, ditantang, hingga dicengkeram kerah bajunya oleh AA, Kalim tak bereaksi. Ia menyadari itu mungkin pelampiasan AA karena termasuk satu dari delapan siswa yang dipergoki Kalim berada di warung saat jam pelajaran pada hari Sabtu (2/2).
Kala itu, para siswa yang dipergoki tersebut kembali ke kelas. Akan tetapi, AA yang bersikap paling reaktif. Ia seperti meremehkan Kalim dengan merokok di kelas, bahkan naik bangku hingga mencengkeram kerah baju Kalim.
Anak saya tidak dikucilkan, kan. Masa depan anak kami bagaimana?
Kasus itu pun berakhir damai. Kalim memaafkan AA. AA pun berjanji tak akan mengulangi perbuatannya lagi. Dalam mediasi di Kepolisian Sektor Wringinanom, kedua belah pihak menandatangani pernyataan damai yang disaksikan banyak pihak.
Orangtua AA, Slamet Ariyanto (40) dan Anik (38), pun terharu. Slamet, pembuat akik, dan Anik yang bekerja sebagai buruh pabrik khawatir anaknya mendapatkan perlakuan diskriminasi di sekolah pascakasus itu. Keduanya juga khawatir sang anak sulit diterima di sekolah selanjutnya. ”Anak saya tidak dikucilkan, kan? Masa depan anak kami bagaimana?” katanya.
Kepala SMP PGRI Wringinanom Rusdi menegaskan tak ada sanksi apa pun terhadap AA. Ia hanya ingin AA masuk sekolah seperti biasa dan bisa ikut ujian nasional sampai lulus. ”Kami akan melarang siswa membawa telepon seluler. Istigasah dan shalat berjemaah digiatkan. Upacara bendera juga menjadi ajang pembinaan mental siswa,” ujar Rusdi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Gresik menyarankan penguatan akhlaqul karimah atau perilaku baik siswa, perbanyak pendidikan agama di sekolah, penerapan pola asuh keluarga berlandaskan agama, dan penanaman pendidikan karakter.
Ketua MUI Gresik KH Mansyur Shodiq berpandangan, tindakan AA tidak terpuji dan menunjukkan kemerosotan moral. Ia setuju semisal AA mengikuti shalat Zuhur berjemaah selama sebulan, sebagai bentuk pembelajaran. Sekolah juga harus memperkuat karakter siswa.
Sementara Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, dalam siaran pers, Senin (11/2), merekomendasikan siswa tetap diberi sanksi karena melanggar tata tertib sekolah. Siswa bisa diskors dua minggu dan mendapatkan pendampingan psikologis. Tujuannya, agar yang bersangkutan tidak minder, tidak dihantui rasa bersalah berlebihan, dan tidak merasa tersudutkan.
Adapun orangtuanya bisa diikutkan kelas parenting (pengasuhan anak) agar tahu pola asuh anak. Para guru pun perlu dibekali pengetahuan dalam menghadapi siswa agresif.
KPAI pun mengapresiasi Polres Gresik yang bertindak cepat dan memfasilitasi penyelesaian kasus tersebut. Dari berbagai kasus kekerasan pendidikan pada 2018 oleh guru terhadap siswa, siswa terhadap guru, ataupun sesama siswa menunjukkan sekolah gagap menangani.
Siswa yang bersalah tetap harus dididik agar belajar dari kesalahan dan diberi kesempatan memperbaiki diri.
Pemicunya, akibat kekhawatiran dianggap melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak. Padahal, siswa yang melanggar tata tertib tetap bisa diberi sanksi.
”Siswa yang bersalah tetap harus dididik agar belajar dari kesalahan dan diberi kesempatan memperbaiki diri,” ujar Retno.