Ingin Gantikan Butet, Harus Terbiasa Kalah Terlebih Dulu
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Pensiunnya Liliyana Natsir atau kerap disapa Butet meninggalkan lubang besar di ganda campuran bulu tangkis nasional. Prestasi juara dunia dan peraih emas Olimpiade itu belum tergantikan. Di tengah kekeringan regenerasi, harapan muncul dari atlet berusia 16 tahun, Indah Cahya Sari, yang meraih juara dunia yunior bersama Leo Rolly di nomor ganda campuran pada akhir 2018 lalu.
Kejuaraan Indonesia Masters pada Januari 2019 menjadi mimpi buruk bagi masa depan ganda campuran nasional. Dua atlet putri terbaik dalam nomor tersebut, Butet dan Debby Susanto, memutuskan pensiun setelah segudang prestasi untuk ”Merah Putih”.
Butet pensiun karena merasa performanya sudah menurun pada usia 33 tahun. Dengan segudang prestasi, seperti juara dunia empat kali, juara Asia dua kali, dan teranyar meraih emas Olimpiade, sudah cukup baginya untuk menggantung raket.
Namun, calon pengganti Butet, atlet putri ganda campuran terbaik kedua setelahnya, Debby, ikut pensiun pada usia emas 29 tahun. Peraih gelar All England bersama Praveen Jordan itu berhenti karena ingin fokus mengurus keluarga.
Oleh karena itu, beban prestasi langsung jatuh kepada pelapis Debby, Gloria Emanuelle Widjaja (25) dan Melati Daeva Oktavianti (24). Meski begitu, Gloria yang berpasangan dengan Hafiz Faisal dan Melati bersama Praveen belum menunjukkan prestasi konsisten di level utama.
Jauh di bawah mereka, ada sebuah harapan dari pebulu tangkis muda asal PB Djarum, Indah Cahya Sari. Pada 12-18 November 2018 di Kanada, Indah berpasangan dengan Leo Rolly meraih gelar juara dunia yunior. Pasangan baru itu secara mengejutkan mengalahkan ganda nasional juara Asia yunior 2017, Rehan Naufal Kusharjanto/Siti Fadia Silva Ramadhanti, 21-15, 21-9.
Penampilan keduanya semakin meyakinkan setelah menjadi juara dunia yunior. Pada 11-16 Desember 2018, mereka menambah satu gelar lagi pada kejuaraan Sunrise Bangladesh Internasional. Sementara itu, pada 17-20 Desember 2018, mereka berhasil menembus final pada kejuaraan Turki Internasional.
Tak ayal, Indah/Leo meraih atlet muda terbaik PB Djarum 2018. Potensi besar mereka diganjar dengan promosi di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung. Sebelumnya, mereka adalah atlet magang di pelatnas, sekarang mereka berada di pelatnas pratama, satu tingkat di bawah pelatnas utama.
Indah berkomitmen ingin menggantikan Butet di pelatnas suatu hari nanti. ”Tentunya ingin bisa menggantikan Cik Butet. Itu menjadi tujuan utama saya sekarang. Semoga bisa tercapai karena sekarang dapat kesempatan berlatih di pelatnas,” kata atlet yang juga bermain di ganda putri itu pada penyerahan hadiah atlet berprestasi PB Djarum, Kamis (14/2/2019), di Kafe Papa Ron’s, Senayan, Jakarta.
Di pelatnas, pemain kelahiran Makassar, 16 Maret 2002, itu merasa semakin berkembang. Dia sering latih tanding bersama seniornya, Melati dan Eko Alfian (24 tahun). ”Lawannya selalu lebih gede. Kami ditempa terus di sini,” ucapnya.
Terbiasa kalah
Legenda bulu tangkis Indonesia sekaligus pelatih PB Djarum, Christian Hadinata, menilai, Indah memiliki potensi besar layaknya Butet. Meski tinggi tubuhnya hanya 164 sentimeter, dia berani bermain di depan net.
”Indah punya keberanian. Ini yang jarang dimiliki pemain lain. Kalau punya teknik bagus tetapi tidak berani, percuma saja itu tidak akan berguna. Apalagi kalau bermain di depan net. Modal itu sangat berharga untuk Indah,” kata mantan juara dunia ganda putra tersebut.
Meski begitu, Christian menilai, tantangan terbesar setelah menjadi juara dunia yunior adalah harapan besar dari masyarakat Indonesia agar Indah selalu menang setiap saat. Tekanan dari lawan juga akan semakin berat.
”Inilah letaknya ujian. Bisa tidak memikul beban. Kalau lolos, dia bisa menjadi pemain yang hebat,” ujar Christian.
Pada momen seperti ini, Christian menyarankan Indah untuk terbiasa menghadapi kekalahan. Sebab, hal itu merupakan hal yang biasa bagi pebulu tangkis muda dalam tahap pengembangan.
Jika menang, pemain pasti senang. Sementara itu, jika performa sedang menurun dan kalah terus, pasti akan banyak gangguan emosional karena mental pemain muda masih labil.
”Kalau sudah gagal terus. Banyak yang menyerah. Ingin mencari pasangan lain atau putus asa. Ini yang harus dibiasakan. Karena fisik dan teknik itu kasatmata, bisa dibentuk pelatih. Sementara faktor nonteknis ini tidak bisa dilihat, jadi harus dari dalam diri sendiri,” kata pelatih yang menghasilkan juara-juara bulu tangkis, seperti Candra Wijaya/Sigit Budiarto, Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky, dan Hendra Setiawan/Markis Kido itu.
Bahkan, pemain berbakat seperti Butet pun pernah mengalami fase krisis. Butet pernah frustrasi karena kalah terus saat masih bermain di ganda putri. Kala itu, dia sempat berpikir ingin mengakhiri kariernya. Untungnya, Butet menemukan jalannya, seiring mendapatkan pasangan atlet senior, Nova Widianto.
Begitulah. Tidak mudah menggantikan Butet, salah satu bakat terbaik bulu tangkis Indonesia. Pemain muda harus tahan banting, terutama harus terbiasa menghadapi kekalahan sampai waktu kemenangan tiba.