Jakarta dan wilayah sekitarnya sebagai sebuah megapolitan menyimpan api dalam sekam yang dapat berkobar sewaktu-waktu. Api dalam sekam itu adalah konflik horizontal antar warga maupun antar kelompok.
Penyebab konflik horizontal kebanyakan karena masalah bagaimana mengisi perut. Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono dan jajarannya harus mewaspadai potensi tersebut.
Ketua Departemen Kriminologi FISIP UI Iqrak Sulhin, Selasa (12/2/2019) menekankan adanya potensi konflik horizontal di Jakarta. Konflik horizontal itu akibat persaingan ekonomi, persoalan tempat usaha atau lapak, dan persoalan memperebutkan sumber-sumber daya ekonomi.
Menurut Iqrak, persaingan semacam itu juga terjadi dalam dunia kejahatan. Persaingan hanya bisa dimenangkan antara lain dengan membentuk kelompok. Dalam kriminologi kelompok semacam itu sering disebut sebagai geng. Di Jakarta maupun kota-kota besar, ada dua macam geng yaitu geng berorientasi kekerasan dan geng berorientasi kriminal.
“Geng berorientasi kekerasan kecenderungannya hanya menegaskan eksistensi dengan melakukan kekerasan, menakut-nakuti orang, atau merusak. Sedangkan geng kriminal motifnya menguasai peluang ekonomi,” paparnya.
Iqrak menuturkan, ciri khas geng kriminal ini juga dimiliki oleh sebagian organisasi masyarakat. Organisasi masyarakat sebenarnya bukan geng kriminal, tetapi sejumlah aktifitasnya termasuk menganggu keamanan. Hal itu perlu menjadi perhatian Kepala Polda Metro Jaya.
Mengenai kejahatan jalanan atau street crime, Iqrak mengatakan, secara statistik angka kriminalitas di wilayah Polda Metro Jaya bersifat fluktuatif. Angka kriminalitas di wilayah Polda Metro Jaya sejauh ini belum sangat mengkhawatirkan.
“Karakteristik kota besar akan seperti itu. Ada dua tipologi kejahatan yaitu kejahatan terkait harta benda (perampokan) dan kejahatan terkait kekerasan (pembunuhan). Kedua jenis kejahatan itu secara statistik selalu ada di kota besar,” kata Iqrak.
Perbaiki layanan
Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala mengharapkan Kepala Polda Metro Jaya memperbaiki mutu aplikasi daring Polda Metro Jaya. Aplikasi daring itu bermacam-macam mulai urusan STNK, tilang elektronik, laporan masyarakat, dan lain-lain.
“Karena semua masih model ‘warungan’. Tidak update, tidak terkoneksi satu sama lain, tidak ada kandungan datanya. Jadi tidak ada bedanya aplikasi daring dengan mencatat. Cuma kemarin mencatat di kertas sekarang mencatat di keyboard,” ujarnya.
Adrianus memberi masukan agar apilikasi daring Polda Metro Jaya diolah menjadi suatu “data base”, kemudian bisa terkoneksi dengan berbagai pihak, dan pada akhirnya membuat lebih efisien.
Menurut Adrianus, layanan Polda Metro Jaya harus ditingkatkan antara lain melalui Sentra Pelayanan Kepolisian. Bagaimana anggota Polda Metro Jaya menghadapi publik juga harus lebih baik, karena di Jakarta tantangannya luar biasa dari sisi kalangan yang dihadapi.
Mengenai pengamanan Pemilu di wilayah Polda Metro Jaya, Adrianus optimistis Gatot Eddy Pramono tidak kesulitan karena semua sudah berjalan pada jalur yang benar. Gatot juga lama bertugas di Satgas Nusantara yang fokusnya bagaimana supaya Pemilu berjalan damai.
“Gatot ini lama di Jakarta, pernah di Depok, Jakarta Barat, dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Dia kembali ke rumah. Masalah Jakarta dia tahu,” ucap Adrianus.