Pengambilalihan Air Tuai Dukungan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengutamakan dua hal dalam pengambilalihan layanan air bersih di Jakarta. Dua prioritas ini dinilai vital untuk menjamin kualitas dan perluasan layanan air bersih. Dukungan warga untuk pengambil- alihan layanan air terus menggema.
Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum dari unsur profesional Mohamad Mova Al Afghani mengatakan, dua prioritas utama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengambilalihan pengelolaan layanan air bersih adalah tidak ada lagi eksklusivitas dan negara harus menguasai jaringan distribusi dan pelayanan.
Selama ini, pemasangan jaringan pipa baru harus memperoleh izin satu dari dua mitra swasta karena mitra swasta itu mempunyai hak eksklusif di daerah layanan mereka. “Jadi kalaupun DKI punya uang, untuk bangun jaringan pipa baru harus izin salah satu dari mereka,” katanya, Selasa (12/2/2019).
Untuk itu, dalam perjanjian baru ke depan, prioritas utama DKI adalah meniadakan hak eksklusif ini. Adapun prioritas pada penguasaan jaringan distribusi dan pelayanan oleh negara sangat vital untuk menjamin layanan dan perluasan jaringan air bersih.
Selama ini, produksi air, layanan, dan jaringan distribusi air bersih Jakarta dikuasai pihak swasta. Kondisi ini membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak bebas untuk melalukan perluasan layanan.
Dua prioritas utama tersebut akan masuk dalam head of agreement (HOA) atau perjanjian dengan kekuatan yang mengikat dalam pengambilalihan layanan air Jakarta.
HOA ditargetkan selesai dalam satu bulan ke depan. Dalam HOA ini tertuang langkah-langkah yang akan ditempuh untuk pengambilalihan pengelolaan air bersih.
Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Nila Ardhianie mengatakan, ada tiga opsi untuk mengambilalihan pengelolaan air secara perdata.
Opsi pertama adalah terminasi kontrak dengan membayar kompensasi sekitar Rp 2 triliun. Opsi kedua adalah akuisisi saham PT Palyja dan PT Aetra yang artinya membutuhkan proses panjang dan anggaran pembelian saham, dan opsi ketiga pegambilalihan sebagian layanan, yaitu pada jaringan distribusi dan pelayanan.
Pengambilalihan jaringan distribusi dan pelayanan ini menjadi prioritas karena dinilai paling vital untuk memperluas layanan akses air bersih ke warga. Vitalnya penguasaan jalur distribusi ini membuat hak kontrol air negara harus ada pada jaringan distribusi ini.
Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 121 dan Nomor 122 Tahun 2015 bahwa swasta tak boleh berada di jaringan distribusi.
Tiga opsi ini akan dibahas bersama dua mitra swasta. Pembahasan dilakukan bersama untuk mencapai kesepakatan langkah yang akan ditempuh. Setiap opsi ini mempunyai sisi menguntungkan dan konsekuensinya masing-masing. Namun, konsekuensi itu berbeda untuk masing-masing perusahaan mitra swasta.
Menurut Nila, semua opsi ini bukan merupakan pilihan yang akan menimbulkan kerugian berlebihan pada salah satu pihak. Pilihan akan ditetapkan setelah due diligence yang diperkirakan memakan waktu sekitar tiga bulan.
Direktur Utama PAM Jaya Prayitno Bambang Hernowo, Selasa, mengatakan, dalam HOA, PAM Jaya dan mitra swasta akan menyepakati antara lain tahap-tahap menuju pengambilalihan. Para pihak juga menyepakati tahap-tahap setiap pekan menuju HOA.
Dengan pengambilalihan pengelolaan yang sedang direncanakan, Bambang yakin target cakupan layanan 82 persen di seluruh Jakarta pada 2023 bisa tercapai. Ia optimistis pendanaan bisa masuk dengan beragam alternatif, termasuk lewat anggaran pendapatan dan belanja daerah DKI dan investasi eksternal.
Salah satu investasi yang dibutuhkan yaitu untuk jaringan distribusi dari proyek Sistem Penyediaan Air Minum Jatiluhur 1, diperkirakan mencapai Rp 8 triliun.
Selain itu, Bambang memastikan pihaknya mempersiapkan diri menjadi operator, dari sebelumnya hanya pengawas. Persiapan itu antara lain lewat pengembangan diri, transfer pengetahuan, dan pengkajian struktur organisasi.
Sisi hukum
Secara hukum, keputusan pengambilalihan layanan air Jakarta ini didasarkan pada putusan Mahkahmah Konstitusi (MK) tahun 2015 yang membatalkan UU Sumber Daya Air. Dalam putusan itu, ada enam prinsip dasar pengelolaan air, di antaranya kontrol negara mutlak dan BUMN/BUMD diprioritaskan dalam pelayanan air.
“Pengambilalihan layanan air ini didasarkan pada putusan MK ini karena lebih materiil. Dalam hal ini, DKI menegakkan konstitusi,” kata Mova.
Pengambilalihan layanan air ini didasarkan pada putusan MK ini karena lebih materiil. Dalam hal ini, DKI menegakkan konstitusi
Menurut Mova, memori PK dari Mahkahmah Agung (MA) hanya pada alasan formil. Sedangkan alasan yang mendasar atau substantifnya justru tidak dibahas dalam memori PK. Artinya, substansi dalam putusan MA yang sebelumnya memiliki daya persuasif.
“Kami belum menerima Salinan putusan itu, namun kalau dilihat dari memori, kemungkinan besar tidak akan menyentuh unsur substansif,” katanya.
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk memutus dan mengakhiri perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dan dua mitra swasta, serta membayar penalti.
Tommy Tobing, pengacara publik dari Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air, berpendapat, pemutusan perjanjian kerja sama (PKS) dilakukan berdasarkan pasal-pasal pengakhiran dalam PKS. Hal itu supaya proses cepat dan jelas, serta tidak ada peluang korupsi.
"Artinya dalam sebulan ke depan, seperti hasil konferensi press Senin kemarin, pak gubernur menugasi PAM Jaya untuk mengupayakan kesepakatan dengan dua mitra swasta (Aetra dan Palyja) menyusun Head of Agreement. Pastikan dalam Head of Agreement itu adalah mengakhiri kontrak kerjasama sesuai PKS bukan sepihak. Dengan cara itu, Pemprov akan harus membayar penalti Rp 2 triliun," jelas Tommy Tobing.
Dalam pembahasan Head of Agreement tersebut, Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air juga mendesak supaya ada konsultasi publik dari setiap opsi. Sehingga semua menjadi transparan.
Prasetio Edi Marsudi, Ketua DPRD DKI Jakarta pada Senin kemarin juga menegaskan sebaiknya Pemprov DKI mengambilalih pengelolaan air di Jakarta. "Apabila memang Pemprov harus membayar penalti, DPRD siap mendukung pemprov," tegas Prasetio.
Tommy melanjutkan, dengan mengambil opsi mengakhiri PKS, Koalisi meyakini PAM juga memiliki kapasitas dan kemampuan mengelola air.
Corporate Communications and Social Responsibilities Division Head Palyja, Lydia Astriningworo, menyatakan Palyja menyambut baik inisiatif pemprov untuk mengambil alih pengelolaan air minum lewat tindakan perdata. Pihaknya berkomitmen bekerja sama mendiskusikan dengan PAM Jaya yang diberi mandat menindaklanjuti inisiatif itu.
“Kami belum dapat memberi komentar lebih jauh sampai pembicaraan dan diskusi dengan PAM Jaya mencapai kesimpulan yang lebih definitif,” kata Lydia.