JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menargetkan ekspor tekstil dan produk tekstil terus tumbuh hingga 2020. Penghapusan tarif ekspor melalui kerja sama perdagangan dengan sejumlah negara dinilai dapat meningkatkan ekspor secara signifikan. Infrastruktur yang telah dan sedang dibangun pemerintah dapat meningkatkan daya saing tekstil dan produk tekstil.
Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono, Rabu (13/2/2019) di Jakarta mengatakan, pemerintah telah menyiapkan peta jalan (roadmap) bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Ekspor ditargetkan mencapai 21 miliar dollar AS pada 2020.
“Harapannya, ekspor bisa tumbuh sebesar 6 persen per tahun, lebih tinggi dibandingkan 3 persen-4 persen pada tahun-tahun sebelumnya,” kata Achmad. Pada 2018, ekspor TPT mencapai 14 miliar dollar AS, naik dari 13,2 miliar dollar AS atau 6 persen dibanding tahun 2017.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, pertumbuhan industri TPT harus berkesinambungan dan bekelanjutan. Ia mengatakan, produk tekstil Indonesia harus bisa menguasai enam persen dari pasar dunia. Menurut data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), ekspor TPT Indonesia baru mencakup 1,8 persen dari pasar internasional.
Menurut Ade, akses pasar perlu menjadi perhatian pemerintah. Kini, Indonesia telah menyelesaikan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA CEPA). Sebelumnya, Indonesia dikenai tarif 5 persen untuk tekstil. Dengan dihapuskannya tarif, Ade memperkirakan ekspor TPT Indonesia yang berjumlah 257 juta dollar AS pada 2017 bisa naik selama dua tahun hingga tiga tahun ke depan.
Ia menambahkan, ekspor TPT Indonesia juga akan meningkat setelah CEPA antara Indonesia dengan UE (IEU CEPA) berlaku. Pada 2017, ekspor TPT Indonesia ke UE bernilai 12,3 miliar dollar AS dengan bea masuk 7-12 persen.
“Jika IEU CEPA bisa selesai dan diratifikasi tahun ini sehingga tarif jadi 0 persen, jumlah ekspor tekstil kita ke UE bisa naik sampai 100 persen. Industri ini akan terus tumbuh jika kita membuka berbagai akses ke pasar dunia, sehingga daya saing Indonesia semakin meningkat,” kata Ade.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, IA CEPA tinggal menunggu penandatanganan pemerintah. Adapun pembahasan IEU CEPA masih terus berlanjut. Oke mengatakan, setelah CEPA berlaku, industri TPT Indonesia dapat memanafaatkan pembebasan tarif ekspor sekaligus keunggulan harga di pasar domestik.
“Skema yang kami pilih adalah kerja sama, bukan perjanjian perdagangan bebas. Jadi ada perbedaan status antara Indonesia sebagai negara berkembang dengan Australia atau UE sebagai negara-negara maju. Ekspor tekstil Indonesia bisa langsung dibebaskan dari pajak, sementara impor dari negara-negara itu masih dikenai tarif sampai beberapa tahun ke depan. Jadi, kita punya waktu untuk meningkatkan daya saing industri kita,” kata Oke.
Adapun pembebasan tarif dagang dengan AS dalam mekanisme generalized system of preference (GSP) masih belum diputuskan sejak kunjungan Mendag Enggartiasto Lukita 17 Januari 2019 lalu. Indonesia menawarkan peningkatan impor kapas dari AS dengan harapan mendapatkan pembebasan tarif bagi ekspor tekstil ke AS.
“AS ini mitra dagang utama Indonesia yang menyumbang surplus. Karena itu, kita tawarkan peningkatan pembelian kapas supaya tekstil kita mendapatkan fasilitas terbaik. Namun, mekanismenya diserahkan kepada AS,” kata Oke.
Selama Januari-September 2018, Indonesia mengimpor kapas dari AS senilai 547,7 juta dollar AS, meningkat 30 persen dari tahun 2017 sebesar 421,8 juta dollar AS.
Adapun jumlah ekspor TPT Indonesia ke AS selama Januari-Oktober 2018 bernilai 4,06 miliar dollar AS, turun 0,8 persen dari 4,1 miliar dollar AS selama periode yang sama pada 2017. Ekspor tekstil Indonesia membentuk 4,3 persen dari total ekspor tekstil dunia ke AS yang bernilai 94,57 miliar dollar AS. (Kompas, 17 Januari 2019).
Infrastruktur
Secara keseluruhan, industri TPT Indonesia tumbuh 7,98 persen selama triwulan I-III 2018, naik dari 2,89 persen pada periode yang sama tahun 2017. Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Achmad mengatakan, infrastruktur baru seperti jalan tol dan pelabuhan dapat menopang pencapaian target roadmap TPT Indonesia.
“Di Jawa, biaya logistik bisa mencapai 15 persen hingga 29 persen dari biaya produksi. Tol Trans-Jawa tentunya akan mengurangi biaya logistik dengan besaran yang berbeda-beda, tergantung masing-masing perusahaan. Kami belum mengkaji penghematannya secara agregat,” kata Achmad.
Pembuatan benang terpusat di daerah Jawa Barat. Sedangkan industri garmen lebih banyak di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tol Trans-Jawa dapat mengintegrasikan hulu dan hilir industri tekstil tersebut.
Di lain pihak, Ketua Umum API Ade mengatakan, pembangunan Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat, yang akan selesai pada 2027 juga dapat menopang ekspor tekstil Indonesia. Sebab, pelabuhan berkapasitas 7,5 juta TEUs dengan kedalaman 12-14 meter itu akan bisa mnejadi tempat bersandar mother vessel. Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yang masih menjadi gerbang utama ekspor TPT hanya bisa menampung kapal feeder yang lebih kecil karena kedalaman dermaga yang dangkal.
Ade juga berharap pemerintah membangun Pelabuhan Tanjung Intan di Cilacap, Jawa Tengah, untuk memudahkan ekspor ke Australia dan Selandia Baru. Cilacap tersambung dalam Tol Trans-Jawa di rute Bandung-Garut-Tasikmalaya-Cilacap.
Adapun Bandara Internasional Jawa Barat di Majalengka bisa menjadi gerbang bagi pengiriman produk tekstil dalam jumlah kecil yang dijual secara daring.