AMBON, KOMPAS — Maluku memiliki banyak obyek wisata berupa pantai, pulau-pulau kecil, alam bawah laut, sejarah, dan budaya. Sayangnya, akses menuju obyek-obyek wisata itu memerlukan waktu perjalanan yang lama dengan moda transportasi terbatas. Biaya transportasi juga tergolong mahal. Diperlukan terobosan untuk memajukan sektor wisata di Maluku.
Berdasarkan penelusuran di situs pembelian tiket daring pada Selasa (12/2/2019), harga tiket dari Jakarta ke Ambon untuk 13 Februari paling murah Rp 2,3 juta. Hal itu berarti harga tiket pergi pulang Jakarta-Ambon sekitar Rp 4,6 juta.
Selanjutnya, untuk mencapai lokasi wisata seperti Kepulauan Banda di Kabupaten Maluku Tengah, wisatawan harus menunggu jadwal kapal dua kali dalam satu minggu. Waktu tempuh kapal dari Pelabuhan Tulehu ke Banda Naira, pulau utama di Kepulauan Banda, sekitar tujuh jam. Ongkos untuk satu kali perjalanan Rp 410.000 sehingga biaya transportasi kapal pergi-pulang sebesar Rp 820.000 per orang.
Namun, pelayaran kapal itu juga bergantung pada kondisi cuaca. Seperti pada Selasa, kapal tidak bisa berlayar lantaran gelombang tinggi masih melanda jalur pelayaran ke Banda. Alternatif lain adalah menunggu jadwal kapal PT Pelni yang menyinggahi Banda satu kali dalam seminggu.
”Kondisi seperti ini memerlukan terobosan. Kalau tidak, pariwisata Maluku tidak akan berkembang dengan cepat. Orang lebih memilih ke luar negeri yang lebih murah,” ujar Alamsyah, warga Jakarta yang ditemui di Ambon pada Selasa.
Alamsyah berencana ke Banda menggunakan kapal pada Selasa pagi, tetapi batal lantaran cuaca buruk. Ia sekadar membandingkan ongkos penerbangan dari Jakarta ke Singapura pada Rabu yang paling murah, Rp 670.000.
”Memang, orang Jakarta bisa saja lebih memilih ke Singapura untuk wisata kota. Tapi, keindahan di Banda tentu lebih dari yang dirasakan di Singapura. Beda banget,” katanya.
Kepulauan Banda terkenal dengan wisata bawah laut. Banyak titik penyelaman di Banda yang menawarkan gugusan karang indah. Wisatawan juga dapat menikmati tur rempah yang mengisahkan tentang penjajahan bangsa Eropa di Banda.
Jejak itu masih ada sampai saat ini melalui bangunan-bangunan era kolonial yang terpelihara. Ada pula perkebunan pala yang masih aktif sejak masa tersebut. Selain itu, Banda juga menyimpan sejarah sebagai tempat pembuangan sejumlah tokoh nasional pada era perjuangan kemerdekaan.
Peluncuran buku
Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Hamin bin Tahir, dalam sambutannya ketika acara peluncuran buku Pesona Keindahan Bawah Laut Negeri Raja-raja karya Laura Esmiralda Soureka, mengatakan, pemerintah terus berupaya membangun sektor pariwisata di Maluku.
Kendati mengklaim sejumlah keberhasilan, Hamin juga mengakui, pembangunan sektor tersebut menghadapi tantangan yang besar, yakni kondisi geografis.
Hamin pun mengapresiasi buku karya Laura tersebut. Lewat buku itu, wisatawan mancanegara dan nusantara dapat mengetahui pesona alam bawah laut Maluku sehingga tertarik untuk menjelajahinya. Buku tersebut ikut mempromosikan pesona bawah laut Maluku.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pariwisata Provinsi Maluku, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Maluku semakin bertambah dari waktu ke waktu. Pada tahun 2016, jumlahnya 15.015 wisman, tahun 2017 menjadi 18.075 wisman, dan tahun 2018 naik menjadi 18.979 wisman.
Pernah ada wacana untuk menjadikan Banda sebagai kawasan khusus untuk pariwisata. Namun, hingga kini rencana tersebut belum dapat diwujudkan.
Untuk memajukan pariwisata di Kepulauan Banda, Pemerintah Provinsi Maluku pernah berencana membangun bandara baru di sana untuk menggantikan bandara saat ini yang panjang landasannya hanya 900 meter. Pernah juga ada wacana untuk menjadikan Banda sebagai kawasan khusus untuk pariwisata. Namun, hingga kini rencana tersebut belum dapat diwujudkan.
Laura, perempuan berdarah Maluku, tepatnya dari Desa Hulaliu, Pulau Haruku, telah mendedikasikan tulisannya bagi perkembangan wisata di Maluku. Tulisan itu lahir dari pengalaman dirinya saat menyelam di sejumlah titik perairan di Maluku.