JAKARTA, KOMPAS — Seorang pengurus sertifikat tanah dari Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, mengembalikan pungutan yang dipatok kepada warga terkait program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL. Pungutan itu dikembalikan setelah dirinya menyatakan ketidaksanggupan dalam mengurus sejumlah berkas milik warga.
Ketua RT 010 RW 005 Grogol Utara Mastur (52), di Jakarta, Selasa (12/2/2019), mengembalikan pungutan kepada seorang warga di RT 001 dan RT 002 masing-masing sebesar Rp 3 juta. Mastur memungut biaya kepada warga dari program PTSL yang semestinya hanya dipungut sebesar Rp 150.000.
Mastur mengakui bahwa pengurusan PTSL direkomendasikan gratis oleh pemerintah. Namun, dirinya merasa perlu menghimpun biaya untuk menalangi kebutuhan selama pengurusan.
Pungutan biaya sebesar Rp 150.000 yang direkomendasikan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dikatakan Mastur, belum dapat mencukupi kebutuhan pengurusan berkas PTSL.
Menurut dia, pemberkasan setiap warga membutuhkan biaya sedikitnya sekitar Rp 360.000. Hal itu meliputi kebutuhan fotokopi 12 hingga 14 lembar berkas dalam beberapa rangkap, tujuh meterai, dan sejumlah map untuk bundel berkas.
Dari kebutuhan itu, ia mematok biaya kepada warga yang dikatakan secara sukarela. Sebagian warga ada yang membayar sebesar Rp 3 juta, ada yang sebesar Rp 1 juta, juga ada yang tidak mau membayar.
Mastur mengatakan, uang itu digunakan untuk memberi subsidi silang bagi pengurusan berkas warga lain yang tidak mampu membayar. Pungutan itu, menurut dia, tidak dipaksakan kepada warga sama sekali.
”Saya tawarkan kepada warga. Kalau bersedia, silakan bayar. Kalau tidak bersedia, juga tidak apa-apa,” jawab Mastur.
Naneh (60), warga RT 002 RW 005 Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, merupakan salah satu warga yang uangnya dikembalikan oleh Mastur. Naneh mengatakan, sejumlah warga yang membayar uang senilai jutaan rupiah awalnya karena diberi tahu oleh pengurus warga setempat.
”Memang pungutannya bersifat sukarela, tetapi kami juga takut sertifikatnya beres terlalu lama. Karena itu, saya cari aman untuk bayar langsung, tunai,” kata Naneh.
Hal serupa menjadi pemikiran Manaf (76), warga RT 002 RW 016 Grogol Utara. Ia dimintai uang muka sebesar Rp 1 juta untuk pengurusan sertifikat tanah.
Mastur mengatakan, alasan pengembalian pungutan itu, berkas milik sebagian warga sulit untuk ditangani. Berkas milik Naneh, misalnya, terkendala dengan Peraturan Gubernur Nomor 239 Tahun 2015 tentang hak pengelolaan tanah dari lahan eks-desa.
Menurut aturan, warga yang tanahnya termasuk lahan eks-desa perlu membayar biaya retribusi terlebih dulu. Nilai biaya itu sebesar 25 persen dari luas tanah dikalikan nilai jual obyek pajak (NJOP) pada gerai PTSP kelurahan setempat.
Mastur tidak bisa menjamin bisa mengurus sertifikat sebagian warga hingga selesai. Karena itu, ia mengembalikan uang yang diminta secara penuh.
Riskan
Mengenai adanya pungutan, Lurah Grogol Utara Jumadi sebelumnya telah mengingatkan pengurus warga setempat bahwa hal itu berisiko besar. Ia telah menegur pengurus warga yang meminta pungutan tersebut.
”Sudah ditegaskan bahwa ini tidak boleh, ada surat edaran dari pemerintah kota bahwa PTSL tidak dipungut biaya. Namun, kelurahan juga sulit untuk mengontrol pengurus yang membuat kesepakatan orang per orang dengan warga,” kata Jumadi.
Ia berencana mengumpulkan warga dan kembali melakukan sosialisasi. Hal yang ditekankan oleh Jumadi adalah warga bisa saja menolak pungutan sukarela semacam itu. (Aditya Diveranta)