Pemprov Sulsel Terapkan Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menjadi pemerintah provinsi pertama di Indonesia yang menandatangani komitmen kebijakan pembangunan rendah karbon di Indonesia. Sejumlah program di bidang kehutanan, pertanian, transportasi, dan energi terbarukan akan dilaksanakan dengan berbasis ekonomi dan lingkungan.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan berkomitmen menerapkan kebijakan pembangunan rendah karbon. Sejumlah program di bidang kehutanan, pertanian, transportasi, dan energi terbarukan akan dilaksanakan dengan berbasis ekonomi dan lingkungan. Pemprov Sulsel pun menjadi pemerintah provinsi pertama di Indonesia yang melaksanakan komitmen itu.
Komitmen ini ditunjukkan dengan penandatanganan kesepakatan kerja sama antara Pemprov Sulsel dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional di Makassar, Selasa (12/2/2019). Penandatanganan dilakukan oleh Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Nurdin Abdullah mengatakan, komitmen ini menunjukkan keseriusan pemerintahannya untuk meningkatkan kesejahteraan berbasis lingkungan. “Kita lihat di daerah ini banyak kawasan konservasi yang beralih fungsi. Indonesia dahulu punya hutan tropis yang bagus. Lalu, karena harus cari uang, maka HPH (hak pengusahaan hutan) diterbitkan. Tapi, kerusakan yang ditimbulkan akibat kerusakan hutan tak sebanding dengan uang yang telah didapat," katanya.
Hal itu, lanjut Nurdin, harus jadi pembelajaran, termasuk kerusakan lingkungan yang menyebabkan bencana banjir seperti yang terjadi di Sulsel beberapa waktu lalu. "Ke depan harus diperbaiki,” ujar Nurdin.
Nurdin mengatakan, sesuai kesepakatan yang ditandatangani untuk pembangunan rendah karbon, ada beberapa hal yang jadi prioritas. Salah satunya yakni penghijauan sekaligus menekan laju pembukaan hutan. Ini terkait erat dengan pembangunan sektor pertanian di mana pemerintah diharapkan bisa meningkatkan produktivitas tanpa menambah lahan, terlebih jika itu harus mengorbankan kawasan konservasi.
“Pada komoditas kakao, misalnya, petani saat ini menghadapi persoalan produksi yang rendah. Ini bisa ditingkatkan dengan peremajaan dan menggunakan bibit yang bagus tanpa harus menambah luasan lahan," ujar Nurdin.
Begitu pula dengan sawah. Sulsel adalah salah satu pemasok utama pangan nasional. Peningkatan produksi harus dilakukan dengan sebisa mungkin menekan penambahan luas areal. "Yang harus dilakukan adalah memaksimalkan areal yang ada dan pemanfaatan lahan telantar,” kata Nurdin.
Bambang Brodjonegoro mengatakan, pembangunan rendah karbon menjadi salah satu fokus pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Saat ini, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 tengah disusun. Kerja sama dengan setiap provinsi diharapkan melahirkan rencana pembangunan daerah yang sinkron dengan rencana nasional.
Tugas provinsi juga membuat setiap kota dan kabupaten melaksanakan kebijakan pembangunan rendah karbon. Untuk program ini, pemerintah pusat akan memberi pendampingan, monitoring, dan evaluasi agar pelaksanaan sesuai yang ditetapkan.
Ini bukan lagi opsi, tapi keharusan.
Bambang menambahkan, pihaknya melakukan supervisi untuk empat kebijakan pembangunan. Selain soal kehutanan dan pertanian, juga untuk peningkatan kualitas udara, misalnya dengan sistem transportasi massal berbasis rel. "Ini, misalnya, dengan bentuk LRT (light rail transit) atau trem yang berbasis listrik," ujarnya.
Selain itu, aspek yang juga menjadi fokus adalah mengembangkan energi terbarukan. "Di Sulsel, hal ini sudah dimulai dengan pengembangan listrik tenaga bayu (angin) dan tenaga matahari," kata Bambang.
Menurut Bambang, dari kajian yang sudah dilakukan Bappenas, ekonomi akan jauh lebih meningkat dengan pola pembangunan berwawasan lingkungan. “Kalau dulu ekonomi selalu dibenturkan dengan lingkungan, dengan program rendah karbon, keduanya dilaksanakan seiring sejalan. Ini bukan lagi opsi, tapi keharusan,” ucapnya.