JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Indonesia belum bersiap-siap untuk menghadapi masa pensiun. Padahal, persiapan diperlukan agar masa pensiun bisa dijalani dengan rasa aman dan nyaman.
HSBC Global melakukan survei bertajuk ”Future of Retirement, Bridging the Gap” pada akhir 2018. Survei dilakukan terhadap 17.405 orang di 16 negara. Khusus Indonesia, survei direspons oleh 1.050 orang berusia minimal 21 tahun hingga berada di masa pensiun.
Head of Wealth Management PT Bank HSBC Indonesia Steven Suryana dalam paparannya di Jakarta, Selasa (12/2/2019), mengatakan, survei itu menemukan hanya 30 persen responden Indonesia yang menyiapkan dana pensiun setiap bulan.
”Realitas ini berbeda dengan ekspektasi mereka, di mana 68 persen responden dalam usia produktif berharap untuk memiliki masa pensiun yang nyaman,” kata Steven.
Fakta lain yang ditemukan adalah sebanyak 86 persen responden usia produktif khawatir terkait kecukupan uang untuk hidup pada masa pensiun. Sebanyak 83 persen responden khawatir dengan kenaikan biaya kesehatan, 77 persen risau akan kehabisan uang, serta 57 persen lainnya khawatir akan bergantung kepada kerabat ketika pensiun.
Hasil survei ini mendapati responden sadar risiko yang akan dihadapi pada masa pensiun. Namun, kekhawatiran yang ada rupanya belum menjadi pendorong untuk menyiapkan dana pensiun.
Steven melanjutkan, sebanyak 87 persen responden usia produktif memiliki ekspektasi untuk bekerja pada masa pensiun guna menjaga kualitas hidup. Ketika dijabarkan, ada responden yang menyatakan akan memulai bisnis sebesar 54 persen, kembali bekerja 25 persen, menjual barang milik 15 persen, serta mendiversifikasikan investasi 14 persen.
Head of Sales and Distribution PT Ashmore Asset Management Indonesia Steven Satya Yudha menyampaikan, kesadaran masyarakat untuk memiliki tabungan masih rendah. Hal ini terlihat, rasio simpanan dari penghasilan masyarakat Indonesia baru mencapai 21 persen. Adapun rasio simpanan di negara maju ada yang mencapai 60 persen.
Tiga jenis investasi
Steven Satya menambahkan, terdapat tiga jenis investasi yang harus dimiliki dalam menyiapkan masa pensiun, yaitu investasi reksa dana, asuransi, dan properti.
”Reksa dana diperlukan agar imbal hasil tinggi, asuransi untuk perlindungan, dan properti berperan sebagai lindung nilai dari seluruh investasi. Diversifikasi investasi untuk pensiun penting untuk menjaga risiko,” ujar Steven Satya.
Ia melanjutkan, investasi perlu dilakukan sejak dini agar nilai investasi dapat dimulai dalam jumlah kecil. Adapun investasi dengan imbal hasil dan risiko tinggi sebaiknya dilakukan pada masa awal kerja. Sementara investasi yang lebih konvensional dapat dilakukan menjelang masa akhir kerja.
Steven Satya mengatakan, konsultasi dengan perencana keuangan dibutuhkan untuk menghitung kisaran jumlah dana pensiun yang diperlukan. Banyak variabel yang perlu diperhatikan, misalnya gaji bulanan, usia memasuki pensiun, jenis dan waktu investasi yang tepat, inflasi bahan pokok, serta inflasi gaya hidup, seperti pendidikan.
Head of Bancassurance Allianz Life Indonesia Tahir Safuddin menambahkan, masyarakat Indonesia harus menyiapkan dana pensiun selama 16 tahun dengan asumsi memasuki masa pensiun pada usia 55 tahun dan usia harapan hidup mencapai 71 tahun.
”Yang perlu diwaspadai adalah pengeluaran pada usia pensiun dapat lebih mahal dibandingkan ketika berada pada usia produktif,” ujarnya.