Ketiga Terbanyak di Dunia, Raker Kesehatan Bahas Eliminasi Kusta
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Eliminasi penderita kusta akan menjadi salah satu persoalan kesehatan nasional yang dibahas pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional tahun 2019. Penularan penyakit kusta baru masih tinggi dan menempatkan Indonesia di peringkat ketiga terbanyak di dunia pada tahun 2017.
Masalah kesehatan lain yang juga jadi perhatian pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas), yaitu logistik obat dan alat kesehatan, prevalensi penyakit tidak menular serta pencegahan stunting.
Rakerkesnas tahun 2019 akan berlangsung pada Selasa hingga Rabu (13/2/2019) di Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan. Acara itu akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan dihadiri perwakilan pemerintah daerah kabupaten dan provinsi di seluruh Indonesia.
Jika mengacu pada catatan Kompas, persoalan penularan kusta di Indonesia masih marak terjadi. Saat ini, terdapat 10 Provinsi yang belum mampu mengeliminasi penularan penyakit itu, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Prevalensi pengidap kusta di 10 provinsi itu lebih dari 1 per 10.000 penduduk. Padahal, jika mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, semua provinsi di Indonesia ditargetkan bebas kusta pada tahun 2019.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Langsung Kementerian Kesehatan Wiendra Waworunto, mengakui target eliminasi kusta sulit untuk dicapai pada tahun 2019. Hal itu, karena prevalensi penyakit kusta di Maluku dan Papua masih tinggi. Adapun provinsi dengan prevalensi kusta tertinggi ada di Papua Barat, yakni 11,48 per 10.000 penduduk, (Kompas, 8/2/2019).
Situasi ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus baru kusta nomor tiga terbanyak di dunia pada tahun 2017 berdasarkan data Global Leprosy Update. Data yang dipublikasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) itu, diketahui bahwa tahun 2017 terdapat 15.910 kasus kusta baru di Indonesia, setelah India (26.164 kasus), dan Brasil (26.875 kasus).
Selain kusta, isu kesehatan nasional yang masih menyisakan persoalan, yaitu produksi obat untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular. Untuk produksi obat, produsen terbebani biaya modal yang tinggi dan pembayaran dari pemerintah yang masih lambat.
Ketua Divisi Distribusi Gabungan Perusahan Farmasi Indonesia Hery Sutanto, pada 17 Januari 2019, mengatakan, produsen masih terbebani saat berbisnis di JKN. Hal itu disebabkan volume permintaan obat yang terus meningkat tetapi tidak diringi dengan profitabilitas.
Mereka juga dituntut untuk selalu membayar Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 persen, tetapi baru mendapatkan sisa pembayaran dari pemerintah setelah 18-24 bulan yang jumlahnya bisa mencapai Rp 2 triliun, (Kompas, 17/1/2019).
Sementara itu, terkait prevalensi penyakit tidak menular, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, memperlihatkan prevalensi berbagai penyakit tidak menular meningkat dibandingkan Riskesdas tahun 2013. Prevalensi penyakit tidak menular yang meningkat, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi.
Kenaikan prevalensi ini terkait dengan gaya hidup, seperti merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta konsumsi sayur dan buah. Misalnya prevalensi merokok umur 10 tahun ke atas pada tahun 2013 sebesar 29,3 persen, tidak berubah banyak pada tahun 2018, yaitu 28,8 persen.
Pendekatan meningkat
Meski masih banyak persoalan yang harus dibenahi, namun upaya pemerintah meningkatkan kesehatan masyarakat terus menunjukkan perubahan pada tahun 2018 dibandingkan tahun sebelumnya. Melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK), Kementerian Kesehatan menerapkan strategi mendatangi langsung rumah masyarakat untuk pendataan penyakit dan pemeriksaan kesehatan.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo, pada Senin (11/2/2019), di Tangerang Selatan, mengatakan, pada tahun 2017 terdapat 2.926 puskesmas di 514 kabupaten/kota yang melaksanakan PISPK. Adapun pada tahun 2018 meningkat menjadi 6.205 puskesmas dengan total kepala keluarga yang tersentuh program itu mencapai 25 juta.
Namun, mendekatkan pelayanan pada masyarakat, kata Bambang masih menyisakan kendala terutama di daerah pedalaman dan terpencil. Pelaporan data penyakit dan pemeriksaan kesehatan terhambat akses jaringan internet. (STEFANUS ATO).