Dalam Setahun 29.500 Hektar Lahan Kritis di Kalsel Dipulihkan
Selama satu tahun, lahan kritis seluas 29.500 hektar di wilayah Kalimantan Selatan berhasil dipulihkan. Pemulihan lahan kritis itu dilakukan lewat program revolusi hijau yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pada 2017.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS – Selama satu tahun, lahan kritis seluas 29.500 hektar di wilayah Kalimantan Selatan berhasil dipulihkan. Pemulihan lahan kritis itu dilakukan lewat program revolusi hijau yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pada 2017.
Program revolusi hijau mulai terealisasi pada 2018. Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Selatan 2016-2021, revolusi hijau ditargetkan bisa memulihkan lahan kritis seluas 32.000 hektar per tahun selama 20 tahun.
Berdasarkan data terakhir Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel tahun 2017, lahan kritis di Kalsel luasnya 511.940 hektar. Jika program revolusi hijau terealisasi dengan baik, dalam jangka waktu 20 tahun, semua lahan kritis di Kalsel dipastikan sudah pulih kembali.
”Tahun 2018, realisasinya memang masih di bawah target. Namun, itu sudah meningkat 10 kali lipat dibandingkan realisasi program penghijauan tahun-tahun sebelumnya, yang hanya 2.500 hektar per tahun,” kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel Hanif Faisol Nurofiq di Banjarbaru, Senin (11/2/2019).
Tahun ini, revolusi hijau diupayakan bisa mencapai target RPJMD Kalsel walaupun potensi lahan kritis yang sudah dipetakan tahun ini mencapai 45.000 hektar. ”Kami sesuaikan dengan target RPJMD saja dulu,” ujarnya.
Tahun 2018, realisasinya memang masih di bawah target. Namun, itu sudah meningkat 10 kali lipat dibandingkan realisasi program penghijauan tahun-tahun sebelumnya, yang hanya 2.500 hektar per tahun
Menurut Hanif, kegiatan penanaman pohon dalam program revolusi hijau dilakukan dengan melibatkan warga masyarakat. Ada 353 desa di dalam kawasan hutan yang dilibatkan untuk menyukseskan program tersebut.
”Sebagai tahap ujicoba, setiap desa dibebani menanam pohon di lahan seluas 5 hektar. Kalau itu terealisasi semua, hasilnya cukup besar,” katanya.
Adapun, jenis pohon yang mulai ditanam warga desa saat ini adalah sengon dan jabon. Dua jenis kayu tersebut dinilai punya harga jual cukup tinggi dan sudah bisa dipanen dalam lima tahun. Saat ini, harga sengon Rp 700.000 sampai Rp 800.000 per meter kubik, sedangkan jabon Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta per meter kubik.
”Sementara ini, dua jenis kayu itu dulu yang ditanam warga. Kami juga masih melihat kemungkinan untuk menanam jenis lain yang harganya menjanjikan,” tuturnya.
Selain menanam pohon di lahan kritis dalam kawasan hutan, program revolusi hijau juga direalisasikan dengan menanam pohon di sepanjang ruas jalan Trans-Kalimantan, di sebelah kiri dan kanan ruas jalan tersebut.
”Ini adalah upaya nyata seluruh masyarakat Kalimantan Selatan untuk membangun indeks kualitas lingkungan hidup, yang salah satu komponen terpentingnya yaitu adanya tutupan lahan,” kata Hanif.
Pada 2016, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kalsel masih berpredikat kurang baik dengan nilai 59,07. IKLH Kalsel menempati urutan ke-26 dari 33 provinsi. Setahun kemudian, IKLH Kalsel membaik, yakni berpredikat cukup baik dengan nilai 69,38. IKLH Kalsel menempati urutan ke-19 dari 34 provinsi. ”IKLH Kalsel saat ini sudah berada di urutan ke-17,” ujarnya.
Ketua Komunitas Jurnalis Pena Hijau Indonesia Kalsel Denny Susanto mengapresiasi dan mendukung gerakan revolusi hijau yang dijalankan Pemprov Kalsel karena mampu mempercepat pengurangan luasan lahan kritis di Kalsel.
Program tersebut mulai berhasil dalam merehabilitasi daerah aliran sungai dan memaksimalkan kewajiban perusahaan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk memulihkan lahan kritis, yang pada tahun-tahun sebelumnya kurang maksimal.
”Namun, terkait penghijauan di sepanjang ruas jalan Trans-Kalimantan hendaknya dievaluasi karena banyak lokasi tanam tidak tepat. Pohon-pohon yang ditanam di kiri dan kanan jalan berpotensi mengganggu jaringan listrik dan telepon,” kata Denny.