Akui Ditelpon Eni, Dirut PLN Tak Paham Maksud Pembicaraannya
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir, mengaku ditelpon mantan Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat fraksi Partai Golkar (nonaktif) Eni Maulani Saragih terkait kepentingan mantan Menteri Sosial dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Meski demikian, Sofyan mengaku tidak mengetahui konteks bahasan dalam percakapan telepon antara dirinya dengan Eni.
Sofyan mengungkapkan pengakuannya tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa perkara suap terkait proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (12/2/2019). Idrus diduga menerima suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1 dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johanes Budisutrisna Kotjo sebesar Rp 2,25 miliar.
Sebelum bertanya kepada Sofyan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi sempat memperdengarkan rekaman percakapan antara Sofyan dan Eni. Dalam percakapan itu, Eni menyebutkan nama Idrus dan Kotjo.
Berikut cuplikan rekaman percakapan pada tanggal 2 Juli 2018 yang diputarkan jaksa KPK.
Eni : Pak, aku penting mau ketemu Bapak. Bisa hari ini jam berapa ya Pak? Halo? Halo? Sofyan: Di Ujung Pandang
Eni: Halo?
Sofyan: Iya
Eni: Ooo di Ujung Pandang?
Sofyan: Iya iya
Eni: Kapan balik Pak?
Sofyan: Besok bisa ketemu, boleh.
Eni: Oh besok ya? Karena ini terkait dengan yang kemarin kemudian sudah selesai gitu ya. Saya penting, karena penting juga itu buat Bang Idrus kita (tertawa) gitu ya.
Sofyan: Oke, oke, ya ya
Eni: Jadi saya penting ngomong, karena yang bisa ini kan ke Pak Kotjo itu Pak Sofyan sekarang, gitu Pak.
Sofyan: Oke oke baik.
Konteks percakapan
Jaksa KPK Ronald F Worotikan pun menanyakan konteks dari percakapan tersebut. “Pada saat ini konteksnya apa? Apa yang saksi ingat?” tanya Ronald.
“Tampaknya, saya belum tahu maksudnya. Kalau tidak salah saya lagi berhadapan dengan bu menteri BUMN,” jawab Sofyan.
“Apakah maksud percakapan ini, saksi akan melakukan pertemuan dengan Ibu Eni?” kata Ronald.
“Mungkin saja,” ujar Sofyan.
Ronald menyebutkan, setelah percakapan itu, Sofyan melakukan pertemuan dengan Eni di salah satu hotel. Sofyan pun mengaku dirinya tidak ingat akan pertemuan itu.
Ronald kembali bertanya terkait perkataan Eni kepada Sofyan, yakni kalimat ‘ini penting untuk bang Idrus’ dan ‘karena yang bisa ini kan Pak Kotjo kan Pak Sofyan’.
“Lalu saksi mengatakan ‘oke oke’. Ini sebenarnya membicarakan apa kaitannya dengan terdakwa ?” tanya Ronald.
“Mohon maaf, mungkin karena waktu telepon posisi saya di depan menteri ya. Saya tidak menangkap (maksudnya), jadi yang penting buru-buru selesai saja,” kata Sofyan.
Ronald terus mencecar Sofyan terkait makna perkataan Eni tersebut. Namun, Sofyan tetap menjawab dengan hal yang sama yaitu, dirinya sungguh-sungguh tidak mengetahui yang dimaksudkan Eni.
“Saksi tahu maksudnya mengenai ‘penting untuk bang Idrus’?, tanya Ronald.
“Saya sampai hari ini sungguh tidak tahu. Jujur karena saya di depan bu menteri, saya ingin cepat jawab supaya selesai,” ucap Sofyan.
Tidak dijelaskan
Dalam persidangan tersebut, Sofyan mengaku pernah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Eni dan Kotjo. Bahkan, mereka bersama Idrus pernah bertemu di rumah Sofyan.
Menurut Sofyan, pertemuan di kediamannya itu tidak pernah membahas proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1. Eni, disebut Sofyan, juga tidak menjelaskan poin-poin penting terkait Idrus kepada dirinya.
Idrus didakwa bersama Eni menerima suap dari Kotjo secara bertahap dengan total sebesar Rp 2,25 miliar. Uang tersebut diberikan agar Kotjo dapat mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang Riau 1.
Adapun Idrus, yang saat itu menjadi penanggung jawab Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar, juga mengarahkan Eni untuk meminta uang sebesar Rp 2,5 juta dollar AS kepada Kotjo.
Idrus juga meminta kepada Kotjo supaya membantu Eni, guna keperluan suaminya yang mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Temanggung, Jawa Tengah, tahun 2018. (MELATI MEWANGI)