Ada Ratusan “Hantu Sawah” di Bentara Budaya Jakarta
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perupa Hari Budiono dari Yogyakarta akan menggelar pameran bertajuk “Memedi Sawah” atau “Hantu Sawah” di Bentara Budaya Jakarta pada 15 – 23 Februari 2019. Pameran yang menampilkan karya lukisan dan instalasi ini dibuka pada Kamis (14/2/2019), pukul 19.30 oleh pelaku seni Budaya, Inaya Wahid.
Hari memilih simbolisasi berupa “Memedi Sawah”dalam pamerannya untuk menggambarkan teror yang melingkupi masyarakat saat ini. Memedi atau orang-orangan yang terbuat dari jerami dahulu berfungsi untuk menjaga dan penghalau burung-burung yang menjadi hama tanaman padi di sawah.
Hari memilih simbolisasi berupa “Memedi Sawah”dalam pamerannya untuk menggambarkan teror yang melingkupi masyarakat saat ini.
Namun demikian, dalam pameran ini Hari mencoba menyuguhkan perumpamaan bahwa kini justru sang penjagalah yang menjadi pengganggu dalam suatu lingkungan. “Memedi sawah menjadikan kita saling curiga, saling membenci, saling tak menghargai, selalu merasa menang dan benar sendiri, sehingga kita menjadi manusia-manusia intoleran,” ujarnya, Selasa (12/2/2019), di sela-sela persiapan pameran di Bentara Budaya Jakarta.
Pameran seni rupa ini menjadi menarik dengan kehadiran 115 memedi sawah yang dipajang berjajar di aula Bentara Budaya Jakarta. Karya instalasi bertajuk “Jangan Takut Memedi Sawah“ ini masing-masing tampak memegang lukisan kecil wajah-wajah tokoh yang sedang tertawa dan syair lagu Ibu Pertiwi.
Penampakan wajah-wajah tokoh ini unik karena seluruhnya terlihat tersenyum dan tertawa. Rupanya, Hari mencoba menyuguhkan sebuah perlawanan terhadap teror yang dilakukan oleh para memedi sawah.
“Memedi Sawah itu jadi tidak menakutkan lagi, mereka telah tertawa dengan tawa manusia Indonesia, mulai dari presiden sampai rakyat biasa. Memang, ketakutan sosial hanya bisa dikalahkan dengan tertawa bersama-sama. Ketakutan itu memecah belah, sedangkan tertawa itu menyatukan,” ungkap GP Sindhunata, kurator Bentara Budaya, dalam tulisannya tentang pameran ini.
Selain instalasi, Hari juga menampilkan 10 karya lukis yang mencoba merespon kritik sosialnya terhadap situasi yang tengah berkembang di masyarakat, terutama terkait isu-isu yang menakutkan di era masa kini, mulai dari intoleransi, kebencian, kecurigaan, dan sebagainya.
Meruwat kehidupan
Pengamat seni sekaligus Kurator Bentara Budaya, Efix Mulyadi menambahkan, pameran seni rupa ini merupakan langkah kreatif Hari dalam meruwat kehidupan bersama yang terus- menerus terancam oleh “memedi-memedi sawah” masa kini yang bermunculan dari segala penjuru.
Pameran seni rupa ini merupakan langkah kreatif Hari dalam meruwat kehidupan bersama yang terus- menerus terancam oleh “memedi-memedi sawah” masa kini yang bermunculan dari segala penjuru.
Selain dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta pada 14 – 23 Februari 2019, karya-karya Memedi Sawah juga akan dihadirkan di Bentara Budaya Bali (2-9 Maret 2019), Solo (14-20 Maret 2019), dan Yogyakarta (23-30 Maret 2019).
Hari Budiono adalah seniman lulusan Sekolah Tinggi Seni Rupa “ASRI“ Yogyakarta tahun 1985. Ketika tahun 1982 Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama mendirikan Bentara Budaya di Yogyakarta, bersama Sindhunata, GM Sudarta, JB Kristanto, Hajar Satoto, dan Ardus M Sawega, Hari menjadi pelaksana angkatan pertama.
Hari juga pernah menjadi wartawan majalah bergambar Jakarta-Jakarta (tahun 1986 – 1989 dan 1993 – 1994) dan menjabat sebagai Redaktur Foto Harian Bernas Yogyakarta (tahun 1990 – 1993). Beberapa karya tulisan budayanya pernah tayang di sejumlah media, seperti tabloid Citra, majalah Intisari, The Jakarta Post, dan harian Kompas. Saat ini, Hari menjadi kurator Bentara Budaya, lembaga kebudayaan milik Kompas Gramedia.