Heru Subianto dan Lampion 12 Karakter Shio di Pasar Gede Solo
Ribuan lampion warna-warni menghiasai kawasan Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah pada perayaan Imlek 2570/2019. Tidak hanya berwarna merah, ada lampion berwana biru, ungu, merah muda, kuning, hijau, oranye dan putih.
Lampion aneka warna itu dipasang di atas jembatan Kali Pepe kawasan Pasar Gede. Di atas jembatan itu juga terpasang lampion-lampion berwarna merah. Lampion merah juga di pasang di atas jalan Jenderal Sudirman di depan Balai Kota Solo, di atas Jalan Urip Sumoharjo di depan Pasar Gede, serta di atas jalan RE Martadinata depan Kelenteng Tien Kok Sie di samping Pasar Gede.
Di antara ribuan lampion-lampion berbentuk bulat itu, ada lampion-lampion unik berbentuk 12 karakter shio yaitu babi, ayam, tikus, monyet, kerbau, kambing, kelinci, naga, harimau, ular, kuda, dan anjing. Lampion dengan tinggi sekitar 2,5 meter itu dipasang berjajar di depan Pasar Gede. Selain di lokasi tersebut, ada juga lampion-lampion berbentuk karakter 12 shio yang di pasang di median Jalan Jenderal Sudirman.
Pada saat malam, lampion-lampion itu menyala warna-warni sehingga menjadi obyek favorit untuk berswafoto warga. Walaupun puncak perayaan Imlek sudah lewat, Senin (4/2/2019) silam, namun jika cuaca tidak hujan, pada saat malam kawasan Pasar Gede yang bertabur cahaya lampion selalu didatangi ribuan warga. Pada Sabtu (9/2/2019) malam lalu, misalnya, ribuan warga kembali memadati kawasan depan Pasar Gede untuk menikmati suasana taburan warna-warni cahaya lampion.
Lampion 12 shio yang ditempatkan di depan Pasar Gede itu dibuat Heru Subianto (69) yang juga memiliki nama Soei Tie Bian, warga Kampung Debegan, Kelurahan Mojosongo, Jebres, Solo.
Heru membuat lampion-lampion shio pada 2014 silam. Saat itu, Perkumpulan Masyarakat Surakarta memesan lampion berbentuk karakter 12 shio untuk menyemarakan perayaan Imlek di Solo. “Untuk membuat satu lampion butuh waktu 5-7 hari,” kata Heru di rumahnya di Mojosongo, Solo, Kamis (31/1/2019).
Lampion tersebut dibuat dari rangka besi. Material ini dipilihnya karena jauh lebih kuat dan tahan lama jika dibandingkan dengan bambu. Pemakaian besi bisa membuat rangka lampion tahan lebih dari lima tahun. “Kalau pakai bambu setahun sudah rapuh sehingga saya pilih besi baja,” katanya.
Pada Sabtu (9/2/2019) malam lalu, misalnya, ribuan warga kembali memadati kawasan depan Pasar Gede untuk menikmati suasana taburan warna-warni cahaya lampion.
Untuk membuat 12 lampion shio tersebut, Heru dibantu lima pekerja lepas. Mereka khusus membantunya membuat lampion saat ada pesanan. Jika tidak ada pesanan, mereka bekerja di tempat lain. Heru bertugas merancang dan merekayasa rangka besi hingga membentuk tubuh binatang 12 shio. Lima orang lainnya bertugas mengelas, memotong besi, dan memasang kain, kabel dan lampu.
“Membuat lampion shio seperti itu tidak bisa dijadikan sumber penghasilan tetap karena pesanannya tidak selalu ada. Jadi, saya juga tidak punya karyawan tetap. Kalau ada pesanan, baru saya minta bantuan mereka. Ini kerja sambilan saja dan saya senang mengerjakannya,” tuturnya.
Walaupun kuat, rangka besi itu harus dirawat dengan baik agar tidak bengkok maupun berkarat. Jika penyimpanan pasca pemasangan lampion dilakukan sembarangan bisa mengakibatkan rangka menjadi bengkok. Jika rangka telah bengkok, maka wujud lampion menjadi tidak indah lagi. Selain itu, umumnya kerusakan adalah pada bagian kain penutup. Ini karena terpapar panas dan hujan selama pemasangan di pinggir jalan. “Kalau kainnya rusak bisa diganti kainnya saja,” katanya.
Heru menggunakan kain berjenis satin untuk membuat lampion. Kain jenis ini dipilihnya karena memiliki sifat lentur saat ditarik sehingga bentuk lampion menjadi lebih rapi. Ia sempat mempertimbangkan kain parasut, namun jenis tersebut kurang lentur. “Kalau tidak lentur jadinya nggak rapi sehingga hasil akhirnya kurang bagus,” ujarnya.
Heru menuturkan, harga lampion shio yang dipasang di depan Pasar Gede itu masing-masing Rp 5 juta per unit. Sementara itu, untuk biaya perbaikan bila ada yang rusak, seperti mengganti seluruh kain sebesar Rp 2,5 juta per unit. “Tahun ini saya hanya membuat satu lampion berbentuk karakter Pat Kay yang ada dalam kisah Sun Go Kong atau Kera Sakti,” ujarnya.
Heru menuturkan, lampion itu dibuat seperti tokoh Pat Kay karena Imlek 2570/2019 merupakan tahun dengan shio babi tanah. Lampion seharga Rp 7,5 juta itu dipasang Panitia Bersama Imlek di seberang jalan depan Pasar Gede. “Supaya lampion itu bentuknya tidak hanya seperti babi biasa, dikreasikan menjadi tokoh Pat Kay agar lebih menarik,” katanya.
Heru mengaku, saat Imlek 2017 mendapatkan pesanan membuat tiga lampion berbentuk ayam sesuai dengan shio tahun itu. Sementara itu, pada 2018 mendapatkan pesanan dua lampion berbentuk anjing karena tahun itu shionya anjing. Tahun 2018, Heru juga membuat lampion berbentuk punakawan yang sekarang juga dipasang lagi di depan Balai Kota Solo.
Ketua Panitia Bersama Imlek 2570/2019 Sumartono Hadinoto mengatakan, selain kembali memasang lampion 12 shio karya perajin asal Solo, Heru Subianto, tahun ini dipasang lampion 12 shio baru yang dibeli dari Malang, Jawa Timur. Ini agar warga yang ingin menikmati suasana Imlek dan berswafoto bersama lampion-lampion shio tidak bosan dengan lampion lama. “Dari kualitas produk, hampir sama bagusnya,” katanya.
Selain lampion shio, Panita Bersama Imlek memasang 5.000 lampion jenis bulat. Lampion beraneka warna dipasang untuk mengingatkan bahwa Solo merupakan kota majemuk. Kemajemukan masyarakat di Solo itu disimbolkan dengan lampion warna-warni .
“Satu hal yang membuat kami bangga, Imlek kini bukan milik satu kelompok tapi hampir (semua) masyarakat Solo merasakan memiliki Imlek,” tuturnya. Karena itu, pihaknya mengusung tema Persatuan dalam Keragaman dalam perayaan Imlek kali ini.
Menjelang perayaan Imlek, perajin lampion lainnya menerima banyak pesanan. Hanif Marimba (48), perajin lampion di Widuran, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Jebres, Solo mengaku mendapatkan pesanan 4.000 lampion berbentuk bulat. Jumlah itu meningkat 10 persen dibandingkan 2018. Dari jumlah itu, sebanyak 2.000 diantaranya pesanan dari dari Solo. “Sebagian besar sudah dikirim. Ada yang beli untuk dipasang di rumah, ada juga untuk dipasang di hotel atau cafe,” katanya.
Hanif mematok lampion buatanya dengan harga mulai dari Rp 25.000 - Rp 350.000 bergantung ukuran. Tidak hanya merah, ia juga membuat lampion aneka warna seperti biru, kuning, hijau, ungu dan lainnya. “Pesanan terbanyak warna merah,” katanya.
Lampion-lampion itu dibuatnya dengan rangka rotan serta kain satin. Di luar Imlek, Hanif biasanya memproduksi 1.000-1.500 buah lampion per bulan. “Sekarang ini semakin banyak produk lampion impor di pasaran. Kalau sebelumnya lampion impor itu hanya berwarna merah sekarang juga sudah warna-warni. Ini membuat kami khawatir,” katanya.