JAKARTA, KOMPAS — Survei elektabilitas calon anggota legislatif di daerah pemilihan DKI Jakarta masih didominasi wajah-wajah caleg petahana yang akan bersaing pada Pemilihan Umum 2019. Hal ini mendorong caleg baru agar bekerja lebih keras meningkatkan popularitas di masyarakat.
Survei Charta Politika menunjukkan, nama-nama caleg petahana mendominasi daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta, yakni dapil 1 (Jakarta Timur), dapil 2 (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan luar negeri), serta dapil 3 (Kepulauan Seribu, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara).
”Caleg petahana lebih dikenal dan lebih dipilih karena beberapa faktor, di antaranya karena kinerja dan berjiwa sosial,” ujar Direktur Riset Charta Politika Indonesia Muslimin pada rilis survei ”Menerka Wajah Wakil Rakyat Ibu Kota”, Senin (11/2/2019), di Jakarta.
Survei dilaksanakan pada 18 Januari hingga 25 Januari 2019 dengan jumlah sampel 800 responden di setiap dapil. Margin of error dari survei ini lebih kurang 3,4 persen dengan tingkat kepercayaan mencapai 94 persen.
Muslimin menyebutkan, kinerja dan jiwa sosial memiliki arti penting bagi masyarakat karena kedua hal itu bersentuhan langsung dengan sisi emosional publik. Menurut dia, kampanye yang mampu menyentuh sisi emosional dianggap lebih kuat mengikat calon pemilih daripada mengampanyekan program caleg.
Berdasarkan survei, nama-nama caleg petahana yang mendominasi dapil di DKI Jakarta antara lain Eko Hendro Purnomo (PAN) yang bersaing di dapil 1, Charles Honoris (PDI-P) dari dapil 3, dan Eriko Sotarduga (PDI-P) dari dapil 2. Ketiganya berada di jajaran tiga teratas survei elektabilitas.
Sementara untuk survei tingkat popularitas, hanya Tsamara Amany Alatas, caleg dari PSI, yang mampu mengungguli kepopuleran caleg petahana di dapil 2. Namun, tingkat elektabilitas Tsamara masih kalah dari caleg petahana sekaligus Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid yang juga mencalonkan diri dari dapil tersebut.
”Sebagai pendatang baru, Tsamara memang cukup dikenal, tetapi bagi publik, mungkin belum menjadi pilihan terbaik dan belum ada pembuktian kinerja,” kata Muslimin.
Oleh karena itu, lanjutnya, tingkat kepopuleran belum menentukan tingkat keterpilihan caleg di masyarakat.
Kerja keras
Muslimin menilai, caleg baru perlu menajamkan kembali cara-cara berkampanye agar dapat menciptakan diferensiasi antar-caleg. Ini supaya publik mudah mengenali sosok caleg yang akan bersaing di pemilu mendatang.
”Hal itu perlu dilakukan karena banyaknya nama caleg dan euforia Pemilu 2019 lebih berfokus pada pemilihan presiden dan wakil presiden sehingga masyarakat sulit menentukan pilihan pada sosok caleg,” kata Muslimin.
Di sisi lain, Charles Honoris mengaku belum puas dengan hasil survei tersebut meski secara elektabilitas unggul dibandingkan para pesaingnya di dapil 3. Ia menilai, hasil tersebut masih sangat dinamis karena dalam politik segala sesuatu dapat berubah secara cepat.
Sementara bagi Tsamara, tingkat kepopuleran yang diraihnya saat ini merupakan hasil kerja keras relawan. ”Meski begitu, persaingan di dapil 2 ini sangat ketat dan dinamis. Untuk itu, saya harus bekerja lebih keras lagi,” ucapnya.
Menurut Tsamara, kerja-kerja itu dilakukan dengan menggenjot isu-isu yang selama ini ditawarkan PSI kepada publik secara konsisten. Selain itu, ia akan memperkuat kinerja relawan di lapangan agar mampu meraih satu kursi di dapil 2. (DIONISIO DAMARA)