Sebuah gerobak kopi di gang Pintu Barat Pasar Modern BSD, Serpong, Tangerang Selatan, sudah sejak Jumat (8/2/2019) tidak beroperasi. AS, karyawan yang biasanya meracik kopi gerobak itu, ditangkap polisi pada Kamis (7/2/2019) malam.
AS adalah remaja yang viral lewat video di media sosial karena merusak sepeda motornya sendiri seusai ditilang polisi di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan. Polisi menilang AS yang saat itu memboncengkan pacarnya karena melawan arus dan tak menggunakan helm.
Di hadapan pacar dan polisi yang menilangnya, AS seperti mengamuk, merusak sepeda motor dengan mencabuti bagian per bagian. Tak hanya mencopoti bagian per bagian sepeda motornya, AS juga menggulingkannya di depan seorang polisi lalu lintas yang tengah menulis surat tilang. Kejadian tersebut direkam lalu diunggah ke media sosial dan membuat heboh.
Polisi kemudian menangkap AS karena sepeda motor yang dia rusak diduga bodong alias tak memiliki surat-surat resmi. Kepada polisi, AS mengaku membeli sepeda motor di media sosial Facebook seharga Rp 3 juta.
Sepeda motor itu diduga hasil penggelapan yang diduga dilakukan oleh D, tersangka yang kini menjadi buronan Tim Vipers Polres Tangerang Selatan. AS terancam maksimal hukuman 6 tahun penjara atas perbuatannya itu.
D diduga melego sepeda motor Scoopy merah melalui media sosial. Sepeda motor itu milik Nur Ichsan, orang yang menggadaikan sepeda motor itu kepada D. Hingga Senin, 11 Februari, polisi masih mencari D.
Pihak keluarga dan teman sejawat di Pasar Modern BSD, Serpong, tak ada yang mengetahui ihwal sepeda motor yang dibeli AS lewat media sosial Facebook pada Desember 2018 itu. Semua orang terkejut, AS membeli sepeda motor bodong.
”AS tidak pernah ngomong soal motor. Kami di sini, ya, ngobrol-ngobrol biasa saja. Kalau lagi senggang, main gim bareng,” kata Madsuki (22), pedagang yang berjualan cairan pembersih lantai di samping gerobak AS.
Pada Kamis (7/2/2019), setelah AS mengamuk karena sepeda motornya ditilang polisi, Madsuki masih melihat AS berjualan. Muka AS terlihat jengkel.
”Kenapa?” tanya Madsuki.
”Enggak, barusan habis ribut sama polisi,” kata AS.
Sejumlah pedagang lain di pasar ini juga tak ada yang tahu ihwal pembelian sepeda motor itu. ”Anaknya agak tertutup. Kami tahu AS beli motor, tetapi AS tidak pernah cerita dia beli motor dari siapa,” kata Yayat, karyawan toko gorden pintu.
Kompas menelusuri sebuah rumah kontrakan di RT 001 RW 01 Kelurahan Rawa Mekar Jaya, Serpong. Di ruang bernomor 84 B itu, AS ditangkap pada Kamis tengah malam.
Rumah kontrakan itu dihuni oleh Turminah dan Jahari, orangtua AS. Menurut Eli (50), induk semang kontrakan, suami istri itu telah berangkat ke Serpong, ke tempat anaknya yang nomor empat.
”Saat AS ditangkap polisi, orangtuanya sudah tidak di sini,” kata Eli.
AS merupakan anak ke-6 dari tujuh bersaudara. Kakak AS, Sundari (24), mengontrak persis di samping tempat AS ditangkap.
Ia juga tidak mengetahui adiknya membeli sepeda motor bodong. ”Saya tahu AS punya motor baru seminggu ini. Kami jarang bicara. Dia sibuk kerja, saya juga,” kata Sundari, sambil menggendong anaknya yang sedang demam.
Berkali-kali Sundari menjawab tidak tahu ihwal adiknya itu. Di sisi lain, ia mengaku AS menjadi tulang punggung keluarga. AS membiayai kontrakan orangtua mereka yang sudah jalan dua bulan.
Bahkan, AS juga yang mengajaknya merantau ke Tangerang Selatan. Namun, ia tak tahu alamat kontrakan adiknya itu. ”AS cuma bilang indekos sama temannya.”
Pengakuan Sundari yang baru mengetahui AS beli motor seminggu lalu mengejutkan. Sebab, menurut Eli, AS rutin mengunjungi indekos orangtua mereka, setidaknya tiga kali sebulan. Terhitung bulan ini, orangtua AS sudah indekos selama tiga bulan.
Keberadaan D masih belum jelas. Bahkan, polisi belum bisa menjawab D orang mana. Sementara AS sudah mengenakan seragam oranye, menanti putusan atas kasusnya. (INSAN ALFAJRI)