Alvaro Morata yang baru pindah dari Chelsea ke Atletico Madrid mengalami dilema saat akan menjalani laga derby Madrid melawan Real Madrid. El Real pernah membesarkannya, tetapi Atletico adalah cinta masa lalunya dan klub barunya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Pelik. Kata itulah yang bisa mewakili perasaan penyerang Spanyol, Alvaro Morata, dengan kota kelahirannya, Madrid. Morata sedang kalut dalam segitiga rasa cinta dan benci kepada dua klub terbesar di ibu kota Spanyol, Atletico Madrid dan Real Madrid, yang akan menjalani laga derbi, Sabtu malam.
Sejak kecil, Morata mengikuti jejak sang kakek sebagai pencinta garis keras Atletico. Dia sudah bermimpi menjadi pesepak bola profesional dengan seragam merah dan putih tim berjuluk ”Los Rojiblancos” ini.
Pada usia 11 tahun, dia berguru sepak bola di akademi Atletico. Penyerang kelahiran 23 Oktober 1992 itu mengejar impiannya bersama sahabat dekatnya, gelandang tengah Jorge Resurreccion Merodio, yang kini dikenal sebagai Koke.
Namun, mimpi tak seiring dengan kenyataan. Nasib Morata dan Koke bak bumi dan langit. Koke moncer menuju tim remaja, sedangkan Morata frustrasi karena kekurangan kesempatan bermain.
”Saya berhenti menikmatinya. Saya tidak bermain banyak. Juga tidak punya hubungan baik dengan anggota tim lain, kecuali Koke,” kata pemain yang telah tampil 27 kali di tim nasional Spanyol itu.
Pemain berusia 26 tahun itu mengubur mimpinya pada 2007. Dia menyeberang ke akademi Getafe. Kepindahan itu membuka jalannya menuju tim yang sangat dibencinya pada masa lalu, Real Madrid.
Bakatnya selama di Getafe terpantau ”El Real”. Sang pemain bertinggi badan 1,87 meter itu pun mengikuti jejak legenda Spanyol, Raul Gonzales, yang pindah dari tim masa kecil, Atletico, ke Real Madrid pada 15 tahun sebelumnya.
Sejak saat itu, sisanya hanyalah sejarah. Morata menjalani debutnya di tim senior Madrid pada usia 18 tahun. Dia menjadi pemain muda paling menjanjikan di ”Los Blancos”.
Pada April 2013, Morata membantu El Real menumbangkan Atletico, 2-1, di markas lawan, stadion impiannya saat kecil, Vicente Calderon. Total dia mencatatkan 31 gol dan 12 asis dalam 95 penampilan bersama Sergio Ramos dan rekan-rekan.
Cinta dan benci
Morata mengabdi lima tahun bersama Madrid (2010-2014 dan 2016-2017). Pada 2014-2016, sang penyerang flamboyan itu sempat pindah ke Juventus sebelum kembali satu musim ke Stadion Santiago Bernabeu, markas El Real. Dan akhirnya, ia menyeberang ke klub Inggris, Chelsea, pada musim selanjutnya.
Kehilangan sentuhan terbaik di Chelsea, Morata dipinjamkan ke Atletico pada bursa Januari 2019. Dia akan menjadi pemain Atletico selama 18 bulan ke depan untuk mengembalikan performa dan impian masa kecilnya.
Momen emosional bagi Morata akan berlangsung pada Sabtu (9/2/2019) malam WIB, saat dirinya menjadi bagian dalam derbi Madrid. Untuk pertama kalinya, dia menjalani derbi melawan tim yang membesarkan namanya.
Kisah segitiga cinta dan benci dimulai. Tentunya dia sangat cinta dan berutang kepada Los Blancos yang membesarkan namanya. Namun, tidak bisa dimungkiri, meski mengubur masa kecilnya, Atletico adalah timnya saat ini. Harapan satu-satunya mengembalikan bakat besarnya.
Meski begitu, pilihan mencintai keduanya tidaklah bijak. Morata dituntut menjadi antagonis untuk salah satu pihak. Jika tidak total saat bertemu Madrid, penggemar Atletico pastinya akan marah besar. Sementara itu, seandainya merayakan selebrasi kemenangan, fans Madrid sudah menyiapkan label ”judas” atau pengkhianat kepadanya.
Pilihan penyerang bernomor punggung 22 itu tidak banyak. Pendukung Atletico menuntut pembuktian cinta sang pemain. Mereka masih ragu karena Morata adalah bagian dari kesuksesan rival selama bertahun-tahun, termasuk merebut gelar La Liga dan Liga Champions pada dua musim lalu.
Sebelumnya, Morata juga melakukan selebrasi dengan berlari-lari memutari Stadion Wanda Metropolitano, markas baru Atletico, saat dia mencetak gol bersama Chelsea di Liga Champions. Terlihat saat itu Morata sudah melupakan kecintaan di klub masa kecilnya.
Rasa benci itu masih menyengat di benak penggemar Atletico. Pada debut Morata pekan lalu, saat kalah dari Real Betis, 0-1, sejumlah fans menyambungkan kekalahan itu dengan kehadiran sang pemain.
Fans fanatik Atletico, Frente Atletico, melayangkan protes kepada Diego Simeone karena telah memboyong Morata dari Chelsea. Mereka lebih menyukai Simeone memakai pemain muda akademi, seperti Borja Garces ataupun Victor Mollejo. Keduanya sempat menjalani debut musim ini, tetapi jarang ditampilkan lagi.
Morata mencoba meyakinkan cintanya kepada Atletico. ”Orang-orang yang tahu latar belakang saya dan di mana saya berasal, sejarah, serta yang berarti bagi saja pasti mengerti. Yang lalu biarlah berlalu, kita tidak bisa mengubahnya,” ucapnya setelah pindah dari Chelsea.
Legenda Madrid, Bernd Schuster, yang pernah hijrah dari El Real ke Atletico, justru menyayangkan kepindahan Morata ke tim rival. ”Saya terkejut dengan kehadiran Morata di Atletico. Saya tidak tahu apakah tim ini cocok untuknya. Saya rasa dia salah meninggalkan Madrid,” ujar pelatih Madrid musim 2007/2008 tersebut.
Tidak hanya Morata. Pertandingan ini juga menjadi reuni bagi kiper Madrid, Thibaut Courtois, dan pelatih Santiago Solari. Seperti diketahui, Courtois bersinar bersama Atletico pada 2011-2014. Sementara, Solari, saat menjadi pemain, pernah mengkhianati Atletico dengan pindah ke Madrid pada tahun 2000.
Pertandingan rival sekota tak melulu menyangkut harga diri, tentang siapa yang menang dan mana yang kalah. Derbi kali ini lebih personal, menyangkut cinta dan benci. Khususnya bagi Morata, seorang anak kelahiran Madrid yang harus memilih cintanya terhadap dua klub yang saling membenci. (AFP/REUTERS)