JAKARTA, KOMPAS – Orisinalitas ide menjadi persoalan yang selalu diangkat ketika berbicara soal barang produksi dalam negeri. Produsen mode di Indonesia sering kali menjiplak desain merek terkenal dunia sebagai jalan pintas merenggut hati konsumen.
Prinsip amati-tiru-modifikasi (ATM) masih jamak dipercaya sebagai ramuan mujarab dalam bisnis mode untuk meraih keberhasilan. Kecenderungan itu pun nampak dalam tiga hari gelaran Jakarta Sneaker Day di Pusat Perbelanjaan Senayan City, Jakarta Pusat.
“Mayoritas perintis usaha mode anak muda memang bukan berasal dari kalangan yang mengenyam pendidikan formal sebagai desainer,” kata Sergio Berlino (34), Sabtu (9/2/2019). Kalangan pebisnis tipe ini biasanya tumbuh dari yang semula hanya penggemar, akhirnya tertarik mendalami hobi itu sebagai pekerjaan.
Sergio adalah pendiri sekaligus pemilik merek busana Rigio. Lima tahun yang lalu, ia keluar dari pekerjaan di sebuah perusahaan minyak multi nasional untuk terjun memulai bisnis mode.
“Satu-satunya refrensi yang saya punya adalah pengetahuan soal produk terkenal lainnya,” kata Segio. Berawal dari melihat keunggulan desain produk lain yang sudah lebih dulu terkenal, ia mencoba pelan-pelan menunjukkan gayanya sendiri yang khas.
Proses kreatif yang dilalui memang panjang dan berliku. Bahkan, tak jarang Sergio mendapat kritikan dari warganet karena desainnya dianggap mirip dengan produk terkenal lain.
“Pengalaman akhirnya akan yang akan menuntun seorang desainer menemukan gaya yang bisa mencerminkan kepribadiannya,” ujar Sergio. Bagi dia, tujuan semua desainer adalah menemukan gaya yang bisa menjadi signature diri mereka.
Hal baru
Penanggung Jawab Pemasaran NAH Project, Rezki Tri Sandhya (28), mengatakan, tidak ada yang salah dengan prinsip ATM. Menurut dia, sudah lazim bagi semua perusahaan baru untuk meniru produk yang dihasilkan perusahaan yang lebih besar.
“Yang penting, jangan takut mengubah haluan ketika punya ide baru,” kata Rezki. Orisinalitas terkadang bisa saja muncul belakangan ketika secara tidak sengaja ide itu muncul begitu saja melalui obrolan ringan.
Keberanian untuk berkarya dirasa Rezki jauh lebih penting daripada berdiam diri menunggu ide cemerlang menghampiri. Sebelum menjadi salah satu merek sneaker lokal yang paling populer karena dikenakan Jokowi, Nah Project belum seperti sekarang yang mengandalkan konsep sport casual.
“Dulu kami terpengaruh konsep sepatu extreme sport, sebelum akhirnya menemukan ide dan beralih ke konsep sneaker sportcasual seperti sekarang,” ujar Rezki. Oleh karena itu, komunikasi antaranggota dalam satu tim desainer menjadi vital dalam menemukan terobosan baru.
Peran komunitas
Sementara itu, Brian Notodihardjo (29) yang merupakan selebritas internet menganggap, peran komunitas sangat vital dalam merangsang lahirnya ide kreatif. Belakangan, Brian menyambut uluran tangan merek sneaker lokal Compass untuk mengeluarkan produk terbatas tipe baru bernama Bravo.
Tugas Brian melahirkan desain baru bagi Compass sebenarnya cukup berat. Selama ini, Compass dianggap meniru bahasa desain Vans dengan memasang garis putih di sisi luar yang merupakan ciri khas merek sneaker terkenal asal negeri Paman Sam itu.
“Ngobrol di komunitas yang punya kegemaran sama itu jadi sarana bertukar ide,” kata Brian. Dalam wadah Komunitas Indonesia Sneaker Team, Brian perlahan menemukan ciri khas bahasa desainnya yang menonjolkan gaya militer.
Bagi Brian, kemauan yang keras untuk berkarya memang jadi modal utama untuk berkarya. Namun, ia berpendapat, kemauan saja tak cukup untuk bersaing di zaman ini. “Belajar itu sekarang bisa di mana saja, yang penting punya pikiran terbuka pasti ide akan datang,” ujarnya.