PALEMBANG, KOMPAS — Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengungkapkan, keputusan untuk menghukum mati pengedar narkoba adalah kewenangan penuh hakim. Menurut dia, permasalahan narkoba perlu diberi ganjaran yang keras karena merusak generasi bangsa.
”Kita tidak boleh mengintervensi masalah hukumnya,” ucap Hatta seusai mengunjungi Pengadilan Tinggi Palembang, Jumat (8/2/2019).
Menurut Hatta, keputusan empat hakim kepada sembilan pengedar narkoba memiliki banyak pertimbangan, antara lain jumlah narkoba yang diedarkan sangat banyak dan berpotensi merusak tatanan bangsa. Berbeda jika terdakwa hanya seorang pemakai, tentu perlu direhabilitasi. Hatta menegaskan, masalah narkoba harus mendapatkan perhatian khusus dan perlu diprioritaskan layaknya perkara korupsi.
Keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas I Palembang yang beranggotakan Efrata Tarigan, Achmad Syarifuddin, Achmad Suhel, dan Yunus Sesa yang memberikan hukuman mati kepada sembilan pengedar narkoba antarpulau, Kamis, 7 Februari, mendapat banyak apresiasi dari sejumlah kalangan.
Berdasarkan pantauan Kompas, sejumlah karangan bunga ucapan selamat atas putusan yang diberikan itu terpampang di depan kantor Pengadilan Negeri Kelas I Palembang.
Pertimbangan hakim dalam memberikan vonis mati pada persidangan karena jaringan pengedar narkoba antarpulau itu merupakan jaringan besar. Sejak 12 Maret sampai 12 April 2018, mereka telah mengedarkan sabu lebih dari 80 kilogram. Pertimbangan lain adalah para pelaku tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas narkoba. Dalam sidang vonis itu, tidak ada hal meringankan yang dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim.
Banding
Penasihat hukum kesembilan terdakwa Rusmini menyayangkan sikap hakim yang tidak mempertimbangkan hal yang meringankan, seperti beberapa terdakwa yang hanya terjerumus dalam jaringan ini.
Ia membandingkan sejumlah perkara narkoba lain dengan barang bukti yang lebih besar daripada kasus ini yang sebanyak 9 kilogram sabu. ”Ada yang membawa 17 kilogram sabu, tapi hanya dihukum 20 tahun. Sementara ini kurang dari itu, tetapi dihukum mati,” tutur Rusmini.
Atas dasar inilah, lanjutnya, pihaknya melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Palembang.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut sembilan terdakwa dengan hukuman seumur hidup. Namun, hakim memiliki pertimbangan berbeda sehingga menjatuhkan hukuman mati. Mereka dianggap melanggar Pasal 114 Ayat 2 dan Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sidang vonis ini beberapa kali tertunda karena Mazwar Syamsu Alias Letto, koordinator pengiriman narkoba, sakit. Proses pembacaan vonis juga berlangsung sekitar 5 jam karena vonis terhadap kesembilan terdakwa itu dilakukan satu per satu secara maraton.
Solahuddin dari Humas Pengadilan Tinggi Palembang mengatakan, pihaknya sampai saat ini masih menunggu berkas dari Pengadilan Negeri Kelas I Palembang terkait pengajuan banding dari para terdakwa.
”Sampai sekarang, kami belum menerima berkasnya, jadi belum kami proses,” ucapnya. Dalam aturan, berkas paling lambat diterima dalam waktu 14 hari kerja.