Marouane Fellaini membantu Manchester United meraih tiga trofi, yaitu Liga Eropa, Piala FA, dan Piala Liga Inggris, dalam enam musim terakhir. Namun, pemain asal Belgia itu selalu diolok-olok dan dianggap sebagai biang keterpurukan MU. Kini, Fellaini dijual ke klub China, Shandong Luneng.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Marouane Fellaini telah mengeluarkan segala kemampuannya selama lima setengah musim untuk Manchester United. Namun, sang pemain ikonik berambut kribo itu hanya mendapat olok-olokan selama di Old Trafford. Dia menjadi kambing hitam keterpurukan MU selepas dinasti Sir Alex Ferguson.
Pria asal Belgia itu datang ke MU pada 2013, diboyong dari Everton dengan mahar 27 juta poundsterling atau Rp 490 miliar. Kehadirannya begitu menjanjikan setelah dia masuk peringkat ke-60 dari 100 pesepak bola terbaik di dunia versi The Guardian.
Penggemar ”Setan Merah” antusias menyambutnya. Mereka sedang membutuhkan gelandang berkualitas karena Paul Scholes memutuskan pensiun, sementara tawaran MU membeli Cesc Fabregas ditolak Barcelona.
Apalagi, pemain yang mengoleksi 87 penampilan bersama tim nasional Belgia itu datang bersama pelatih Everton, klub lamanya, David Moyes. Di Everton, Fellaini sukses besar dengan catatan 25 gol dan 14 asis selama 141 penampilan.
Namun, tidak sampai setahun, tepatnya pada April 2014, saat Moyes dipecat, Fellaini sudah ditandai sebagai pembelian terburuk. Dia menjadi kambing hitam terpuruknya performa MU di bawah Moyes karena tidak mengeluarkan kemampuan terbaik seperti di Everton. Musim itu dia tidak mencetak satu gol pun di Liga Primer.
Lebih dari itu, penggemar MU mulai menyalahkan kemampuan pemain dengan tinggi 1,94 meter tersebut. Dengan tinggi menjulang, sudah kodratnya Fellaini berkemampuan dalam duel udara.
Meski begitu, keahlian itu justru dianggap sebagai perusak permainan indah Ferguson selama 26 tahun. Ketika Fellaini masuk daftar pemain mula, penggemar meyakini MU akan bermain pragmatis dengan bola-bola atas. Begitu pula ketika masuk dari cadangan, pada menit-menit akhir, kehadirannya seperti menunjukkan rasa frustrasi klub yang terpaksa memanfaatkan umpan lambung.
Lebih dari sekali publik Old Trafford menyorakinya ketika pemain kelahiran 22 November 1987 itu masuk sebagai pemain pengganti. ”Selama musim pertama, penampilan tim tidak baik. Namun, saya yang menjadi kambing hitam. Semua salah saya. Semua kritik itu ingin menghancurkan saya dari segala sisi,” kata Fellaini.
Padahal, kegagalan Fellaini pada musim pertama adalah tanggung jawab Moyes. Moyes dipilih langsung oleh Ferguson sebagai suksesornya.
Bukan Maradona
Meski seperti tak dianggap, kehadiran Fellaini ternyata membantu MU meraih gelar lewat gol-gol dan performa penting di laga penentu. Walaupun turun hanya 10 menit sebelum laga usai, dia selalu mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Dia berperan menghasilkan tiga trofi untuk MU, yaitu Liga Eropa, Piala FA, dan Piala Liga Inggris. Sejak masuknya Louis Van Gaal (2014-2016) dan Jose Mourinho (2016-2018), gelandang serba bisa itu mulai meninggalkan posisi terbaiknya yang bertipe box to box. Fellaini lebih ditugaskan menyerang.
Di semifinal Piala FA 2015/2016, Fellaini mencetak gol penentu melawan Everton. Sementara itu, dia juga berperan mengatur gol penyeimbang Juan Mata di final melawan Crystal Palace dan akhirnya membawa MU juara setelah membalikkan keadaan 2-1.
Ketika era Mourinho, Fellaini berperan besar membantu klubnya menjuarai Piala Liga setelah mencetak gol penentu pada menit 90+5 di semifinal. Ia juga mencetak gol penting yang membawa MU lolos ke final Liga Eropa setelah melewati hadangan Celta Vigo.
Belum lagi gol-gol penting Fellaini di Liga Primer, seperti gol penentu kemenangan di injury time saat mengalahkan Arsenal, 2-1, di Old Trafford. Total dia mencatatkan 22 gol dalam 177 penampilannya berseragam ”Setan Merah”.
Secara tidak langsung, sang kambing hitam justru membantu cita-cita Ferguson menjadikan MU klub tersukses di Inggris. Tiga trofi dari bantuan Fellaini membuat MU memiliki 42 trofi mayor, melampaui sang rival, Liverpool, dengan 41 trofi.
”Tantangan terbesar saya adalah mengusir Liverpool dari tempat mereka bertengger selama ini,” kata pemain berkebangsaan Skotlandia itu.
Baik Van Gaal maupun Mourinho merasa publik Old Trafford seharusnya menghargai kemampuan sang pemain keturunan Belgia dan Maroko tersebut, khususnya terkait profesionalisme dan komitmen kepada klub.
”Fellaini bukan pilihan pertama, kedua, juga ketiga saat saya datang ke klub. Tetapi, setelah beberapa bulan, saya bisa bilang dia tidak tergantikan. Sejak pertama latihan, dia melakukan apa yang saya minta,” kata Van Gaal.
”Semua orang tahu, Marouane itu bukan Maradona. Namun, mereka harus mengerti apa yang telah dia berikan. Dia melakukan banyak hal, yang bahkan kadang tidak bisa dilakukan seorang penyerang. Dia layak mendapatkan apresiasi,” ucap Mourinho.
Mourinho mendeskripsikan Fellaini sebagai pemain yang mampu bermain menjadi bek, gelandang, sekaligus striker. Keberadaannya dinilai sangat penting di sepertiga awal dan sepertiga akhir.
Di bawah pelatih baru, Ole Gunnar Solskjaer, Fellaini hanya bermain tiga menit di Liga Primer. Walaupun masih menyisakan kontrak hingga 2020, Solskjaer menyatakan tidak membutuhkan jasanya.
Fellaini resmi pindah ke klub asal China, Shandong Luneng, pada jendela transfer Januari 2019. Pemain berusia 31 tahun itu diboyong dengan banderol 10,8 juta poundsterling atau Rp 200 miliar.
Kepindahan itu menyudahi penolakan dan masa kelabu di langit Old Trafford. Fellaini sama sekali tidak mencerminkan kejatuhan dari MU atau menurunkan standar permainan ”Setan Merah”.
Dia hanya tidak beruntung berada di bawah pelatih yang tidak mampu memanfaatkan kemampuan terbaiknya. Begitu juga penggemar yang tidak menghargai kelebihannya.
Gaya bermainnya mungkin saja tidak disukai semua penggemar bola, tetapi Fellaini telah memberikan segalanya di masa sulit MU. Seharusnya dia mendapatkan apresiasi yang layak di masa depan.
Selebrasi Marouane Fellaini setelah mencetak gol ke gawang WBA pada 20 Oktober 2014.Bayangkan saja, ”Si Kribo” hampir selalu menunjuk nomor punggung atau memukul-mukul dadanya setiap mencetak gol. Dia begitu energik dalam selebrasi, ingin membuktikan dirinya layak mendapat penghargaan dari penggemar skeptis MU.
Mantan penyerang terbaik MU, Wayne Rooney, pernah mengatakan, ”Dia (Fellaini) adalah yang terbaik di dunia berdasarkan apa yang telah diberikan untuk tim ini.” (REUTERS)