PALEMBANG,KOMPAS—Sindikat pengedar narkoba antarpulau yang divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I Palembang, Kamis (7/2/2019) diketahui telah berhasil mengedarkan 600 kilogram sabu selama sekitar satu tahun. Sabu itu disebarkan di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara, Jumat, (8/2/2019) mengatakan jaringan ini merupakan jaringan yang besar karena jumlah narkoba yang diedarkan mencapai ratusan kilogram. Berdasarkan catatan dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumsel, sejak terbentuk pada tahun 2017 lalu hingga saat ditangkap Mei 2018 lalu, jaringan itu telah mengedarkan sabu sekitar 600 kg dan ribuan pil ekstasi.
Data tersebut diperoleh dari kumpulan nota transaksi dan catatan jaringan yang ditemukan petugas. Narkoba itu diperdagangkan di beberapa provinsi di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Baca juga :Sembilan Pengedar Antarpulau Divonis Mati
Zulkarnain mengapresiasi vonis hukuman mati pada sembilan anggota sindikat. Hukuman itu diharapkan memberikan efek jera dan peringatan bagi para pengedar narkoba. Ia berharap putusan ini dapat berlanjut di pengadilan di tingkat yang lebih tinggi.
“Memang mereka (pengedar) masih banding. Namun, saya berharap agar putusan ini bisa diperkuat di pengadilan tingkat selanjutnya,” ucap Zulkarnain.
Saya berharap agar putusan ini bisa diperkuat di pengadilan tingkat selanjutnya.
Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Sumsel Ajun Komisaris Besar Amazona Pelamonia, mengatakan jaringan yang dikoordinir oleh Nazwar Syamsu (25) alias Letto itu sudah sangat terstruktur. Untuk melancarkan aksinya, mereka juga memalsukan identitas agar tidak terdeteksi polisi.
Jaringan mulai terkuak saat petugas keamanan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang menyita dua paket oleh-oleh pempek yang mencurigakan yang dibawa kurir pada 22 Maret 2018.
Saat diperiksa, paket tersebut berisi sabu seberat 3,05 kg. Temuan itu pun dikembangkan. Polisi menemukan kesulitan karena semua identitas yang diberikan kurir itu palsu. “Berkat ketelitian tim akhirnya pergerakan jaringan ini pun terendus,” ucap Amazona.
Amazona mengatakan kesembilan pengedar yang divonis mati itu ditangkap di sejumlah kota di Jawa seperti di Malang, Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Pelaku yang terlibat dalam proses pemalsuan identitas juga sudah ditangkap.
Narkotika yang diedarkan jaringan itu diduga berasal dari Malaysia yang transit di Palembang untuk dikemas sedemikian rupa, lalu dikirim ke Bandar Lampung dan beberapa kota di Jawa melalui darat. Untuk pengiriman ke Kalimantan, khususnya ke Kota Banjarmasin digunakan angkutan udara.
Pencucian Uang
Selain kasus peredaran narkoba, Polda Sumsel juga mengajukan berkas tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada sindikat antarpulau itu. Saat ini berkas sudah berada di pengadilan negeri. Enam dari sembilan yang divonis hukuman mati akan segera mengikuti sidang kasus TPPU.
Hasil pengungkapan kasus menunjukkan para pengedar memperoleh banyak harta dari transaksi narkoba. Ini terlihat dari barang bukti yang disita petugas seperti truk yang digunakan untuk mengangkut sabu dari Bandung ke beberapa daerah di Jawa, motor besar dan mobil.
Truk dimodifikasi sehingga sulit diketahui saat mengangkut narkoba. Truk juga ditutup dengan ampas singkong seberat 10 ton saat untuk menutup narkoba 80 kg yang diangkut. “Kalau bisa selain dihukum mati, para terdakwa juga akan dimiskinkan,” katanya.
Amazona mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih juga memburu pelaku utama yang sampai sekarang belum tertangkap yang disebut-sebut bernama Pak Kumis. “Kami terus menyelidiki kasus ini termasuk masih adanya kemungkinan adanya jaringan yang masih berkeliaran,” ungkapnya.
Pengacara para terdakwa Rusmini mengatakan dari sembilan terdakwa, enam diantaranya masuk dalam kasus TPPU. Menurut Rusmini beberapa diantara kliennya hanya terjerumus dalam jaringan ini. “Mereka hanya direkrut dan diberikan upah berbeda-beda satu dengan yang lain,” ucap Rusmini.
Dalam persidangan kasus itu terungkap, Nazwar Syamsu alias Letto juga bertugas merekrut orang untuk terlibat. Para pengedar mendapatkan upah Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per kilogram sabu yang berhasil dikirimkan. Beberapa pelaku masih dijanjikan dan beberapa lainnya sudah menerima upahnya.
Amazona menegaskan, pihaknya akan tetap menindak tegas pengedar yang coba-coba mengedarkan narkoba di Sumatera Selatan. Peredaran narkoba di Sumsel cukup marak. Pada Januari-Februari tahun ini saja pihaknya sudah mengungkap peredaran 4,1 kg sabu dan sekitar 500 butir ektasi.
Palembang menjadi kota incaran para pengedar karena posisinya yang strategis. Banyak penerbangan langsung dari Palembang. Ini menjadi alasan para pengedar menjadikan Palembang sebagai kota transit. Biasanya, barang dipasok dari beberapa daerah seperti Aceh, Medan, dan Riau.
Tidak hanya itu, lanjut Amazona, Palembang juga dijadikan pasar karena masih banyaknya permintaan. Pemakai narkoba tidak hanya masyarakat namun sampai oknum penegak hukum.