Biaya Sertifikat Tanah Disebut sebagai Pungutan Sukarela
Oleh
Andy Riza Hidayat
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pihak Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, menegaskan, pungutan biaya program sertifikasi tanah adalah biaya sukarela yang disepakati masyarakat bersama pengurus tingkat RT dan RW. Ia membantah bahwa pungutan itu diinstruksikan pemerintah daerah.
”Jalur koordinasi pemerintah daerah tidak memungut biaya apa pun dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Kalaupun ada, itu sebagai biaya yang disepakati antara warga dan pengurus kerukunan warga setempat,” kata Lurah Grogol Utara Jumadi, Jumat (8/2/2019), di kantornya.
Pungutan sukarela itu dinilai wajar oleh Jumadi karena pengurusan sertifikat tanah tidak mudah. Hal ini menjadi dilematis karena pengurus RW bergerak sukarela, sementara pihak kelurahan juga tidak dapat membiayai pengurusan PTSL yang pengurus RW kerjakan.
Walau begitu, ia tidak pernah menyarankan pungutan biaya yang disepakati antara warga dan pengurus warga setempat. Sebab, hal ini riskan dianggap sebagai pungutan liar (pungli) di kemudian hari.
Ada biaya yang dibutuhkan untuk memproses berkas berupa KTP, KK, dan sejumlah arsip kepemilikan tanah. Dari pengurus RW nantinya akan dibawa ke Kelompok Masyarakat Ketertiban Tanah (Pokmastibnah), yang kemudian baru diserahkan ke Badan Pertanahan Nasional Kota Administratif Jakarta Selatan.
Besaran biaya untuk kebutuhan prasertifikat dikatakan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/Kepala BPN) Rp 150.000. Namun, sebagian warga Grogol Utara yang mendaftar program PTSL mengaku dikenai biaya senilai jutaan.
Sebagai contoh, Deny Lestiarma (36), warga RT 008 RW 004 Grogol Utara, dikenai biaya Rp 3,5 juta untuk pengurusan sertifikat tanah. Ia membayar karena diminta oleh pengurus warga setempat juga karena warga lain yang mendaftar PTSL turut membayar ke pihak yang sama.
Selain itu, Iwan (58), warga RT 004 RW 008 Kelurahan Palmerah, Palmerah, Jakarta Barat, juga membayar uang muka Rp 500.000 kepada pengurus warga sejak Agustus 2018. Ia mengaku biaya itu dipatok Rp 2,5 juta untuk kebutuhan ongkos jalan.
Sekretaris Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Inspektur Jenderal Widiyanto Poesoko sering mendengar kabar tersebut di media massa. Namun, belum ada warga yang kunjung melapor. Padahal, informasi dan keamanan mereka dijamin aman.
Apabila ragu untuk melapor ke posko Satgas Saber Pungli di pemerintah daerah setempat, warga dapat memanfaatkan layanan telepon 193.
Jumadi menyarankan, warga yang merasa terpaksa ketika membayar biaya tersebut agar melapor ke pihak kelurahan. Hal yang menjadi masalah adalah sering kali warga bertransaksi dengan pengurus warga setempat tanpa bukti transaksi yang jelas.
”Itu sudah kami wanti-wanti di awal, jangan sampai ada yang merasa terpaksa. Karena dari pihak kelurahan sendiri tidak bisa memonitor 16 RW secara sekaligus,” ucap Jumadi.
Kamis (7/2/2019), pihak Kelurahan Grogol Utara bertemu dengan pengurus RW, Pokmastibnah, dan BPN Kota Administratif Jakarta Selatan. Mereka membahas kelanjutan berkas tanah yang masuk melalui program PTSL.
Jumadi menyampaikan, ada sekitar 100 berkas warga yang sedang diproses dari Kelurahan Grogol Utara. Berkas itu diusahakan selesai tahun ini, walau sebagian dari mereka masih terkendala untuk melengkapi sejumlah persyaratan.
Sebagian warga belum melengkapi surat kepemilikan tanah serta ada juga yang terkendala status peruntukan tanah. Sebagian wilayah di RT 002 RW 005 misalnya, terkendala oleh kepemilikan tanah yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 239 Tahun 2015.
Pergub Momor 239 Tahun 2015 membahas Tata Cara Pemberian Rekomendasi atas Permohonan Sesuatu Hak di Atas Bidang Tanah Hak Pengelolaan Tanah Eks Desa dan Eks Kota Praja Milik/Dikuasai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Jumadi mengatakan, warga yang berkaitan dengan tanah eks desa mesti membayar biaya retribusi 25 persen dari luas tanah dikalikan nilai jual obyek Pajak Bangunan (NJOP) gerai PTSP Kelurahan Grogol Utara.
Meski sebagian warga mengalami kendala, Jumadi menyampaikan bahwa urusan sertifikat tanah akan diselesaikan tahun ini. Urusan ini ditargetkan selesai sebelum rencana pembukaan PTSL gelombang kedua tahun depan.
”Kita coba sampaikan lagi ke masyarakat, jika memang masih ada lahan yang bersengketa agar segera diurus. Jika surat kelengkapan belum ada, kami akan coba tanyakan mereka lagi,” ujar Jumadi. (ADITYA DIVERANTA)