JAKARTA, KOMPAS — Permintaan minyak kelapa sawit di pasar domestik, terutama untuk program perluasan penggunaan solar dengan campuran minyak sawit sebesar 20 persen atau B20 secara penuh pada 2019, dinilai dapat menjadi faktor pembentukan harga minyak kelapa sawit di pasar global. Program B30 diharapkan dapat terimplementasi pada 2019 sehingga penyerapan di dalam negeri menjadi lebih besar.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono dalam konferensi pers mengenai refleksi industri sawit tahun 2018 dan prospek tahun 2019 di Jakarta, Rabu (6/2/2019). ”Soal harga (minyak sawit) itu sulit diprediksi. Namun, kalau permintaan domestik bisa dikelola, itu bisa memberi sentimen positif,” kata Joko.
Hadir dalam acara itu Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) Dono Boestami, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan, dan Sekretaris Jenderal Gapki Kanya Lakshmi Sidarta.
Menurut Joko, ada banyak faktor yang memengaruhi pembentukan harga minyak kelapa sawit mentah atau CPO. Selain stok yang ada di negara-negara produsen minyak sawit dan minyak nabati, permintaan pasar domestik juga dapat menjadi faktor yang memengaruhi. Oleh karena itu, permintaan pasar domestik juga penting diperkuat selain pasar ekspor.
Menurut Joko, produksi minyak sawit relatif tidak bertambah signifikan per tahun, yaitu sekitar 1,5 juta ton sampai 2 juta ton. Sebagai gambaran, produksi minyak sawit tahun 2018 sebanyak 47 juta ton atau naik sekitar 5 juta ton dibandingkan produksi tahun 2017 sebanyak 42 juta ton. Produksi 2018 memang agak tinggi atau tidak seperti biasanya karena kemungkinan ada penambahan produksi dari kebun-kebun yang digarap pada tahun-tahun sebelumnya.
Dari sisi ekspor, volume ekspor produk minyak kelapa sawit dan turunannya pada 2018 sebanyak 34,6 juta ton atau naik sekitar 8 persen dibandingkan ekspor tahun 2017 sebesar 32,1 juta ton. Nilai ekspor produk minyak sawit dan turunannya pada 2018 sebesar 20,35 miliar dollar AS atau turun dibandingkan nilai ekspor tahun 2017 sebesar 22,97 miliar dollar AS.
Meskipun volume ekspor produk minyak sawit dan turunannya pada 2018 meningkat dibandingkan 2017, kata Joko, nilai ekspor turun karena faktor harga yang turun. Harga rata-rata minyak sawit tahun 2018 sebesar 595,5 dollar AS per metrik ton atau turun 17 persen dibandingkan harga rata-rata tahun 2017 sebesar 714,3 dollar AS per metrik ton.
Biodiesel
Paulus mengungkapkan, pada tahun 2019 dengan penggunaan B20 secara penuh, permintaan biodiesel di pasar domestik diperkirakan mencapai 6,2 juta kiloliter. Tahun 2018, permintaan di pasar domestik sebanyak 4,3 juta kiloliter dan ekspor sebanyak 1,6 juta kiloliter. Produksi biodiesel tahun 2018 sebanyak 5,9 juta kiloliter.
Menurut Paulus, program B30 masih dalam tahap uji coba dan diharapkan dapat terlaksana pada 2019 sesuai keinginan pemerintah. Ia menambahkan, pada 2018, ekspor biodiesel banyak dilakukan ke negara-negara di Eropa karena Indonesia menang dalam sengketa tuduhan antidumping oleh Uni Eropa di WTO.
Sebagai gambaran, ekspor biodiesel tahun 2018 mencapai 1,56 juta ton atau meningkat signifikan dibandingkan ekapor biodiesel tahun 2017 sebanyak 164.000 ton.
Dono mengungkapkan, jika program B30 dapat terlaksana secara penuh pada 2020, ada tambahan kebutuhan biodiesel sebanyak 3 juta kiloliter sehingga total permintaan atau kebutuhan menjadi 9 juta kiloliter.
Derom mengungkapkan, harga minyak sawit pada 2018 menurun sampai 450 dollar AS per ton dari harga normal atau biasa sebesar 600 dollar AS per ton karena penurunan permintaan dari beberapa negara dan produksi minyak sawit yang tinggi di negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia.