JAKARTA, KOMPAS — Kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi masih dapat ditingkatkan. Investasi asing langsung akan tertarik masuk ke dalam negeri jika pemerintah serius mengatasi masalah ketenagakerjaan, seperti kualitas pekerja dan sistem pengupahan.
Ekonomi tahun 2018 tumbuh 5,17 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi ditopang konsumsi dan investasi yang kontribusinya masing-masing 2,74 persen dan 2,17 persen. Faktor pengurang pertumbuhan ekonomi cukup besar karena selisih ekspor-impor mencapai 0,99 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nawir Messi berpendapat, kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi belum optimal. Penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) justru menurun dalam tujuh tahun terakhir sejak 2012.
”Kalau porsi investasi naik, tetapi ekonomi tumbuh stagnan di level 5 persen, berarti ada sumber pertumbuhan lain yang turun lebih dalam,” kata Nawir yang menjawab pertanyaan Kompas dalam diskusi publik bertema tantangan mendorong pertumbuhan dan menarik investasi di tahun politik, Kamis (7/2/2019) di Jakarta.
Biaya investasi untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi masih mahal. Hal tersebut tecermin pada incremental output ratio (ICOR) Indonesia yang saat ini sekitar 6,3 persen. Artinya, untuk satu unit pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan tambahan investasi atau modal sekitar 6,3 unit.
ICOR Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara tetangga yang rata-rata di bawah 5 persen, seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan India.
Nawir mengatakan, salah satu penyebab ICOR Indonesia tinggi karena tenaga kerja relatif mahal dibandingkan produktivitasnya. Kenaikan upah buruh tidak sebanding dengan peningkatan produktivitas industri. Ketersediaan tenaga kerja berkeahlian khusus dan terampil juga masih minim. Kondisi ini menyebabkan investasi asing langsung sulit masuk ke dalam negeri.
”Dibutuhkan reformasi yang menyentuh persoalan mendasar. Tanpa reformasi itu, kita mimpi keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah,” kata Nawir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, penduduk bekerja yang per Agustus 2018 sebanyak 124,01 juta orang masih didominasi pekerja berpendidikan sekolah dasar. Dari jumlah itu, 50,46 juta orang atau 40,69 persen tamat SD.
Vokasi
Secara terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, ICOR Indonesia yang menyentuh 6 persen cukup tinggi. Idealnya, ICOR negara berpendapatan menengah bawah sekitar 4 persen. Hal itu bisa dicapai jika Indonesia membangun industri domestik secara konsisten dan berkelanjutan dalam 2-3 tahun.
Untuk itu, arah kebijakan pemerintah kini fokus pada sisi penawaran (supply side). Kualitas sumber daya manusia akan ditingkatkan setelah empat tahun terakhir menggejot pembangunan infrastruktur. Tahun ini pemerintah sedang menyiapkan program jangkar pendidikan dan pelatihan vokasi.
”Pendidikan vokasi akan disinergikan dengan kebijakan revolusi industry 4.0,” kata Darmin.
Dalam APBN 2019, pemerintah mengalokasikan 20 persen di antaranya untuk pendidikan, yakni Rp 492,5 triliun. Anggaran pendidikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2017, anggaran pendidikan mencapai Rp 406,1 triliun dan pada 2018 sebesar Rp 432 triliun.
Darmin menuturkan, ada tiga blok industri yang investasinya dibidik masuk ke dalam negeri, yaitu industri besi baja dan turunannya, petrokimia, dan kimia dasar. Porsi impor dari ketiga blok industri itu mencapai 60 persen dari total impor nasional atau sekitar Rp 170 miliar dollar AS. Jika investasi masuk, faktor pengurang impor terhadap pertumbuhan ekonomi akan berkurang.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menambahkan, kemudahan investasi terus dievaluasi melalui penyederhanaan prosedur. Waktu dan biaya untuk memulai bisnis dan mengurus dokumen berupaya dipangkas melalui sistem perizinan terintegrasi berbasis daring (online single submission/OSS).