JAKARTA, KOMPAS -- Kelanjutan proyek pengolahan sampah Intermediate Treatment Facility di Sunter atau ITF Sunter bergantung pada kejelasan aturan dan kebiasaan memilah sampah di masyarakat. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta khawatir dua hal itu menjadi penghambat penyelesaian proyek.
Peletakan batu pertama proyek ITF Sunter telah berlangsung pada Desember 2018. "Hingga kini, konstruksi belum berlangsung karena menunggu aturan terkait dari pemerintah provinsi," ucap Direktur Utama PT Jakarta Propertindo atau Jakpro Dwi Wahyu Daryoto dalam rapat di Komisi D DPRD DKI Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Adapun salah satu regulasi yang dibutuhkan adalah revisi Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. PT Jakpro juga membutuhkan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan perusahaan patungan. Perusahaan patungan ini merupakan milik Jakpro dan Fortum.
Meskipun demikian, Wahyu menyebutkan, sudah ada 23 kontraktor yang mengirimkan profil perusahaannya dan berminat dalam proyek ITF Sunter. Kontraktor-kontraktor itu antara lain berasal dari Jerman, Jepang, dan Finlandia.
Nantinya, ITF Sunter akan, mengolah sampah dengan kapasitas 2.200 ton per hari. Adapun total sampah Jakarta rata-rata sekitar 8.000 ton per hari. Selain mengolah sampah, ITF juga akan menghasilkan listrik.
Sambil menunggu kejelasan regulasi, Wahyu mengatakan, pihaknya akan menyelesaikan perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement atau PPA) hasil ITF Sunter dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Targetnya, Maret 2019 sudah tercapai kesepakatan.
Dengan target waktu yang sama, PT Jakpro juga akan menyelesaikan kajian kewajaran biaya layanan pengolahan atau tipping fee. Besarannya juga membutuhkan persetujuan dari DPRD DKI Jakarta.
Secara umum, PT Jakpro menargetkan, proyek ITF Sunter dapat selesai pada 2022. Target ini sejalan dengan perkiraan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji terkait penuhnya kapasitas tempat pembuangan sampah Bantar Gebang pada akhi 2021. Terkait revisi peraturan daerah yang dibutuhkan PT Jakpro, Isnawa sedang menyiapkannya. "Dokumen sudah ada di biro hukum kami," ucapnya dalam kesempatan yang sama.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Iman Satria mengharapkan, dokumen usulan revisi itu segera diserahkan kepada DPRD DKI agar dapat dibahas dan disahkan melalui sidang paripurna. Waktu yang dibutuhkan dari penyerahan hingga sidang paripurna berkisar sebulan.
Terancam gagal
Selain itu, rapat Komisi D DKI Jakarta itu juga menyoroti kebiasaan memilah sampah di rumah tangga sebagai kunci keberhasilan proyek ITF Sunter. Anggota Komisi D Selamat Nurdin menilai, kebiasaan memilah sampah krusial karena menentukan bahan baku yang dapat diolah oleh ITF Sunter.
Secara umum, ITF dapat bekerja optimal jika sampah yang diolah bersifat kering. Ada juga sejumlah golongan sampah yang tidak dapat diproses ITF seperti, bahan logam dan kaca.
Oleh sebab itu, Selamat berpendapat, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) harus memiliki program yang mampu mengedukasi dan mengubah perilaku masyarakat dalam memilah sampah. "Kalau sampah tidak bisa diproses, ITF Sunter bisa menjadi proyek yang gagal. DLH mesti membuat program edukasi dengan indikator yang jelas seperti persentase masyarakat DKI yang sudah mampu memilah sampah. Jangan sampai proyek ini jadi mangkrak karena tidak adanya kebiasaan memilah sampah," tuturnya.
Untuk mengantisipasi itu, Wahyu akan membuat perjanjian dengan DLH terkait kualitas sampah yang masuk ke dalam ITF Sunter. Harapannya, sampah yang masuk sudah terseleksi sehingga dapat diproses.
Menanggapi saran dari Komisi D DPRD DKI, Isnawa berpendapat, perlu ada pengetatan aturan yang berorientasi pada pemilahan sampah. Contohnya, mewajibkan setiap rumah tangga menjadi anggota bank sampah yang sudah ada 1.500 unit di DKI Jakarta. Dengan adanya pengetatan, ada dorongan bagi masyarakat untuk memilah sampah di rumahnya masing-masing.