Empat Selebriti Jalani Debut Maraton Berbekal "Sport Science"
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Empat selebriti Tanah Air bersiap meramaikan Tokyo Marathon dan Seoul Marathon 2019. Tiga dari empat pesohor itu belum pernah mengikuti ajang maraton. Berbekal sport science, mereka bakal membuktikan maraton tidak hanya bisa diselesaikan oleh pelari profesional.
Keempat selebriti itu adalah Alya Rohali, Zee Zee Shahab, Soraya Larasati, dan Sahila Hisyam. Namun, dari empat orang ini, hanya Alya Rohali berpengalaman mengikuti ajang maraton. Sedangkan bagi tiga lainnya, mengikuti ajang Tokyo Marathon 2019 dan Seoul Marathon 2018 bakal menjadi debut mereka.
"Saya bukan pelari. Pertama kali diajak ikut maraton langsung deg-degan," ujar Soraya Larasati, Rabu (6/2/2019), dalam konferensi pers di Jakarta.
Tokyo Marathon 2019 akan berlangsung pada 3 Maret 2019. Sedangkan Seoul Marathon 2019 dihelat pada 17 Maret 2019.
Panjang lintasan yang mesti ditaklukan pelari sepanjang 42,195 kilometer. Tahun lalu, kurang lebih ada 36.000 pelari dari 145 negara berpartisipasi di Tokyo Marathon. Adapun sebanyak 120 pelari berasal dari Indonesia.
Untuk pembagian, Zee Zee dan Soraya mendapat kesempatan menjajal Tokyo Marathon, sementara Aliya dan Sahila berpartisipasi di Seoul Marathon.
Sebelum berangkat, keempat pelari itu mendapat pelatihan intensif selama 4 bulan sejak November 2018 dari tim Pocari Sweat Sport Science. Produsen minuman olahraga Pocari Sweat merupakan salah satu sponsor Tokyo Marathon.
Tim Pocari Sweat Sport Science terdiri dari berbagai disiplin ilmu, yaitu psikologi olahraga, fisiologi, sport medicine, dan sport nutrition. Marketing Director PT Amerta Indah Otsuka, Ricky Suhendar, mengatakan, dengan menerapkan teknik dan ilmu sport science, keempat pelari itu bisa memperbaiki performanya.
Dengan demikian, setelah mengikuti ajang maraton besar level internasional, keempat pesohor itu diharapkan mampu menginspirasi para penggemar mereka dan juga masyarakat.
"Kami memilih mereka untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa maraton tidak hanya bisa dilakukan oleh pelari profesional. Semua orang pun bisa menyelesaikan maraton asal dilatih dengan teknik yang tepat," ujar Suhendar.
Merasa tertantang
Zee Zee menyampaikan, dia merasa tertantang untuk menyelesaikan Tokyo Marathon dengan catatan waktu kurang dari 5 jam. Target itu takkan mudah dicapai lantaran Zee Zee baru saja melahirkan anak keduanya dan baru kali ini mengikuti maraton.
Untuk menghadapi Tokyo Maraton, mereka diharuskan berlatih empat kali sepekan. Latihan yang mereka lakukan tidak hanya berlari, tapi juga berlatih fisik dan penguatan otot. Pola makan mereka diatur ketat tim Pocari Sweat Sport Science. Mereka wajib mengambil foto menu makan yang dikonsumsi.
"Di antara mereka berempat, Zee Zee yang paling banyak membutuhkan asupan kalori dan nutrisi karena dia masih menyusui bayinya," kata anggota tim Pocari Sweat Sport Science bidang gizi, Bamandhita Rahma.
Pelatih kepala lari, Agung Mulyawan, menginginkan mereka bisa mengatur pace atau tempo berlari. Selain itu, mereka harus berdamai dengan diri sendiri serta mengetahui kondisi fisik. Kejadian pelari maraton yang meninggal saat berlari, kata Agung, biasanya disebabkan karena kurang cairan dan yang bersangkutan memiliki riwayat jantung.
Menurut Agung, meskipun keempat pelari tersebut akan menghadapi cuaca yang dingin, tapi mereka diuntungkan dengan kelembaban udara di Tokyo yang relatif rendah. Rata-rata kelembaban di Tokyo mencapai 64 persen pada tahun lalu.
"Tantangan terbesar sebenarnya justru berlatih di Jakarta. Ketika berlomba di Seoul atau Tokyo malah lebih ringan, karena kelembaban rendah, sehingga udara tidak tercampur air. Kecuali dinginnya ekstrem," tutur Agung.