Meriahkan Imlek, Nyonyo dan Nonik Jadikan Anak Layaknya Putri
Oleh
regina rukmorini
·4 menit baca
Tidak perlu jadi desainer atau juru rias untuk mendandani anak sendiri. Hal itu dibuktikan puluhan ibu yang berupaya dengan segenap daya merias anak-anaknya bak seorang putri dalam acara Nyonyo dan Nonik Fashion Show, di Artos Mal, Magelang, Jawa Tengah, Minggu (3/1/2019).
Nyonyo dan Nonik Fashion Show adalah acara peragaan busana pesta berciri budaya Tionghoa. Acara yang diselenggarakan untuk memeriahkan perayaan Imlek ini diikuti 46 peserta, yang semuanya anak-anak berusia 4-10 tahun. Baju yang dikenakan merupakan hasil rancangan orangtua mereka sendiri.
Farah (30), warga Kota Semarang, mengatakan, mendengar adanya lomba Nyonyo dan Nonik Fashion Show, dia langsung mencari ide desain baju dengan menjelajah gambar di internet. Tahu benar dengan karakter fisik putrinya, Ayumi (5), dia akhirnya bisa merancang desain dan menuntaskan membuat baju tersebut hanya dalam waktu tiga hari.
Baju tersebut gaun berwarna merah, sebagian bergaris emas, dan bagian belakang dijahit tambahan kain yang berjuntai agak memanjang seperti ekor.
Saat ditanya asal-usul inspirasinya, Farah mengaku murni menggunakan ide sendiri tanpa merasa terinspirasi dari film atau gambar komik.
”Tidak tahu ini disebut busana apa. Dalam pikiran, saya cuma berkeinginan agar putri saya bisa tampil cantik seperti putri,” ujarnya, sembari tersenyum. Padahal, Farah hanya ibu rumah tangga biasa dan tidak memiliki latar belakang terkait dunia fashion. Dia hanya sekadar bisa menjahit.
Upaya membuat anaknya menjadi putri tidak mudah. Selain harus memikirkan desain, dia juga membeli kain cheongsam berkilat, bergambar bunga, khas berciri Tiongkok. Bahkan, ”perburuan” kain itu hingga ke Solo. Selain itu, dia harus membeli banyak hiasan manik-manik, bunga, yang semuanya dirangkai sendiri menjadi mahkota.
Apakah rancangan itu menguras biaya ? ”Kalau dihitung-hitung secara keseluruhan, semua biaya yang saya keluarkan mulai dari kain sampai hiasan kepala, mencapai hingga lebih dari Rp 1 juta,” ujar Farah.
Febri (36), warga Ganten, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, mengaku tidak mengeluarkan uang sebanyak itu. Dia mendesain dan menjahit sendiri baju untuk dua putrinya, Marsyafea (6) dan Mercyfa (3), yang dikenakan keduanya di Nyonyo dan Nonik Fashion Show. Dia tidak menghitung secara pasti total keseluruhan biaya, tetapi dia bisa memastikan dana yang dikeluarkan kurang dari Rp 700.000.
”Saya sering membuatkan baju untuk anak. Sebagian bahan yang saya pakai adalah bahan sisa dari baju mereka sebelumnya,” ujarnya. Upayanya membuat desain dan menjahit baju bagi dua putrinya ini membutuhkan waktu sekitar seminggu.
Jika Farah dan Febri bisa melakukan semuanya sediri, Erlin (27), warga Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, harus melibatkan kakaknya untuk menjahitkan baju.
”Kami memang biasa membagi tugas. Saya membuat pola dan kakak saya yang kemudian menjahitkan bajunya,” ujarnya.
Putri Erlin, Aurel (6), sudah menggeluti dunia permodelan dan fashion sejak berumur tiga tahun. Selama itu, Aurel pun sudah terbiasa nyaman dengan baju-baju buatan ibu dan bibinya.
”Selain anak merasa nyaman, saya juga lebih suka membuat baju sendiri karena rasanya lebih puas dan lebih hemat,” ujarnya terkekeh.
Aurel, menurut dia, memang menikmati dunia fashion show dan suka berlenggak-lenggok di titian peraga (catwalk). Demi menuruti keinginan putrinya tersebut, dia pun juga sudah memasukkan putrinya ke sebuah agensi model di Yogyakarta.
Erlin pun merasa puas karena dengan berbekal baju buatannya, Aurel sempat menjadi ikon sebuah mal di Magelang, berkali-kali ikut fashion show di sejumlah kota.
”Karena kiprahnya, dia pun juga sudah sempat di-endorse untuk sejumlah produk tertentu,” ujarnya.
Kiprah sang anak dalam dunia permodelan memang pada akhirnya membuat seorang ibu harus selalu memacu kreativitasnya untuk membuat putrinya tampil menarik. Sekalipun tidak berprofesi sebagai perancang busana dan tidak memiliki modiste, Dewi (37), misalnya, sudah sangat terbiasa membuat busana bagi putrinya, Atha (6), sejak anak sulungnya tersebut masih berumur 3 tahun.
Menyesuaikan dengan tema acara fashion show, dia pun terlatih membuat busana dari aneka bahan, dengan beraneka karakter dan tema.
”Sebelum membuat busana khas Tiongkok seperti sekarang, saya juga pernah membuat busana berbahan baku barang-barang daur ulang dan beragam kain, mulai dari katun, sutra, hingga kain tipis, seperti kain untuk busana pengantin, tulle,” ujarnya.