Air Baku Tarum Barat Kian Tercemar
JAKARTA, KOMPAS - Sumber air baku untuk air minum warga Jakarta dan sebagian Bekasi kian tercemar. Kualitas air Saluran Tarum Barat atau Kalimalang jauh di atas ambang batas yang ditetapkan pemerintah. Pada 2018 misalnya, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menemukan konsentrasi koli tinja 390.000 jumlah sel (jml) /100 mili liter (ml) dan 1 juta jml/100 ml di dua titik pengambilan sampel.
Sementara baku mutu konsentrasi koli tinja atau escherecia coli (e-coli) menurut Dinas Lingkungan Hidup DKI 1.000 jml/100 ml. Ambang batas ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Pasokan air Kalimalang bernilai strategis karena menjadi tumpuan utama warga Jakarta mendapatkan air bersih dari jaringan pipa. Walau demikian, Jakarta masih kekurangan suplai air baku hingga 536 juta meter kubik dari kebutuhan lebih dari 1 miliar meter kubik per tahun. Adapun pasokan air baku dari Kalimalang per 2018 sebanyak 532 juta meter kubik. Selanjutnya Perusahaan Air Minum Jaya selaku operator membagikan air itu ke mitra swastanya, yakni 389 juta meter kubik untuk PT Aetra, dan 193 juta meter kubik untuk PT Palyja.
Sementara PT Palyja selain menerima pasokan dari Tarum Barat, juga mendapatkan suplai dari Perusahaan Daerah Air Minum Tangerang sekitar 88 juta meter kubik setiap tahun, atau 32 persen total produksi. Adapun pasokan lain diperoleh PT Palyja dari Kali Krukut, Kanal Barat, dan Cengkareng Drain.
Ironisnya, kualitas air dari ketiga saluran dan sungai ini lebih buruk dari air Kalimalang. Contohnya Kali Ciliwung, data pengujian sampel air Kali Ciliwung oleh Dinas LH DKI 2011-2018, ditemukan konsentrasi koli tinja coli (e-coli) paling rendah 8.500 jml/100ml dan paling tinggi 1,2 juta jml/100 ml.
Tidak ada perbaikan
Air Kalimalang yang menjadi sumber utama air baku DKI, kualitasnya dari tahun ke tahun tak menunjukkan perbaikan. Berdasarkan data Dinas LH DKI selama 2012-2017, konsentrasi koli tinja pada air Kalimalang itu paling rendah 5.750 jml/100 ml air, dan selebihnya mulai dari 150.000 sampai 340.000 jml/100 ml. Konsentrasi tertinggi ditemukan pada 2018, sebanyak 1 juta jml/100ml, mencapai 1.000 kali dari baku mutu yang diterapkan Dinas LH DKI sebesar 1.000 jml/100 ml.
Sementara ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor, Suprihatin menilai, baku mutu yang diterapkan Dinas LH DKI itu saja sudah longgar. Pasal 8 PP Nomor 82 Tahun 2001 mengklasifikasikan mutu air dalam beberapa kategori. Kelas 1 adalah air dengan kandungan koli tinja 1.000 jml/100 ml. Sedangkan baku mutu koli tinja 5.000 jml/100 ml itu masuk Kelas 2, berlaku bagi air yang digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air.
Kompas mengambil sampel air Kalimalang dan mengujinya di laboratorium PT ALS Indonesia di Sentul, Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan oleh tenaga laboratorium PT ALS Indonesia di ruas aliran Kalimalang dekat Jalan Mayor Madmuin Hasibuan, Kota Bekasi, pada Selasa (22/11/2019), pukul 14.30. Saat sampel diambil, cuaca dalam kondisi hujan rintik. Beberapa jam sebelum sampel diambil, wilayah Bekasi diguyur hujan deras sejak pukul 11.00.
Hasil pengujian sampel air Kalimalang yang diambil Kompas itu menunjukkan konsentrasi koli tinja sebesar 3.000 jml/100 ml. Konsentrasi itu pun melampaui baku mutu koli tinja untuk air baku untuk air minum, 1.000 jml/100 ml.
Perum Jasa Tirta II selaku pengelola air baku Kalimalang juga menemukan kadar Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB) atau Biological Oxygen Demand (BOD) pada 6 sampel air yang diambil di Kalimalang pada 2018, itu umumnya melampaui standar yang ditetapkan PP Nomor 82 Tahun 2001 untuk Kelas 1 maupun Kelas 2, yakni tak boleh lebih dari 2 dan 3. Sementara 6 sampel itu menunjukkan hasil angka mulai dari 3,3 hingga 6,2.
Kadar BOD ini, menurut Suprihatin, menunjukkan tingkat pencemaran oleh bahan organik. Bahan organik yang tinggi menyebabkan kondisi perairan terganggu, misalnya ikan mati, bau busuk, PH rendah, dan pengaruh ikutan lainnya.
Faktor yang menyebabkan buruknya kualitas air Kalimalang itu dengan mudah dapat dijumpai pada perilaku masyarakat di sepanjang aliran itu
Penyebab buruknya kualitas air Kalimalang itu dapat dijumpai pada perilaku warga di sepanjang aliran itu, mulai dari hilirnya di Jakarta Timur sampai hulunya di Purwakarta, Jawa Barat. Sementara di hilir, bantaran Kalimalang relatif bersih dari bangunan liar, tetapi di beberapa bagian masih mudah dijumpai timbunan sampah.
Di Bekasi, beberapa bangunan semi permanen berada di area bantaran. Ada yang digunakan sebagai tempat tinggal, dan ada pula yang digunakan sebagai tempat menimbun barang bekas dari kawasan industri, seperti drum plastik bekas penampung cairan kimia.
Area itu digunakan warga untuk mendaur ulang barang bekas dari plastik, untuk digiling menjadi bijih plastik. Timbunan potongan plastik bekas daur ulang itu pun memenuhi permukaan bantaran, dan tak sedikit yang timbunannya menjorok ke dalam aliran Kalimalang.
Sementara di Karawang, Jawa Barat, tim Kompas dengan mudah menemukan bilik-bilik semi permanen yang digunakan untuk mandi cuci kakus (MCK) atau dikenal juga sebagai WC helikopter, di bantaran Kalimalang. Orangtua hingga anak-anak menggunakan aliran itu untuk mandi, mencuci pakaian, termasuk buang hajat.
“Air ini kan sudah ada dari dulu. Jadi masyarakat di sini menggunakan air ini untuk mencuci atau mandi,” tutur Cerman (50), warga Desa Wadas, Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang.
Meskipun terbiasa menggunakan air Kalimalang untuk mandi, namun Cerman menolak menggunakan air itu untuk minum dan memasak. Menurutnya, air di aliran itu tidak baik untuk dikonsumsi. “Takut ada limbah. Kalau dulu masih bisa pakai minum karena masih bersih airnya,” kata Cerman.
Kekhawatiran Cerman cukup beralasan. Tak jauh dari tempatnya membuka jasa memperbaiki motor dan mobil, ditemukan area bantaran Kalimalang yang dikelilingi garis polisi. Area itu dipenuhi dengan timbunan barang-barang bekas, dan menyisakan bau menyengat khas bau cairan kimia.
Sebagian warga setempat sejak lama mengetahui bahwa air Kalimalang digunakan sebagai air baku untuk air minum Jakarta. Warga juga menyadari bahwa mereka dilarang mengotori aliran air itu.
Namun karena di desanya belum tersedia WC komunal, dan warga pun sudah terbiasa mandi di Kalimalang, sehingga kebiasaan untuk mandi hingga buang hajat masih dilakukan di aliran air itu. Seperti halnya Cerman, pada umumnya warga di Desa Wadas menolak mengonsumsi air Kalimalang lantaran airnya keruh dan kadang berbau.
Menanggapi konsentrasi koli tinja yang tinggi di Kalimalang, Suprihatin, ahli lingkungan IPB menyampaikan, konsentrasi koli tinja 1 juta jml/100 ml air Kalimalang itu mengindikasikan air tersebut mengalami pencemaran dan tak layak dijadikan air baku. Dari sisi syarat saja, lanjutnya, konsentrasi koli tinja yang ditoleransi pada air baku untuk air minum itu tak boleh lebih dari 1.000 koli tinja per 100 ml.
“Apalagi data ini didukung oleh data kualitatif (observasi Kompas terkait perilaku masyarakat di sekitar bantaran Kalimalang), sehingga ini memperkuat dugaan bahwa terjadi pencemaran koli tinja di sana,” jelasnya.
Tingginya kadar koli tinja di air baku itu sudah cukup menjadi indikator kadar polutannya tinggi. Tak memenuhi syarat untuk diolah.
Menurut Suprihatin, konsentrasi koli tinja di dalam air perlu diperhatikan serius karena koli tinja merupakan bakteri indikator terkait polusi di air tersebut. “Tingginya kadar koli tinja di air baku itu cukup menjadi indikator kadar polutannya tinggi. Tak memenuhi syarat untuk diolah,” jelasnya.
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup DKI, Andono Warih tak habis pikir tingginya konsentrasi koli tinja pada air Kalimalang. Semestinya bakteri sulit berkembang biak di air yang mengalir. Namun buktinya, ditemukan konsentrasi koli tinja yang tinggi pada setiap sampel air Kalimalang yang diuji. “Kalau Kalimalang ini banyak air bukannya bersih, malah kotor juga karena air dari Jatiluhur juga tercemar, kadar koli tinjanya tetap tinggi,” jelasnya.
Asisten Manajer Pemeliharaan Sumber Daya Air, Perum Jasa Tirta II, Brahmada Siregar mengungkapkan, hingga November 2018 kemarin, pencemaran di Saluran Tarum Barat atau Kalimalang itu tergolong cemar sedang, seperti diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003.
Kategori cemar sedang itu diperoleh setelah dilakukan pengujian dengan 16 parameter. Salah satunya yang diuji adalah kandungan asam sulfida (H2S) yang ada di dalam air di aliran sungai itu. Sebab, di dalam aliran itu ditemukan zat organik dan sampah, yang didominasi limbah rumah tangga.
Setelah diuji dan dibandingkan dengan beberapa parameter terkait baku mutu lingkungan yang ditetapkan Peraturan Menteri LH Nomor 15 tahun 2003, diperoleh nilai 50-80, tergolong cemar sedang. Kategori ini berada satu tingkat di bawah cemar berat. Merujuk pada beberapa jurnal ilmiah, aliran sungai atau saluran yang alami cemar sedang itu perlu didukung dengan penyediaan pengolahan air limbah untuk permukiman sekitarnya.
Menurut Brahmada, sesungguhnya kondisi air di Saluran Tarum Barat sudah lebih baik dibandingkan kondisi air di hulunya. Air yang masuk ke Saluran Tarum Barat itu sudah melalui 3 waduk. Mulai dari hulu, air di aliran Sungai Citarum akan masuk ke Waduk Saguling, kemudian dialirkan lagi ke Waduk Cirata. Terakhir, masuk ke Waduk Jatiluhur, dan baru kemudian masuk Kalimalang.
Waduk sebagai penampung air, itu juga memiliki fungsi sebagai pengencer. Air akan mengalami permunian dengan sendirinya dengan bantuan hujan dan debit air buangan. “Ketika air yang tercemar itu ada di waduk maka akan alami pengenceran (sehingga konsentrasi pencemaran berkurang),” jelas Brahmada.
Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo menyampaikan, bahwa Jakarta tak punya banyak pilihan dalam memperoleh sumber air baku. Pasokan air baku Jakarta saat ini sekitar 20.000 liter per detik atau sebesar 532 juta meter kubik per tahun seperti pada realisasi 2018. Padahal kebutuhan air baku DKI lebih dari 1 miliar kubik setiap tahun.
"DKI masih membutuhkan setidaknya 536 juta meter kubik lagi untuk air baku. Perhitungan kekurangan ini sudah memasukkan asumsi pertumbuhan penduduk, dan konsumsi non domestik," jelasnya.
Jalan keluarnya, menurut Hernowo, adalah terus mencari sumber-sumber air yang bisa dijadikan alternatif sumber air baku. Sebagai contoh Kali Pesanggrahan dan Kali Ciliwung.
Ada pula Situ Babakan yang volume airnya lumayan banyak. Hingga Desember lalu, menurut Hernowo, kadar koli tinja di Situ Babakan teridentifikasi 2.000 jml/100 ml. Walaupun diakui Hernowo, kualitas danau dan situ lain di Jakarta dalam kondisi buruk. "Kami sudah lihat, Situ Babakan itu memungkinkan untuk diambil sebagai air baku. Belum terlampau buruk kualitasnya," jelasnya.
Pada saat yang sama, Palyja selaku mitra PAM Jaya juga sudah mengolah air Kali Krukut, Kanal Barat, dan Cengkareng Drain, meskipun kualitas ketiga sungai itu juga buruk. Di tengah buruknya kualitas air baru, pengolahan memainkan peran penting. Di tingkat konsumen di Jakarta, kualitas air baku menjadi layak digunakan.
Karena itu, Hernowo menyatakan sungai-sungai yang tercemar koli tinja dapat diolah menjadi air bersih melalui pengolahan yang tepat. “Sebelum diolah, air itu dilakukan pre-treatment sehingga mengurangi polusi di dalamnya,” jelasnya. (ADY/DVD/BKY/HLN/MDN)