Pemerintah Indonesia terus berkomunikasi dengan pihak terkait di Filipina guna mengonfirmasi dugaan otoritas Filipina yang menyebutkan keterlibatan WNI dalam serangan bom di Jolo.
JAKARTA, KOMPAS — Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir mengatakan, Indonesia belum dapat mengonfirmasi berita mengenai kemungkinan keterlibatan dua warga negara Indonesia dalam aksi teror bom di Jolo, Filipina selatan.
”Menlu RI tengah mencoba berkomunikasi dengan berbagai pihak di Filipina untuk memperoleh konfirmasi. Baik KBRI di Manila maupun KJRI di Davao City juga sedang berusaha mendapatkan konfirmasi dari berita tersebut,” kata Arrmanatha dalam pesan tertulisnya, Jumat (1/2/2019), di Jakarta.
Ia menyebutkan, informasi terakhir yang diterima dari Kepolisian Nasional Filipina dan komando militer Western Mindanao Command (Westmincom), Jumat, pelaku pengeboman di Jolo sampai saat ini belum teridentifikasi nama dan kewarganegaraannya.
Sebelumnya, mengutip sejumlah sumber, Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano, Jumat, mengatakan, pihaknya meyakini pelaku serangan bom bunuh diri atas sebuah gereja di Jolo hari Minggu lalu adalah pasangan suami istri asal Indonesia. Dalam serangan itu, 22 orang tewas dan lebih dari 100 lainnya luka-luka.
Setelah serangan, Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. ”Mereka (pelaku) adalah orang Indonesia,” kata Ano, mantan Panglima Angkatan Bersenjata Filipina, kepada CNN Filipina. ”Saya yakin mereka orang Indonesia.”
Ia menambahkan, pasangan itu menerima bantuan dari Abu Sayyaf, organisasi radikal yang terkenal karena penculikan dan faksi-faksi ekstremisnya.
Tidak konsisten
Reuters dalam laporannya menyebutkan, kepada media lokal di Filipina, seorang penyelidik mengatakan, informasi dan temuan yang diperoleh aparat Filipina kadang bertentangan dan tidak konsisten. Kondisi itu diperparah oleh lokasi kejadian yang disebutkan telah terkontaminasi.
Awalnya, sejumlah pejabat keamanan mengatakan, bom yang digunakan dalam serangan diledakkan dari jarak jauh. Namun, dua hari kemudian, Selasa, Presiden Rodrigo Duterte menyatakan, serangan itu adalah serangan bom bunuh diri.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mendukung dugaan Duterte. Ia mengatakan, pemeriksaan tas di pintu masuk gereja akan menyulitkan menempatkan bom di area gereja.
Menurut dia, mengikatkan bom ke tubuh jauh lebih memungkinkan bagi seseorang untuk membawanya masuk ke dalam gereja.
Setelah serangan bom di Jolo, pada Rabu lalu dua orang tewas saat sebuah masjid tak jauh dari Zamboanga dilempar granat. Hingga saat ini belum diketahui siapa pelaku pelemparan itu.
Terkait dugaan keterlibatan WNI, diplomat yang dekat dengan isu itu menuturkan, beberapa kali otoritas Filipina memiliki dugaan tentang keterlibatan WNI, salah satunya saat terjadi serangan di Marawi. Namun, dugaan itu sering kali tanpa proses verifikasi terlebih dahulu. (REUTERS/JOS)