ABU DHABI, JUMAT Kesuksesan tim nasional sepak bola Qatar merajai sepak bola Asia adalah buah investasi jangka panjang negara itu di olahraga. Qatar, yang membekap Jepang 3-1 dalam final Piala Asia 2019 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Jumat (1/2/2019) malam, mereplikasi kesuksesan Spanyol di kancah sepak bola dunia.
Berkat keberhasilan itu, skuad berjuluk ”Al-Annabi”, yang merujuk pada kostum utama berwarna merah marun itu, mengukir sejarah emas, yaitu untuk pertama kali menjuarai Piala Asia.
Trofi turnamen empat tahunan itu melengkapi kesuksesan timnas Qatar U-19 yang sebelumnya menjuarai Piala Asia U-19 pada 2014. Mayoritas pemain Qatar di final Piala Asia kemarin adalah para pemain yang berjaya pada Piala Asia U-19 di Myanmar, lima tahun silam.
Pengalaman sukses di level Asia pada usia remaja itu membuat Al-Annabi tampil percaya diri dan tidak gentar menghadapi Jepang. Padahal, lawannya, Jepang, adalah tim paling sukses di Piala Asia, yaitu dengan koleksi empat trofi.
Tim ”Samurai Biru”, yang tampil memukau di Piala Dunia Rusia 2018, sebelumnya juga tidak pernah kalah di final Piala Asia. Dari empat kali menembus final, mereka selalu keluar sebagai juara pada 1992, 2000, 2004, dan 2011.
Namun, realitasnya, Qatar tampil dominan melawan Jepang di laga final yang digelar di Stadion Sheikh Zayed, Abu Dhabi, UEA, itu. Hassan al-Haidos dan kawan-kawan tidak hanya memonopoli sirkulasi bola dan memperagakan operan-operan pendek khas sepak bola Spanyol.
Mereka juga memamerkan gol-gol teknik tinggi, yaitu dicetak oleh striker Almoez Ali dan pemain tengah Abdulaziz Hatem.
Ali, pemain kelahiran Sudan yang kini mulai dilirik klub-klub Eropa, membobol gawang Jepang lewat kontrol bola sulit yang dilanjutkan tendangan akrobatik, yaitu ayunan kaki dengan badan dan kaki terbalik.
Gol itu membuat Ali meraih rekor baru, yaitu pemain dengan gol terbanyak di satu edisi Piala Asia (total sembilan gol).
Ali melampaui rekor milik legenda Iran sekaligus dunia, Ali Daei, yang mengemas delapan gol di Piala Asia 1996.
Gol Hatem di menit ke-27 juga tidak kalah indah. Bak David Silva, mantan gelandang serang timnas Spanyol, Hatem merobek jala gawang Jepang lewat tendangan akurat melengkungnya dari luar kotak penalti.
Gol-gol indah Ali dan Hatem ini bukanlah serangkaian kebetulan. Itu semua diasah di tempat khusus bernama Akademi Aspire yang berada di Doha, Qatar.
Aspire adalah pemusatan latihan di Qatar yang dikelola lembaga independen dengan bantuan dana pemerintah. Akademi sepak bola hanya salah satu bagian dari sentra olahraga di Qatar yang dilengkapi infrastruktur dan sains tercanggih di Asia itu. Seperti dilansir media Spanyol, Marca, fasilitas yang berdiri pada 2004 itu kental dengan kultur olahraga Spanyol.
Akademi sepak bola Aspire, misalnya, dikepalai Ivan Bravo, yaitu mantan Manajer Strategi Real Madrid, klub tersukses di Liga Champions Eropa. Dengan kucuran dana besar dari Pemerintah Qatar, Bravo memboyong sejumlah pelatih bertalenta asal Spanyol, seperti Mikel Antia, Felix Sanchez, dan Oscar Fernandez.
Sanchez, yang menjabat Pelatih Kepala Timnas Qatar, misalnya, merupakan jebolan Akademi La Masia sekaligus mantan pelatih tim muda Barcelona FC.
Kesuksesan Sanchez di Qatar pun tidak instan. Ia memulai karier barunya di Qatar pada 2006 sebagai Pelatih Timnas Qatar U-19 dan secara berjenjang naik ke tim senior pada 2017.
Timnas Qatar pun sangat kuat di Piala Asia 2019, yaitu mengemas 18 gol dan hanya sekali kebobolan gol karena kebersamaan yang terjalin sangat lama antara Sanchez dan sejumlah pemain yang kini menginjak level senior.
Gelar juara Asia ini menjadi modal berharga bagi Qatar yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Skuad merah marun itu memiliki waktu tiga tahun untuk mematangkan para pemain mudanya supaya bisa bersaing dengan tim-tim kuat Eropa dan Amerika Selatan di Piala Dunia. (JON)