Penggantian Data NISN Menjadi NIK Bertahap
Penerapan sistem basis data siswa terpadu, dengan mengganti NISN menjadi NIK, diharapkan akan mendukung program pendidikan.
JAKARTA, KOMPAS – Penggantian nomor induk siswa nasional dengan nomor induk kependudukan akan dilakukan secara bertahap. Penggantian nomor ini bertujuan menghasilkan satu basis data terpadu untuk semua aspek kependudukan dan catatan sipil. Dalam data NIK diharapkan tercantum semua pencatatan sipil seorang individu mulai dari kelahiran hingga kematian.
Saat ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian dalam Negeri berupaya menyandingkan data Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) terlebih dahulu. Dari proses ini, akan didapat data jumlah siswa yang memiliki NISN, tetapi tidak memiliki NIK. Artinya, kemungkinan siswa itu tidak memiliki akta kelahiran sehingga sekolah wajib membantu orangtua siswa mengurus akta kelahiran siswa tersebut.
"Pemakaian NIK lebih sesuai dengan sistem zonasi dibandingkan dengan NISN karena selain berpengaruh dengan penerimaan peserta didik baru, juga berkaitan dengan rotasi guru dan revitalisasi sarana dan prasarana sekolah," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy ketika ditemui Kompas di ruang kerjanya, Selasa (29/1/2019).
Muhadjir berharap penggantian NISN menjaid NIK ini bisa berdampak juga kepada sistem seleksi masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Selama ini, SNMPTN menunggu sekolah memasukkan data siswa dan mengunggahnya ke laman resmi panitia SNMPTN, akibatnya memakan waktu lama dan tidak semua sekolah bisa melakukannya tepat waktu karena keterbatasan operator maupun jaringan internet.
"Dengan adanya basis data siswa, Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi tinggal masuk ke laman itu dan bisa langsung menyaring siswa berdasarkan catatan nilai rapor dan prestasi-prestasi lain. Di sisi lain, ini juga memudahkan proses ketatausahaan siswa apabila ia harus pindah sekolah," tuturnya.
Dengan adanya basis data siswa, Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi tinggal masuk ke laman itu dan bisa langsung menyaring siswa berdasarkan catatan nilai rapor dan prestasi-prestasi lain.
Wajib belajar
Target lain penyandingan data NIK dan NISN, kata Muhadjir, adalah untuk mengoptimalkan program wajib belajar 12 tahun. Penyandingan data NIK dengan NISN juga akan mengungkapkan jumlah anak dalam usia sekolah yang tidak terdaftar di satuan pendidikan seperti sekolah, madrasah, pesantren, dan pendidikan kesetaraan.
"Hal ini sangat berpengaruh dalam pemberian Kartu Indonesia Pintar guna memastikan setiap penduduk berusia 7-21 tahun memang menunaikan kewajiban belajar 12 tahun," ujarnya.
Pengetahuan NIK beserta alamat anak-anak tersebut dapat membantu Kemdikbud mengambil langkah efektif. Misalnya, apabila anak itu tidak bisa masuk ke sekolah, bisa dimasukkan ke pusat kegiatan belajar masyarakat (Kejar Paket) atau pun mengikuti kursus yang semuanya dibantu dibiayai oleh KIP.
Transparan
Dosen Pascasarjana Administrasi Negara Universitas Indonesia Roy Valiant Salomo mengatakan, sistem basis data terpadu ini sudah dipraktikkan oleh negara-negara maju sehingga tidak ada informasi tumpang tindih mengenai satu individual. "Namun, harus ada jaminan transparansi data dan pemanfaatannya dengan bertanggung jawab," ucapnya.
Sistem basis data terpadu ini sudah dipraktikkan oleh negara-negara maju sehingga tidak ada informasi tumpang tindih mengenai satu individual.
Ia menekankan, pemanfaatan basis data ini tidak hanya untuk mencari jumlah anak berusia sekolah dan memastikan mereka mengikuti wajib belajar 12 tahun. Perhatikan juga detil mengenai lokasi tempat tinggal, agama, dan kondisi sosial-ekonomi mereka sehingga kebijakan pendidikan benar-benar terpadu.
Misalnya, penyediaan guru agama. Dinas pendidikan yang mengetahui jumlah anak dengan agama tertentu wajib memastikan di sekolah-sekolah, hak mereka mendapat pendidikan agama dan kepercayaan masing-masing terpenuhi.
"Hal kedua ialah memastikan keterbukaan informasi publik dalam penggunaan basis data. Jangan sampai ada celah penggelembungan jumlah penduduk dengan tujuan untuk mengorupsi proyek seperti pengadaan buku teks maupun sarana dan prasarana sekolah," tutur Roy.
Dari segi pola kerja birokrat pemerintah juga harus diubah agar tidak berdasarkan kebijakan yang populis, yaitu hanya menyenangkan sebagian masyarakat, politisi, dan partai politik tertentu. Kebijakan harus berdasarkan basis data yang nyata dan transparan.
Sosialisasi
Secara terpisah, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, juga mengatakan, pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masif agar program pengintegrasian data tersebut tidak menambah masalah baru. Sosialisasi harus diberikan kepada semua elemen pendidikan, mulai dari tingkat dinas pendidikan daerah, pihak sekolah, siswa hingga orang tua siswa.
"Perubahan dari NISN menjadi NIK tidaklah sesederhana MOU (nota kesepahaman Kemdikbud dan Kemdagri). Di tingkat pelaksana kedua kementerian harus benar-benar memahami dan menguasai secara teknis bagaimana proses pengintegrasian tersebut berlangsung, sehingga tidak merugikan calon peserta didik baru," kata Retno
Dia mengatakan, jangan sampai pergantian NISN menjadi NIK tersebut malah mengganggu sistem pengadministrasian data siswa selama ini yang sudah ada dalam data pokok pendidikan (Dapodik). Apalagi selama ini, pangkal data siswa dan sekolah (PDSS) merupakan satu-satunya dasar pertimbangan pada seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Termasuk memuat data, nilai prestasi akademik siswa dan prestasi lainnya serta rekam jejak kinerja sekolah.
Selain itu, KPAI meminta pemerintah membentuk posko pengaduan disertai standar operator prosedur sehingga saat masyarakat melapor ke posko pengaduan mendapatkan solusi yang jelas.