Paus Fransiskus Ingin Menjangkau Lebih Banyak Muslim

Paus Fransiskus, Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma Sedunia, di hadapan puluhan ribu umatnya di Lapangan Santo Petrus di Vatikan pada 20 April 2014.
VATIKAN, JUMAT — Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus menjadikan dialognya dengan Islam sebagai tonggak karya kepausannya yang dimulai sejak 2013. Ia sudah mengunjungi sejumlah negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Kantor berita Agence France-Presse, Kamis (31/1/2019), melaporkan, Fransiskus akan menjadi Paus pertama yang mengunjungi Semenanjung Arab, tepatnya Uni Emirat Arab (UEA). Kunjungan itu akan dilakukan pada 3-5 Februari 2019.
Situs berita Egypt Today melaporkan, Imam Besar Al-Azhar dan Ketua Dewan Tetua Muslim Sheikh Ahmed al-Tayeb saat ini sudah berada di Abu Dhabi, UEA, untuk bertemu Paus Fransiskus. Itu akan menjadi pertemuan ketiga mereka untuk memajukan dunia yang lebih damai.
Pada bulan berikutnya, Maret 2019, Paus Fransiskus dijadwalkan akan terbang ke Maroko. Lawatan ke dua negara itu hanyalah contoh kecil dari banyak perjalanan yang sudah dilakukan ke negara-negara Islam.

Paus Fransiskus (kanan) berbicara dengan Raja Abdullah II dari Jordania di sebuah ruangan pribadi Paus di Vatikan, 19 Desember 2017. Raja Jordania membalas kunjungan Paus ke negaranya tiga tahun sebelumnya.
Hampir lima tahun lalu, tepatnya 24 Mei 2014, Paus Fransiskus diterima dengan sambutan hangat oleh Raja Abdullah II di Amman, ibu kota Jordania, dan bertemu dengan pengungsi Suriah.
Perang saudara di Suriah yang hingga saat itu telah menewaskan lebih dari 160.000 orang dan jutaan orang mengungsi telah menyentuh rasa kemanusiaan pemimpin 1,2 miliar umat Katolik sedunia itu.
Baca juga: Paus Perkokoh Hubungan dengan Muslim
Sehari kemudian Paus memulai ziarah ke Tanah Suci Betlehem di Tepi Barat yang diduduki Israel. Ia berhenti untuk berdoa dalam diam di tembok pemisah yang kontroversial yang didirikan Israel.
Fransiskus juga mengunjungi beberapa tempat paling suci dalam dunia Islam dan Yudaisme. Di antaranya ia mengunjungi kompleks Masjid Al Aqsa serta tembok pemisah antara Israel dan wilayah Tepi Barat.

Paus Fransiskus menyentuh tembok yang memisahkan Israel dan wilayah Tepi Barat, Palestina, Minggu (25/5/2014).
Pada September di tahun yang sama, Paus asal Argentina ini mengunjungi Albania. Di sana ia memuji hubungan mesra antara umat Katolik, Ortodoks, dan Muslim. Paus menyebut kondisi itu sebagai ”hadiah berharga bagi negeri” itu.
Fransiskus mengatakan, hubungan mesra seperti itu sangat penting ”pada masa-masa ini di mana roh agama yang autentik sedang disalahgunakan dan perbedaan agama sedang terdistorsi”.
Pada November 2014, Paus Fransiskus melakukan perjalanan ke Turki di mana ada komunitas Kristen yang relatif kecil, yakni hanya 80.000 orang di antara sekitar 75 juta Muslim.
Baca juga: 70 Tahun Hubungan Mesir-Vatikan
Di Masjid Biru Istanbul yang terkenal, Fransiskus bergandengan tangannya dalam doa bersama seorang ulama senior. Itu merupakan gerakan persaudaraannya dengan kaum Muslim. Hal serupa delapan tahun sebelumnya dilakukan pendahulunya, Paus Benediktus XVI, di tempat yang sama.
Paus juga mengunjungi Ankara. Di sana ia bertemu dengan Direktur Urusan Agama Islam Turki Mehmet Gormez. Mereka saling mendukung dalam mempromosikan perdamaian, kerja sama, dan saling menghormati sebagai saudara.

Paus Fransiskus berjabat tangan dengan Mehmet Gormez, Direktur Urusan Agama Turki, di Ankara, Jumat (28/11/ 2014).
Setahun setelahnya, November 2015, Paus Fransiskus disambut dengan gembira di Republik Afrika Tengah (CAR), sebuah negara yang sering dilanda kekerasan sektarian.
Selama 26 jam berada di CAR, Paus sempat mengunjungi sebuah masjid di Distrik PK5, yang menjadi kantong minoritas Muslim di Bangui. Di sana Paus menegaskan, Kristen dan Muslim ”bersaudara”.
”Bersama-sama kita harus mengatakan tidak pada kebencian, balas dendam, dan kekerasan,” kata Paus. Di antara kerumunan Muslim PK5 itu memakai baju kaus bergambarkan wajah Fransiskus.
Lalu pada Oktober 2016, Paus Fransiskus juga melakukan lawatan singkat ke Azerbaijan, wilayah Kaukasus eks Uni Soviet, yang sebagian besar penduduknya memeluk Islam.
Di Azerbaijan, Paus memuji pentingnya multikulturalisme dan budaya saling melengkapi karena di negeri itu agama-agama mempraktikkan ”kolaborasi dan rasa saling menghormati”.
Fransiskus juga melakukan kunjungan ke Mesir pada April 2017, kunjungan Paus kedua pada zaman modern, yakni 17 tahun setelah lawatan Paus Yohanes Paulus II ke negara itu.

Paus Fransiskus disambut Sheikh Ahmed al-Tayeb, Imam Besar Al-Azhar, Kairo, Mesir, dalam kunjungan Paus ke lembaga bergengsi Islam tersebut pada 28 April 2017. Setahun sebelumnya, Tayeb mengunjungi Vatikan. Keduanya bertemu untuk mempromosikan perdamaian dunia.
Di Mesir, negara yang 10 persen dari populasi 92 juta adalah pemeluk Kristen Koptik, Paus Fransiskus mengatakan ”iman sejati” bergantung pada ”budaya perjumpaan, dialog, rasa hormat, dan persaudaraan”.
Paus juga mengunjungi Universitas Al Azhar, salah satu otoritas agama terkemuka di dunia Muslim. Hubungan Vatikan dengan Al Azhar pernah retak pada 2006 ketika Paus Benediktus XVI dalam pidatonya menghubungkan Islam dengan kekerasan.
Di Azerbaijan, Paus memuji pentingnya multikulturalisme dan budaya saling melengkapi karena di negeri itu agama-agama mempraktikkan ’kolaborasi dan rasa saling menghormati’.
Dalam sebuah kunjungannya ke Bangladesh pada Desember 2017, Paus meminta ”maaf” dari pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan fisik di Myanmar.
Paus Fransiskus menyampaikan permohonan maaf kepada pengungsi Rohingya karena tidak secara langsung menyinggung kondisi buruk etnis Rohingya saat ia mengunjungi Myanmar sebelumnya.
”Atas nama semua orang yang telah menganiaya Anda semua, yang telah melukai Anda, di tengah ketidakpedulian dunia, saya memohon maaf dari Anda,” katanya setelah bertemu dengan 16 pengungsi Rohingya.

Paus Fransiskus menerima pengungsi Muslim Rohingya di Dhaka, Bangladesh, 1 Desember. Paus meminta maaf kepada mereka karena perlakuan buruk yang dialami kaum minoritas Rohingya itu.
Paus Fransiskus mengaku sangat gembira dengan adanya pertemuan antarumat beragama di Bangladesh saat itu. Paus bertemu dengan pengungsi Myanmar dan kemudian menggunakan kata Rohingya untuk pertama kali dalam rangkaian kunjungannya ke Myanmar dan Bangladesh.
Sebelumnya, di Myanmar, Paus mengikuti saran seorang pejabat Gereja Katolik Myanmar agar menghindari kata Rohingya karena dinilai dapat memicu reaksi tak diinginkan. Hal itu juga dinilai dapat mengacaukan situasi Myanmar yang sedang menuju ke arah demokrasi. (AFP/AP/REUTERS)