AEK KANOPAN, KOMPAS – Tim gabungan penyelamat satwa berhasil mengevakuasi lumba-lumba yang tersesat 100 kilometer di hulu Sungai Kualuh, Desa Kuala Beringin, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara, Jumat (1/2/2019) dini hari. Anak lumba-lumba seberat 120 kilogram itu telah dilepasliarkan di Teluk Nibung, Kabupaten Asahan.
Penyelamatan satwa tersebut dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Jakarta Animal Aid Network (JAAN), dan Dolphin Project. Mereka menangkap ikan lumba-lumba punggung bungkuk indo-pasifik (Sousa chinensis) tersebut dengan jaring lalu mengangkutnya melalui jalan darat ke Teluk Nibung.
Pengendali Ekosistem Hutan BBKSDA Sumut Dede Tanjung menuturkan, lumba-lumba tersebut pertama kali dilihat warga muncul ke permukaan air Sungai Kualuh, Minggu (27/1). Ketika itu ada seekor induk dan seekor anak lumba-lumba yang muncul. Warga lain awalnya tidak percaya karena desa itu jauh dari laut.
Lumba-lumba itu lalu kembali muncul dengan melompat ke permukaan. Lumba-lumba itu pun menjadi tontotan warga desa. Induk lumba-lumba lalu ditemukan mati terdampar di pinggir sungai pada Rabu, (30/2).
Dede mengatakan, lumba-lumba itu diduga tersesat ke hulu sungai karena sistem sonarnya terganggu oleh mesin penyedot pasir. “Lumba-lumba itu diduga naik ke arah hulu pada malam hari. Saat pagi tiba, mesin penyedot pasir beroperasi sehingga sistem sonar lumba-lumba terganggu,” ujarnya.
Lumba-lumba itu diduga tersesat ke hulu sungai karena sistem sonarnya terganggu oleh mesin penyedot pasir
Dede mengatakan, pihaknya kesulitan menyelamatkan satwa itu karena tidak berpengalaman dengan peristiwa tersebut. Pihaknya awalnya hendak menggiring lumba-lumba itu ke arah muara sungai, tetapi tidak memungkinkan karena jaraknya jauh. Di sana juga banyak buaya muara sehingga membahayakan. Mesin penyedot pasir juga terus beroperasi sehingga dapat mengganggu sistem sonar lumba-lumba.
Setelah menemukan induk lumba-lumba mati, mereka memutuskan menangkap anaknya yang tersisa. Anak lumba-lumba itu diperkirakan hanya dapat bertahan beberapa hari karena masih harus menyusu.
Tim penyelamat satwa itu lalu turun ke sungai untuk menangkap ikan dengan jaring nelayan. Setelah beberapa jam, mereka berhasil menangkap lumba-lumba. “Kami menemukan sejumlah luka di tubuhnya. Kami memberikan obat dan vitamin agar lumba-lumba itu dapat bertahan,” kata Dede.
Tim pun langsung membawa lumba-lumba itu dan melepaskannya ke Teluk Nibung. Tim melepas ke Teluk Nibung karena dua minggu lalu ada yang melihat koloni lumba-lumba punggung bungkuk indo-pasifik di sana.
Tim melepas ke Teluk Nibung karena dua minggu lalu ada yang melihat koloni lumba-lumba punggung bungkuk indo-pasifik di sana.
“Setelah kami lepas, awalnya anak lumba-lumba itu tampak bingung. Setelah beberapa saat, sonarnya langsung aktif dan langsung melaju ke arah laut. Kemungkinan besar sistem sonarnya sudah mendeteksi keberadaan koloninya yang lain,” katanya.
Pendiri JAAN, Femke den Haas, mengatakan, anak lumba-lumba tersebut dapat bertahan jika bisa menemukan koloninya. Karena masih anakan, lumba-lumba itu diperkirakan masih harus menyusu. “Hubungan sosial kelompok lumba-lumba sangat kuat. Jika bertemu koloninya, induk yang lain akan menyusui anak lumba-lumba itu,” ujar Haas.
Haas mengatakan, lumba-lumba pungung bungkuk indo-pasifik sering berburu ikan ke muara sungai yang tergolong payau. Namun, sangat jarang lumba-lumba tersesat hingga 100 kilometer ke hulu sungai. Sistem navigasinya diduga tidak berjalan baik karen sonarnya terganggu mesin penyedot pasir.