PT Bukit Asam berencana membangun jalur kereta api untuk pengangkutan batubara dari Stasiun Simpang Ogan Ilir menuju Stasiun Perajen Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, sejauh 38, 35 kilometer. Jalur kereta ini rencananya akan mulai beroperasi pada 2023 dan dapat mengangkut batubara dengan kapasitas angkut hingga 10 juta ton per tahun.
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — PT Bukit Asam berencana membangun jalur kereta api untuk pengangkutan batubara dari Stasiun Simpang Ogan Ilir menuju Stasiun Perajen, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, sejauh 38,35 kilometer. Jalur kereta ini, menurut rencana, mulai beroperasi pada 2023 dan dapat mengangkut batubara dengan kapasitas angkut hingga 10 juta ton per tahun.
Hal ini disampaikan Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam (PTBA) Fuad Iskandar Zulkarnain Fachroeddin dalam Forum Grup Diskusi dan Bimbingan Tenis Terkait Perizinan Penyelenggaraan Perkeretaapian, Kamis (31/1/2019) di Palembang. Hadir dalam acara tersebut, sejumlah pemangku kepentingan dan perwakilan dari tiga pemerintah kabupaten dan satu pemerintah kota yang wilayahnya akan dilewati jalur kereta tersebut.
Fuad menerangkan, saat ini ada tiga fokus utama pembangunan, yakni menyiapkan tambang, trase, dan juga pelabuhan. ”Semua sedang dalam proses, kami sudah membuat timeline-nya,” ucap Fuad. Pelabuhan, menurut rencana, dibangun di Perajen, Kabupaten Banyuasin, untuk mengantarkan batubara langsung ke laut. Daerah yang akan dilalui adalah Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Kota Palembang, dan Banyuasin.
Dalam perencanaan, pembangunan jalur kereta api ini akan melewati dua jalan tol, yakni Tol Palembang-Indralaya (Palindra) dan Tol Kayu Agung-Palembang-Betung (Kapalbetung), serta melewati tiga sungai, yakni Sungai Komering, Sungai Pemulutan, dan Sungai Ogan. PTBA kini tengah mengurus izin trase disusul izin persiapan pembangunan dan izin operasi.
Trase ini jika sudah beroperasi akan menambah kapasitas produksi dari PTBA hingga 10 juta ton per tahun. Saat ini PTBA sudah memproduksi sekitar 25 juta ton batubara per tahun. Adapun hingga akhir tahun 2019 ditargetkan produksi meningkat menjadi 30 juta ton batubara per tahun.
Ada beberapa titik lagi yang akan kami bangun untuk meningkatkan kapasitas angkut batubara.
Fuad mengakui, kapasitas angkut batubara masih terbilang terbatas. Padahal, cadangan dan potensi batubara di Sumatera Selatan sangat banyak. ”Ada beberapa titik lagi yang akan kami bangun untuk meningkatkan kapasitas angkut batubara,” ungkap Fuad. Selain menambah infrastruktur pengangkutan, juga akan dilakukan pengembangan stockpile yang sudah ada.
Dalam proses pembangunan nanti, PTBA akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat guna menyesuaikan segala aturan yang berlaku sehingga pembangunan yang dilakukan sesuai prosedur. ”Intinya, kami akan mengikuti prosedur yang berlaku,” ucapnya.
Asisten Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Sumsel Yohanes Hasiholan Toruan menekankan agar pihak PTBA berkoordinasi dengan setiap pemerintah kabupaten dan kota yang akan dilalui jalur kereta. Dengan demikian, PTBA dapat mengetahui tata ruang wilayah di setiap kabupaten dan kota yang akan dilalui.
Selain itu, proses pembuatan dokumen perencanaan transparan, mulai dari pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), studi kelayakan, dan juga pembuatan proyek perencanaan fisik (DED). Pemprov Sumsel juga meminta PTBA melibatkan tenaga kerja lokal sehingga memberikan dampak ekonomi bagi warga sekitar.
”Pembangunan ini diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan, terutama di daerah-daerah yang akan dilewati nanti,” ucapnya.
Pada akhir tahun 2018, Pemerintah Sumatera Selatan mulai mendorong pengusaha batubara agar menyediakan jalur khusus untuk pengangkutan batubara dan tidak melewati jalan umum. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Daerah Sumsel Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada 2012, diterbitkan Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengangkutan Batubara melalui Jalan Umum. Namun, pergub tersebut dicabut sehingga pengangkutan mengacu pada Perda No 5 Tahun 2011.
Berdasarkan data Asosiasi Pertambangan Batubara Sumatera Selatan, tahun 2017, produksi batubara di Sumsel mencapai 42,5 juta ton. Sekitar 3,5 juta ton, pengangkutannya melewati jalur umum. Selebihnya menggunakan angkutan kereta api. Bahkan, ada juga perusahaan memiliki jalur khusus sendiri. Adapun jumlah truk batubara yang ada di Sumsel saat ini sekitar 2.000 truk.