JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah profesor riset, peneliti, dan sivitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menentang restrukturisasi yang mengutamakan efisiensi anggaran semata. Mereka menolak pencabutan fungsi penelitian satuan kerja tertentu dan pemangkasan pegawai secara masif.
Proses restrukturisasi dan reorganisasi sejak Januari 2019 ini dinilai berdampak pada degradasi LIPI sebagai lembaga multifungsional—termasuk sebagai produsen ilmu pengetahuan—menjadi sekadar lembaga birokrasi penelitian. Menurut mantan Kepala LIPI periode 2010-2014, Lukman Hakim, Rabu (30/1/2019), hal ini terlihat dari pencabutan fungsi penelitian konservasi di kebun raya dan stasiun oseanografi di pelosok Indonesia.
”Kehadiran stasiun-stasiun penelitian oseanografi kita di segala penjuru itu memiliki alasan-alasan ilmiah mengapa diperlukan. Namun, sekarang, tanpa pertimbangan, katanya lebih baik ditutup,” kata Lukman dalam pertemuan dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Pada kesempatan itu, sejumlah profesor riset, peneliti, dan sivitas LIPI bertemu dengan anggota Komisi VII DPR, antara lain anggota Fraksi Partai Golkar Fadel Muhammad dan anggota fraksi PAN Bara Hasibuan. Mengacu Peraturan Kepala LIPI Nomor 1 Tahun 2019, terdapat beberapa perubahan fungsi dari sejumlah satuan kerja dibandingkan dengan struktur tata kelola sebelumnya, yang berdasar Peraturan Kepala LIPI Nomor 1 Tahun 2014.
Contohnya, pada tata kelola sebelumnya, Pusat Penelitian Oseanografi juga memiliki fungsi melakukan penelitian di bidang oseanografi. Namun, fungsi ini dihilangkan pada tata kelola terbaru. Pada Pasal 84 Peraturan Kepala LIPI Nomor 1 Tahun 2019, fungsi Pusat Penelitian Oseanografi terkait penelitian hanya mencakup penyusunan rencana, pengelolaan, dan pemantauan penelitian.
Saat ini, LIPI memiliki sejumlah Unit Pelaksana Teknis Loka Konservasi Biota Laut (UPT LKBL) yang antara lain berlokasi di Tual, Maluku; Bitung, Sulawesi Utara; dan Biak, Papua.
Pencabutan fungsi penelitian serupa juga terjadi di Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya, kata Lukman. ”Sekarang, semua peneliti ditarik (dari kebun raya) dan kerjanya di laboratorium. Padahal, kebun raya adalah unit lembaga penelitian. Banyak potensi ilmu pengetahuan yang terdapat di sana,” kata Lukman.
Di sisi lain, dampak negatif yang muncul adalah masalah kepegawaian. Lukman menyebut, ada pengurangan sekitar 600 peneliti madya LIPI dengan cara menurunkan usia pensiun dari 65 tahun menjadi 60 tahun. Bahkan, juga terjadi keterlambatan pembayaran gaji pegawai LIPI di bulan Januari hingga lebih dari 15 hari.
Peneliti senior LIPI, Syamsuddin Haris, menilai, dampak-dampak negatif ini berasal dari sistem perencanaan kebijakan yang tidak partisipatif. ”Kebijakan ini dilakukan tanpa pendekatan yang melibatkan pimpinan lain, tanpa dialog dengan satker-satker yang terlibat,” kata Syamsuddin.
Mengenai hal ini, Fadel mengatakan, pihaknya akan memanggil Kepala LIPI untuk memberikan penjelasan terkait perubahan-perubahan struktur organisasi tersebut.
Komisi VII juga akan meminta Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan terkait polemik ini. ”Sebab, pengangkatan (kepala LIPI) berdasarkan usulan Menteri Ristek dan Dikti,” kata Fadel.
Fadel menilai LIPI memiliki kodrat sebagai lembaga ilmu pengetahuan dan penelitian. Dengan demikian, menurut Fadel, LIPI bukanlah lembaga yang harus berpikir secara ekonomis.
Komisioner Bidang Pengaduan dan Penyelidikan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) I Made Suwandi mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat permintaan tanggapan kepada Kepala LIPI atas pemutasian empat pejabat strukturalnya. Melalui surat itu, KASN ingin mengetahui lebih jauh alasan pemutasian tersebut.
Sejauh ini, KASN mendapatkan informasi bahwa empat pejabat struktural itu dimutasi dari jabatan struktural menjadi jabatan fungsional, seperti peneliti madya dan peneliti utama. Menurut Suwandi, perpindahan itu sebenarnya diperbolehkan asalkan mekanismenya benar.
”Dari laporan, mutasi itu, kan, terjadi begitu saja. Nah, kami ingin tahu, apakah mekanismenya bagaimana? Apakah sudah tepat? Namun, sampai sekarang, kami belum terima surat tanggapannya,” kata Suwandi.
Suwandi mengatakan, pihaknya belum mendalami lagi apabila ada pemutasian yang jumlahnya lebih besar dari empat pejabat struktural sebelumnya. Namun, dia akan segera memanggil Kepala LIPI serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mengkaji lebih dalam permasalahan itu.
”Kami akan segera kaji ulang setidaknya minggu ini. Masalahnya apa, sih, restrukturisasi itu dan berapa banyak yang terkena dampaknya. Kalau ada perubahan organisasi, seharusnya ada kejelasan juga bagi mereka yang dimutasi, tidak asal dipindahkan,” tutur Suwandi.
Kalau ada perubahan organisasi, seharusnya ada kejelasan juga bagi mereka yang dimutasi, tidak asal dipindahkan.
Berdasarkan keterangan Biro Kerja Sama Hukum dan Humas LIPI yang diterbitkan pada Senin, lembaga itu memiliki sejumlah misi utama, yakni pembenahan manajemen internal, percepatan peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia, perekrutan diaspora secara masif, kolaborasi dengan mitra dalam dan luar negeri, peningkatan peran LIPI sebagai penyedia infrastruktur penelitian nasional, serta wadah kolaborasi untuk aktivitas kreatif berbasis iptek yang terbuka bagi semua kalangan.
Melalui keterangan tertulis, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, reformasi dilakukan untuk memotong rantai birokrasi di semua aspek dan meningkatkan efisiensi sumber daya manusia dan anggaran LIPI.
”Semua ini sebagai upaya mendukung pengembangan sumber daya manusia penelitian dari semua aspek, serta mendukung reformasi proses bisnis pendukung penelitian,” kata Handoko.