Majelis Ulama Sarankan Umat Tidak Sembarangan Gunakan Hak Pilih
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia menganjurkan umat Islam memiliki kecerdasan politik dalam menghadapi Pemilu 2019. Pesan itu disampaikan atas keprihatinan terhadap kondisi kebangsaan dan keumatan yang menunjukkan adanya perpecahan.
Hal itu mengemuka setelah Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Rapat Pleno Ke-34 di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (30/1/2019). Rapat rutin bulanan itu membahas topik ”Umat Islam Menghadapi Pemilu atau Pilpres 2019”.
Rapat dihadiri anggota dewan yang mewakili puluhan organisasi masyarakat Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Acara dipimpin Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Didin Hafidhuddin, dan Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Natsir Zubaidi.
”MUI menganjurkan kepada seluruh bangsa, umat Islam khususnya, agar memiliki kecerdasan politik, literasi politik, agar meningkatkan kualitas demokrasi. Tidak sekadar memilih tanpa tujuan, tetapi memilih dengan keyakinan berdasarkan pengetahuan politik dan hati sanubari,” kata Din Syamsuddin.
MUI pun menentukan kriteria subyektif dan obyektif calon pemimpin, baik legislatif maupun eksekutif, yang sebaiknya dipilih umat Islam. Mereka harus secara sejati memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan Islam. Lalu, mampu membawa bangsa pada kemajuan mencapai cita-cita bangsa dalam proklamasi kemerdekaan, utamanya terkait dengan kedaulatan negara.
”Jadi, pilih mereka yang secara sejati memedulikan dan memperjuangkan aspirasi nasional, berdaulat secara politik, dan berkepribadian secara berbudaya. Bukan demikian hanya di narasi politik,” ucapnya.
Utamakan persatuan
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Didin Hafidhuddin menegaskan, pemilu adalah sarana untuk mencari pemimpin dan perwakilan pemerintah terbaik. Pemilu, khususnya pemilihan presiden (pilpres), diharapkan tidak menjadi penyebab kehancuran hubungan berbangsa.
”Kami menyerukan agar umat bangsa dan tokoh masyarakat mengedepankan persatuan dan kesatuan. Pesta demokrasi lima tahunan ini hanya alat dan sarana, jangan sampai ini menyebabkan kehancuran,” tuturnya saat membacakan salah satu rekomendasi dari rapat selama lebih kurang dua jam tersebut.
Umat Islam juga diharapkan menguatkan persatuan dan kesatuan meskipun ada perbedaan dalam pilihan. Perbedaan, menurut dewan pertimbangan MUI, tidak boleh merusak ukhuwah islamiyah atau persaudaraan dalam Islam karena itu merupakan keniscayaan dan kebutuhan.
Mereka juga menyerukan kepada para ulama agar tidak mengumbar pernyataan-pernyataan yang mengundang konflik dan pertentangan. Demikian juga dengan pernyataan yang mengajak umatnya mengikuti pilihan pribadi atau kelompoknya dengan pernyataan yang tidak rasional.
”MUI menempatkan diri sebagai rumah besar umat Islam. MUI sebagai khadimul ummah atau pelayan umat dalam hal positif, dan sodiqul hukumah atau pendamping penguasa dalam bagian untuk memberikan amar ma’ruf nahi munkar (menebarkan kebaikan dan menjauhi perbuahan keji),” ujarnya.
Setelah rapat pleno tersebut, MUI berencana berdialog dengan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden atau tim sukses. Selain itu, juga dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), termasuk TNI dan Polri.
Mereka akan diajak berdialog terkait dengan rekomendasi yang dibuat Dewan Pertimbangan MUI. Agenda tersebut direncanakan sebelum waktu Pemilu 2019 pada 17 April atau dalam waktu dekat Februari mendatang.