KKP Bidik Investasi Jepang Rp 1 Triliun
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menawarkan peluang bisnis sektor kelautan dan perikanan kepada pelaku usaha Jepang. Salah satu bidang usaha yang ditawarkan adalah sistem rantai dingin produk perikanan.
Tahun ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membidik investasi perikanan oleh Jepang sebesar Rp 1 triliun.
Hal itu mengemuka dalam Forum Bisnis dan Investasi Indonesia-Jepang, di Jakarta, Selasa (29/1/2019). Forum dihadiri Organisasi Perdagangan Eskternal Jepang (Jetro), perwakilan kedutaan Jepang di Indonesia, serta 13 perusahaan Jepang di bidang logistik, gudang pendingin, pengolahan, dan perdagangan.
Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo mengemukakan, peluang bisnis sangat terbuka di bidang logistik perikanan, gudang pendingin, pengolahan, dan perdagangan. Stok ikan Indonesia semakin meningkat. Namun, Indonesia masih menghadapi kendala infrastruktur sistem rantai dingin untuk penyimpanan ikan, pasokan listrik, dan biaya logistik yang mahal.
Sentra produksi ikan ada di wilayah timur Indonesia, sedangkan ekspor banyak dilakukan dari Jawa dan Bali. Biaya angkut ikan dari sentra produksi ke Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ongkos logistik dari Surabaya ke China atau dari Surabaya ke Jepang.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Kelautan dan Perikanan KKP Rifky Effendy Hadijanto mengemukakan, pemerintah sedang mengembangkan logistik ekspor langsung dari sentra produksi perikanan di kawasan timur Indonesia. Pengembangan logistik perikanan untuk ekspor tengah dijajaki di Makassar, Sulawesi Selatan.
”Arahnya, ekspor perikanan dapat dilakukan langsung dari Makassar ke negara tujuan ekspor sehingga menekan biaya logistik,” katanya.
Berdasarkan data KKP, realisasi investasi di sektor perikanan pada Januari-September 2018 sebesar Rp 3,4 triliun. Dari jumlah itu, sekitar 32 persen berupa investasi asing atau penanaman modal asing (PMA), 10 persen berupa investasi domestik atau penanaman modal dalam negeri (PMDN), dan 58 persen berupa kedit investasi. Adapun investasi dari Jepang berkontribusi 23 persen dari PMA.
”Tahun 2019, kami harapkan investasi kelautan dan perikanan oleh Jepang mencapai Rp 1 triliun,” kata Rifky.
Tarif masuk
Nilanto menambahkan, negara tujuan utama ekspor perikanan masih didominasi Amerika Serikat. Ekspor udang ke Jepang hanya 19 persen dari total produksi, sedangkan ke AS mencapai 60 persen. Salah satu hambatan ekspor adalah tarif bea masuk yang mencapai 7 persen pada 51 produk prioritas perikanan, di antaranya tuna kaleng.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengemukakan, pihaknya meminta pemerintah Jepang menghapuskan tarif masuk impor perikanan asal Indonesia. Bea masuk nol persen saat ini telah dinikmati oleh Thailand dan Vietnam.
”Jika impor tarif bisa nol persen, semakin banyak industri Jepang masuk ke Indonesia. Indonesia punya tuna jauh lebih banyak dibandingkan Thailand,” kata Susi.
Kebijakan kelautan dan perikanan yang ditempuh pemerintah dalam empat tahun terakhir, seperti penghentian izin kapal ikan buatan luar negeri, pembatasan ukuran kapal, dinilai telah membawa sejumlah perubahan signifikan menuju usaha perikanan yang berkelanjutan. Stok ikan pulih.
Susi meminta semua pihak, termasuk investor, mendukung usaha perikanan yang berkelanjutan di Indonesia dengan menjaga kelestarian sumber daya ikan.
”Reformasi perikanan di Indonesia bukan untuk membatasi bisnis dan mengurangi keuntungan pengusaha. Tujuan kami (pemerintah) untuk membuat industri perikanan lebih mudah dapat bahan baku, lebih berkelanjutan, dan lestari,” ujarnya.
Partisipasi
Presiden Direktur Jetro Indonesia Keishi Suzuki mengemukakan, Indonesia dan Jepang memiliki kesamaan sebagai negara maritim sehingga partisipasi Jepang dalam usaha kelautan dan perikanan memiliki makna berarti bagi Jepang. Di sisi lain, investasi tetap harus memperhatikan iklim bisnis.
Ia menambahkan, kegiatan impor tuna asal Indonesia dikenai bea masuk, di antaranya sebesar 3,3 persen untuk tuna segar.
”Iklim usaha tidak sepenuhnya menggembirakan, tetapi kami harapkan arah angin bisa berubah,” katanya.
Ia mengemukakan, Indonesia bisa menjajaki untuk masuk ke Kerja Sama Trans-Pasifik (TPP) untuk memperoleh kemudahan atau penghapusan tarif bea masuk. Saat ini, Jepang telah meniadakan bea masuk tuna segar untuk negara yang tergabung dalam TPP.
”Jika Indonesia masuk ke TPP, bisa menjadi angin buritan dalam bisnis perikanan yang ke arah lebih baik,” katanya. (LKT)