Kasus Peredaran Gula Rafinasi di E-Dagang Terus Diselidiki
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Persoalan gula rafinasi yang merembes ke pasaran, bahkan melalui situs perdagangan elektronik atau e-dagang masih belum terurai. Penyelidikan terus dilakukan guna mengusut setiap kasus yang terjadi.
"Saat ini kami sedang menyelidiki kasus penjualan gula kristal rafinasi melalui e-dagang. Kami menemukan penjualannya pada awal 2019, namun sekarang akun tersebut telah ditutup," kata Direktur Tertib Niaga Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Wahyu Widayat, di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Gula rafinasi (refined sugar) atau gula kristal putih adalah gula mentah yang telah mengalami proses pemurnian untuk menghilangkan molase sehingga gula rafinasi warnanya lebih putih daripada gula mentah yang lebih kecokelatan.
Berdasarkan pantauan Kompas, penjualan gula rafinasi tersebut dilakukan atas nama Asep melalui situs Tokopedia. Lokasi penjualan mengatasnamakan PT Berkah Manis Makmur yang beralamat di Jalan Asem Cikande di Kilometer 62,5 Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, Banten.
Secara terpisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan, ketentuan mengenai peredaran gula rafinasi saat ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi. Aturan ini menggantikan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 74/M-DAG/PER/9/2015 tentang Perdagangan Antarpulau Gula Kristal Rafinasi.
Dalam Pasal 2 dikatakan, gula rafinasi hanya dapat diperdagangkan oleh produsen gula rafinasi kepada industri pengguna sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi. Serta ditegaskan dalam Pasal 3 bahwa GKR dilarang diperdagangkan di pasar eceran.
Selain itu, dalam Pasal 9 juga dijelaskan, perdagangan gula rafinasi yang dilakukan oleh pihak-pihak lain di luar yang ditetapkan dalam peraturan menteri ini akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai rekomendasi menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Wahyu mengatakan, pihaknya sudah kembali menyurati para penyedia situs e-dagang untuk lebih mengetatkan aturan penjualan. Sebelumnya, para penyedia situs e-dagang juga pernah dikumpulkan untuk tidak meloloskan produk-produk yang tidak boleh dijual bebas di pasaran.
"Salah satu upayanya, kami meminta untuk lebih mengetatkan sistem penyaringan agar ketika memasukkan kata gula rafinasi, akan muncul berbagai kemungkinan. Namun, kami menyadari ini bukanlah perkara mudah," ujar Wahyu.
Sebab, Wahyu menilai, dalam memanfaatkan situs e-dagang, akan ada banyak kemungkinan yang dilakukan oknum tersebut. Misalnya, menggunakan akun palsu, mengganti akunnya sehingga akun lama sudah tidak aktif, serta mengganti kata kunci "gula rafinasi" agar lolos dari sistem penyaringan yang telah dibuat.
Meski demikian, Wahyu menegaskan akan terus mengusut tuntas kasus ini. "Kami saat ini tengah menelusuri melalui pendekatan telepon langsung ke pihak yang diduga menjual gula kristal rafinasi melalui situs e-dagang. Tentu agar tidak terjadi kasus-kasus lain yang merugikan banyak pihak dan negara," ujarnya.
Sepanjang 2018, Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) mencatat 98,7 ton gula rafinasi merembes ke pasar
umum. Dari hasil temuan, pelaku terdiri dari dua industri makanan dan minuman (mamin) di Karawang dan Bantul serta tiga distributor di Karawang, Jakarta, dan Bandung. Jumlah ini dipastikan bertambah karena masih ada pelaku usaha yang sedang dalam pemeriksaan (Kompas, 19 Januari 2019)
Selain itu, Ditjen PKTN juga menemukan adanya penjualan gula rafinasi melalui situs perdagangan elektronik atau e-dagang. Namun, untuk jumlah pelaku, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Anggriono Sutiarto menyatakan masih dalam penyelidikan.
Sejalan dengan ini, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Banten, Komisaris Besar Polisi Abdul Karim menyampaikan, pihaknya masih terus menyelidiki kasus ini.
"Kasus ini menjadi contoh bagaimana penjualan gula rafinasi semakin marak dilakukan, maka perlu pengawasan dan kontrol yang lebih ketat,” ujarnya. (SHARON PATRICIA)