BEKASI, KOMPAS – Upaya mengantisipasi penyakit demam berdarah dengue di Kota Bekasi tidak optimal. Pemberantasan sarang nyamuk dan edukasi mengenai penyakit tersebut belum merata.
Burhanuddin (63), warga RW 01, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, mengatakan, sepanjang Januari 2019 tidak ada aktivitas juru pemantau jentik (jumantik) di lingkungan setempat. Begitu pula bertahun-tahun sebelumnya. Ia dan warga yang lain tidak mengenal kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan secara rutin oleh kader jumantik.
“Petugas hanya datang ketika ada warga yang terserang demam berdarah dengue (DBD), kata Burhanuddin di Bekasi, Rabu (30/1/2019).
Sejumlah petugas yang memeriksa penampungan air di dalam rumah warga itu terakhir datang ke rumah warga pada 2018. Menurut dia, saat itu cukup banyak warga yang didiagnosis menderita DBD. Sementara itu, sampai hari ini ia belum mendengar kasus di lingkungannya.
Pengalaman serupa dialami Nuryati (35), warga Kampung Ceger, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara. Jumantik terakhir memeriksa penampungan air di rumahnya dan memberikan serbuk abate pada 2018. Ketika itu sejumlah warga yang merupakan tetangga Nuryati merupakan korban DBD.
“Tahun lalu itu dipastikan benar bahwa di setiap rumah tidak ada jentik nyamuk, tetapi setelah itu mereka enggak pernah datang lagi sampai sekarang,” ujar Nuryati.
Di wilayah lain, PSN oleh kader jumantik dilakukan secara rutin. Namun, frekuensinya cukup renggang. “Petugas itu datangnya setiap bulan sekali,” kata Sumiah (55), warga RW 12, Kelurahan Perwira, Kecamatan Bekasi Utara.
Sumiah menambahkan, mereka mengajarkan warga untuk menguras penampungan air secara rutin dan mengubur wadah-wadah yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Namun, frekuensi kedatangan petugas yang cukup lama berakibat pada kondisi penampungan air yang tidak terkontrol.
Di gang rumah Sumiah yang lebarnya 1,5 meter, terdapat sejumlah kaleng, ember, dan gelas tidak terpakai yang digenangi air. Selain itu, saluran air selebar 20 sentimeter (cm) di sepanjang jalan pun mampet tersumbat sampah.
Selain itu, pengetahuan warga mengenai DBD juga masih rendah. Wawan (37), warga RW 01, Harapan Jaya, Bekasi Utara, mengatakan, belum mengetahui ciri-ciri DBD. Hal itu juga terjadi pada sebagian besar warga setempat.
“Sekitar tiga tahun lalu anak tetangga saya meninggal dunia karena orangtuanya tidak tahu kalau anaknya DBD,” ujar dia. Selama ini belum ada penyuluhan atau sosialisasi baik dari kader jumantik maupun Dinas Kesehatan.
Sekitar tiga tahun lalu anak tetangga saya meninggal dunia karena orangtuanya tidak tahu kalau anaknya DBD
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bekasi Dezi Syukrawati mengatakan, PSN oleh kader jumantik memang belum optimal. Jumlah kader terbatas, mereka pun terkendala karena PSN belum menjadi aktivitas utama sehari-hari.
Padahal, dalam Instruksi Wali Kota Nomor 440/289/Dinkes Tahun 2017 diinstruksikan agar setiap warga melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) setiap pekan. Untuk mengoptimalkan PSN, saat ini pihaknya memasyarakatkan gerakan satu rumah satu jumantik. Dengan cara itu, diharapkan kesadaran warga untuk memberantas sarang nyamuk bisa meningkat dan tidak perlu menunggu kader.
Kebersihan lingkungan
Dezi menambahkan, selain pada PSN, antisipasi DBD juga amat bergantung pada kebersihan lingkungan. Oleh karena itu, ia berkoordinasi dengan camat dan lurah untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan.
Berdasarkan data 2018, kasus DBD paling banyak terjadi di wilayah permukiman padat dan rawan banjir. Wilayah itu adalah Bekasi Utara, Bekasi Barat, dan Bekasi Timur.
Pada 2018, di Bekasi Utara terjadi 129 kasus dengan satu korban tewas. Di Bekasi Barat, 107 orang terjangkit DBD. Sementara itu, di Bekasi Timur terjadi 69 kasus. Di luar tiga wilayah itu, ada satu korban tewas akibat DBD di Jatiasih.
“Sepanjang Januari 2019, sudah terjadi 75 kasus DBD. Namun, pemilahan per kecamatan masih kami lakukan,” ujar Dezi. Jumlah itu meningkat signifikan dibandingkan Januari 2019, yaitu 49 kasus.
“Saya sudah menginstruksikan kepada para lurah untuk bekerja bakti bersama para RT dan RW,” kata Camat Bekasi Utara Lukman Nurhakim. Selain itu, warga juga diminta untuk menggiatkan PSN.
Wawan (37), warga RW 01, Harapan Jaya, Bekasi Utara, mengatakan, selama ini tidak ada kerja bakti secara rutin. Kerja bakti hanya dilakukan jika ada keperluan khusus.
Akibatnya, wilayah permukiman padat itu banyak digenangi air. Rabu siang, genangan air memenuhi selokan di sekeliling kantor Kecamatan Bekasi Utara yang berdampingan dengan Kelurahan Perwira, SDN Perwira I, II, dan V. Genangan air juga ditumpuki sampah.
Di sekitar genangan, ada sejumlah pedagang kaki lima yang menjual aneka makanan dan minuman. Para aparatur sipil negara (ASN) dan siswa setempat membeli makanan dan minuman di sana.