“Puskemas Kasihan II Bantul coba terlibat lebih jauh terkait maraknya ODGJ ini. Dari tiga program pemberdayaan pasien di Puskesmas Kasihan II Bantul, salah satu di antaranya program gerakan peduli masyarakat sakit jiwa atau Gelimasjiwo. Istilah ini saya cetuskan 2010,”kata Siti.
Mengaplikasikan Gelimasjiwo, Siti melibatkan berbagai pihak, yakni dokter ahli, psikolog, kepolisian, TNI, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Kepala Dusun, RT, dan rumah sakit. Masing-masing pihak punya peran dan tugas tersendiri, saat menangani ODGJ. Keterlibatan mereka benar-benar dibutuhkan. Mereka tergabung dalam tim pelaksana kesehatan jiwa masyarakat (TPKJM).
Ujung tombak penangan ODGJ ada di Puskesmas Kasihan II Bantul, dengan motor penggerak Siti Mulyani, sebagai pembina dan penanggungjawab program Gelimosjiwo. Setiap ada ODGJ ditemukan di wilayah Bantul biasanya Siti dihubungi pertama. Begitu melihat atau mendengar ada orang sakit jiwa, Siti pun bergegas menuju tempat itu untuk menangani.
Jika pasien itu bisa berkomunikasi dan diajak ke Puskesmas, segera dibawa ke Puskesmas. Tetapi pasien itu melawan, tidak mau ditangani secara medis, Siti meminta bantuan anggota polisi dan TNI untuk dibawa ke panti rehabilitasi.
Siti menghubungi tim dokter ahli dan psikolog untuk observasi guna memastikan kondisi pasien. Pasien lalu dipastikan ke Puskesmas, Rumah Sakit, Panti Rehabilitasi, atau tetap dirawat di rumah keluarga. Ini tergantung kondisi pasien.
Apakah pasien menderita sakit ringan, sedang, berat, dan kronis. ODGJ memiliki gejala umum, yakni melamun, kurang fokus, perubahan mood yang sangat drastis dari sangat sedih menjadi sangat gembira, sering berteriak histeris, dan selalu cemas. Terkadang merasa takut secara berlebihan, menarik diri dari kehidupan sosial, kerap sangat marah sampai melakukan tindakan kekerasan, dan mengalami delusional.
Penyebab gangguan jiwa bervariasi antara lain, perceraian, putus cinta, kehilangan benda-benda kesayangan, kematian orangtua, gagal dalam ujian, gagal usaha (bisnis), dan lainnya. ODGJ ini tidak hanya orang dewasa tetapi juga anak SMA dan mahasiswa.
Beberapa kali Siti diserang oleh ODGJ saat mendatangi pasien itu. Tetapi dia memiliki cara bagaimana mengatasi ODGJ seperti itu, yakni memanggil nama pasien dan memberikan sesuatu yang paling disukai, sesuai informasi dari keluarga.
“Tidak mudah menghadapi ODG. Butuh kesabaran dan ketekunan. Mereka harus sehat, apapun caranya,” kata Siti.
Memantau kondisi pasien di lapangan, Siti melibatkan 24 kader untuk 12 dusun, setiap dusun ada dua kader, bekerja sukarela. Mereka adalah kader desa siaga sehat jiwa.
“Tidak mudah menghadapi ODG. Butuh kesabaran dan ketekunan. Mereka harus sehat, apapun caranya,” kata Siti
Sebagai Gelimasjiwo, Siti memiliki tanggungjawab besar bagi kesembuhan pasien. Ia menghidupkan semangat membantu ODGJ di Puskesmas Kasihan II Bantul. Kini orang selalu mengaitkan Puskesmas Kasihan II Bantul dengan Gelimasjiwo dan Siti.
Memahami pasien
Di Puskesmas Kasihan II Bantul, ada poliklinik “Tamusitimewa”, ruang tatap muka psikiatri mengulik jiwa. Siti sebagai penanggungjawab polikinik ini. Setiap pasien sakit jiwa bertemu Siti di ruang ini.
Siti memahami setiap pasien dari sisi latar belakang keluarga, dan penyebab sakit. Ia selalu mengedepankan kemanusiaan saat menghadapi pasien, sesuai moto pelayanan, “Sehat”, singkatan dari santun, empati, andal, adil, dan terpadu.
Tidak mudah meyakinkan keluarga mengobati pasien sakit jiwa secara medis. Keluarga masih percaya pada kekuatan gaib yang hadir melalui benda-benda tertentu seperti keris warisan leluhur. Ada pasien terpasung di rumah selama 10 tahun, tanpa pengobatan karena keluarga percaya pada keris yang mampu menyembuhkan.
Siti harus membawa mantan ODGJ yang sudah sehat dan mandiri melalui pengobatan medis untuk meyakinkan keluarga-keluarga itu. Cara ini cukup ampuh meluluhkan kemauan keras anggota keluarga.
Pasien sakit ringan dan mudah diajak berkomunikasi langsung diobservasi kejiwaannya di Puskesmas, atau dirujuk ke rumah sakit jiwa, yakni RSUP Sardjito dan RSJ Swasta Grhasia Yogyakarta, RSJ Sujarwadi Klaten, dan RSJ Soeroyo Magelang. Pasien kemudian diberikan resep obat dari dokter jiwa.
Obat ini diambil tiap dua pekan, atau tiap bulan Puskesmas Kasihan II Bantul. Jumlah pasien yang menjalani pengobatan sebanyak 250 orang, 38 orang di antaranya sudah sembuh dan bekerja secara mandiri. Beberapa di antaranya menjadi asisten rumah tangga, jahit, usaha meubel, angkringan, kerajinan, toko souvenir, laundry, dan pekerjaan lain sesuai kemampuan. Siti bersama anggota TPKJM mencarikan pekerjaan buat mereka.
"Pasien yang sudah dinyatakan mandiri pun tetap mengosumsi obat. Penanganan penyakit jenis ini sama dengan penderita diabetes melitus, atau penderita darah tinggi," katanya.
Pasien rawat jalan, Siti terus melakukan pemantauan bersama kader desa untuk memantau kondisi pasien dan evaluasi kondisi pasien, bersama keluarga.
Tidak heran, Puskesmas Kasihan II Bantul setiap hari sekitar 200 orang datang menjalani rawat jalan, termasuk ODGJ. Jumlah ini termasuk tertinggi di Bantul. Siti banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak, seperti menggairahkan roh pelayanan Puskesmas Kasihan II Bantul.
"Pasien yang sudah dinyatakan mandiri pun tetap mengosumsi obat. Penanganan penyakit jenis ini sama dengan penderita diabetes melitus, atau penderita darah tinggi," katanya.
Bagi Siti, pilihan menjadi perawat kesehatan, bukan sebuah kebetulan. Perawat adalah sebuah panggilan hidup untuk mengabdi pada kemanusiaan dan memuliakan nilai kemanusiaan yang tercampak.
Masyarakat menganggap, ODGJ tidak menyebabkan kematian. Tetapi sakit jiwa mengakibatakan penderitaan panjang dialami penderita, keluarga, dan masyarakat bahkan negara. Orang bersangkutan tidak produktif, selalu bergantung pada orang lain.
Jika pasien belum memiliki kartu BPJS Kesehatan, ia mendorong kepala dusun dan instansi terkait segera membantu mengadakan kartu untuk kategori orang miskin. Pasien itu pun mendapatkan jaminan layanan kesehatan dari pemerintah secara gratis.
Siti Mulyani
Lahir : Panggang, Gunung Kidul, 1 September 1972
Pendidikan Terakhir : Diploma III Keperawatan
-Pendidikan Singkat Community Comunity Mental Health Nursing 2009
Suami : Gatot HS
Anak :
- Adam (25)
- Rizal (20)
- Ahza (3)