Pemerintah Luncurkan Tiga Buku Panduan Penyakit Zoonosis
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah meluncurkan buku panduan untuk penanganan penyakit infeksi baru dan zoonosis -- infeksi yang ditularkan di antara hewan vertebrata dan manusia atau sebaliknya. Dokumen ini diharapkan bisa menjadi panduan antarlembaga untuk menangani penyakit tersebut.
Buku panduan yang disusun atas kerja sama dengan Organisasi Pangan Dunia (FAO) ini terdiri dari "Strategi Komunikasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi Baru/Berulang dan Zoonosis Tertarget dengan Pendekatan One Health", "Modul Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru untuk Petugas Lapang Tiga Sektor dengan Pendekatan One Health", dan buku "Panduan Praktis Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru (PIB) melalui Optimalisasi Fungsi Puskeswan dengan Dukungan Dana Desa". Tiga buku ini diluncurkan di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, dalam kata sambutan yang dibacakan oleh Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur Rassa menyatakan, Indonesia menjadi salah satu hot spot penyebaran penyakit infeksi baru dan berulang (PIB) serta zoonosis di Asia.
”Indonesia dikenal kaya akan keanekaragaman hayati, flora dan fauna dan secara geografis memiliki lintasan migrasi satwa liar. Namun, dengan adanya kerusakan lingkungan, pertumbuhan penduduk yang tinggi, alih fungsi lahan yang tidak terkendali, membuat kontak antara manusia dan satwa liar semakin mudah serta dapat memicu perubahan patogenik (menimbulkan penyakit bakteri atau virus),” kata Ketut.
Berdasarkan panduan yang diterbitkan, penyakit infeksi baru merupakan infeksi yang baru muncul dalam sebuah populasi atau pernah ada sebelumnya dan meningkat secara cepat dalam wilayah tersebut.
Sementara zoonosis merupakan penyakit hewan yang secara alami dapat menular ke manusia atau sebaliknya. Sumber penularan ini bisa dari hewan ternak, hewan domestik, maupun satwa liar.
“Para ahli memperkirakan, rata-rata setiap tahun ada lima penyakit baru ditemukan. Tiga di antaranya adalah zoonosis. Beberapa contoh yang dalam satu dekade ini menjadi ancaman, antara lain, sindrom pernapasan akut parah (SARS), sindrom pernapasan dari Timur Tengah (MERS-CoV), virus zika, nipah, ebola, dan masih banyak lagi,” kata dia.
Indonesia, misalnya, pernah berhadapan dengan kasus flu burung jenis H5N1 yang mewabah sejak tahun 2003. Saat itu, Indonesia menjadi negara dengan korban manusia tertinggi di dunia.
“Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, angkanya terakumulasi mencapai 169 jiwa hingga saat ini,” lanjut dia.
Oleh sebab itu, diperlukan sinergisitas antarsektor untuk menghadapi wabah penyakit tersebut. Pendekatan itu dikenal dengan one health, yakni pendekatan untuk merancang, menetapkan menyusun peraturan, dan penelitian yang melibatkan berbagai sektor berkomunikasi dan bekerja sama untuk mencapai kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Fadjar menambahkan, dokumen ini adalah komitmen dari antarsektor kementerian yang akan menjadi acuan bagi masyarakat. Di samping itu, dokumen tersebut juga menjadi pegangan bagi instansi pusat maupun daerah untuk terlibat dalam penanggulangan PIB dan zoonosis.
Asisten Deputi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Naalih Kalsum, yang juga hadir menyatakan, koordinasi lintas sektor dibutuhkan untuk menangani PIB dan zoonosis.
Adapun tiga sektor tersebut adalah kesehatan hewan yang dipegang oleh Kementerian Pertanian, kesehatan manusia oleh Kementerian Kesehatan, dan kesehatan satwa liar yang digawangi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kasubdit Zoonosis, Direktorat Pencegahan dan pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Ganefa, menambahkan, hulu dari PIB dan zoonosis berada di luar sektor kesehatan. Kesehatan manusia hanya menerima dampak dari hal tersebut.
“Kami tentu tidak ingin sibuk sendiri, sehingga keterlibatan sektor lain dalam menanggulangi masalah ini sangat dibutuhkan,” kata dia.
Hasil pemetaan dari Vital Strategis, organisasi kesehatan global bertajuk “Resolves to Safe Lives”, pada tahun 2005, menunjukkan, dalam rentang nilai 0-100, nilai kesiapan Indonesia menghadapi wabah penyakit infeksi baru 64. Jadi, kemampuan mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit perlu dibenahi, terutama aspek pencegahan wabah.
Komponen turunan aspek pencegahan perlu ditingkatkan, antara lain regulasi, pembiayaan, koordinasi, komunikasi, advokasi IHR, resistansi antimikroba dan penyakit zoonosis, dan keamanan pangan (Kompas, Sabtu 21 Juli 2018).(INSAN AL FAJRI)