Orangtua Didorong Objektif Soal Pemenuhan Gizi Anak
Oleh
M Fajar Marta
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pola asuh orangtua amat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi pada anak. Orangtua didorong untuk memiliki persepsi yang tepat dalam menyikapi masalah gizi yang dihadapi.
Psikolog anak dan keluarga Ajeng Raviando di Jakarta, Selasa (29/1/2019) mengatakan, mayoritas orangtua mengalami banyak perubahan emosi ketika baru memiliki anak. Perubahan tersebut harus disikapi secara bijak karena akan berpengaruh pada pola asuh dan pertumbuhan anak.
“Ada campuran perasaan yang dirasakan oleh para orangtua, misalnya khawatir, takut, depresi, dan gembira. Orangtua punya kecemasan bahwa mereka tidak bisa menjadi orangtua yang baik bagi anaknya,” kata Ajeng pada diskusi gizi anak yang diselenggarakan oleh Danone Nutricia Advanced Medical Nutrition.
Kecemasan tersebut juga memicu keinginan orangtua untuk menerapkan pola asuh terbaik, khususnya dalam konteks pemenuhan gizi anak. Namun, pola asuh yang diterapkan oleh ayah dan ibu kerap kali kurang tepat.
Menurut Ajeng, perbedaan tersebut harus bisa disikapi secara objektif melalui komunikasi. Ia juga menegaskan pentingnya berkonsultasi dengan tenaga ahli untuk mengetahui kondisi kesehatan dan untuk menyikapi masalah kesehatan anak.
“Penting bagi orangtua untuk bersikap objektif dalam mengetahui berat badan anak. Bila belum ideal, orangtua harus bisa berpikir positif, kuat hati, dan tidak menyangkal (keadaan). Fokus dalam mencari solusi dan siap mengubah perilaku (dalam pola asuh dan pemenuhan gizi anak),” kata Ajeng.
Selain pola asuh, pengetahuan orangtua akan gizi ideal bagi anak juga penting diperhatikan. Orangtua didorong untuk aktif mencari informasi dan bertanya pada para ahli gizi tentang asupan makanan ideal bagi anaknya. Orangtua juga didorong untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak ke fasilitas kesehatan terdekat.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 oleh Kementerian Kesehatan, hanya ada 54,6 persen balita yang dibawa ke fasilitas kesehatan untuk ditimbang dan diukur panjang badannya secara berkala. Pemantauan ini minimal dilakukan delapan kali dalam setahun sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan.
Orangtua didorong untuk aktif mencari informasi dan bertanya pada para ahli gizi tentang asupan makanan ideal bagi anaknya
Pada kesempatan yang sama, dokter spesialis anak serta konsultan nutrisi dan penyakit metabolik Conny Tanjung mengatakan, pemantauan pertumbuhan anak berusia kurang dari setahun harus dilakukan setiap bulan. Sementara itu, pemantauan serupa untuk anak berusia di atas setahun dilakukan sekali per dua bulan.
“Pertumbuhan anak perlu dipantau secara rutin. Yang dipantau bukan hanya berat badan, tapi juga tinggi atau panjang badan, serta lingkar kepala anak,” kata Conny. (SEKAR GANDHAWANGI)