Orangtua Berperan Penting Menjaga Pertumbuhan Anak
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Orangtua berperan penting dalam menjaga kecukupan gizi anak sehingga kualitas pertumbuhan dan perkembangannya terjamin. Para orangtua diimbau aktif memantau pertumbuhan anak setiap bulan, baik dari segi berat badan, panjang badan, maupun lingkar kepala.
Imbauan itu mengemuka dalam diskusi soal gizi anak yang digelar Danone Nutricia Advanced Medical Nutrition di Jakarta, Selasa (29/1/2019). Hadir dalam acara ini adalah Direktur Komunikasi Danone Indonesia Arif Mujahidin.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 oleh Kementerian Kesehatan, persentase gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita adalah 17,7 persen. Sementara itu, persentase anak balita sangat pendek dan pendek adalah 30,8 persen.
Dokter spesialis anak serta konsultan nutrisi dan penyakit metabolik Conny Tanjung mengatakan, ada tiga faktor penting yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Ketiganya ialah nutrisi, lingkungan (stimulasi, kasih sayang, pendidikan, dan imunisasi), dan gen yang diwariskan orangtua.
Conny menegaskan pentingnya kecukupan nutrisi bagi anak untuk menghindari anak menjadi kerdil (stunting) ataupun obesitas. ”Stunting dimulai dengan perlambatan pertumbuhan anak yang menyebabkan wasting (kurang gizi). Jika dibiarkan, kondisi ini akan berlanjut ke stunting,” katanya.
Untuk itu, orangtua diimbau memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya secara berkala. Anak berusia di bawah 1 tahun wajib diperiksa sekali dalam sebulan. Sementara itu, anak berusia di atas setahun diperiksa sekali dalam dua bulan.
Pemeriksaan pada anak meliputi pengukuran tinggi atau panjang badan, berat badan, dan lingkar kepala. Orangtua diimbau pula agar memeriksakan anaknya pada ahli kesehatan di fasilitas kesehatan terdekat.
Menurut hasil Riskesdas 2018, persentase anak balita yang dibawa ke fasilitas kesehatan untuk diperiksa masih sebesar 54,6 persen. Padahal, pemeriksaan ini merupakan upaya deteksi dini terhadap gangguan pertumbuhan anak.
Hingga kini ada 9 juta atau 34 persen dari jumlah anak balita di Indonesia yang mengalami stunting. Namun, pemerintah menargetkan agar angka stunting turun menjadi 28 persen pada 2019.
”Stunting memiliki efek jangka pendek dan panjang buat anak. Jangka pendeknya, daya tahan tubuh anak akan turun sehingga meningkatkan angka kematian serta mengganggu tumbuh kembangnya. Efek jangka panjangnya adalah penurunan kapasitas kerja anak itu pada masa depan,” kata Conny.
Dari segi ekonomi, produktivitas anak stunting 20 persen lebih rendah dari anak yang tumbuh kembangnya optimal. Potensi kerugian akibat stunting mencapai Rp 300 triliun per tahun (Kompas.id, 28/3/2018).
Disiplin makan
Anak yang sulit makan menjadi salah satu kendala orangtua untuk memenuhi gizi anak. Conny menganjurkan agar orangtua tetap mengajarkan anaknya untuk disiplin makan sambil memperhatikan komposisi makanan.
”Di jam makan, anak tetap harus makan walaupun sedikit dan mereka menolak. Suapi dalam waktu 30 menit. Apabila tidak habis makanannya, tidak apa karena anak akan meminta makan ketika mereka lapar lagi. Tapi, jangan beri camilan sambil menunggu jam makan selanjutnya,” kata Conny.
Orangtua pun harus memperhatikan komponen makanan anak. Pada makanan pendamping ASI (MPASI), kebutuhan energi, protein, dan mikronutrien harus dipenuhi. Namun, MPASI baru bisa diberikan kepada anak usia 6 bulan.
Komponen MPASI harus memuat karbohidrat, protein hewani dan ikan, makanan mengandung susu kacang-kacangan, buah, sayur, serta lemak.
Menurut psikolog anak dan keluarga Ajeng Raviando, kerja sama antara ayah dan ibu sangat penting untuk menjaga kesehatan anak. Perubahan emosi yang dialami orangtua harus bisa disikapi secara bijak karena akan berpengaruh pada pola asuh dan pertumbuhan anak.
”Ada campuran perasaan yang dirasakan oleh para orangtua, misalnya khawatir, takut, depresi, dan gembira. Orangtua punya kecemasan bahwa mereka tidak bisa menjadi orangtua yang baik bagi anaknya,” kata Ajeng pada diskusi gizi anak yang diselenggarakan oleh Danone Nutricia Advanced Medical Nutrition.
Kecemasan tersebut juga memicu keinginan orangtua untuk menerapkan pola asuh terbaik, khususnya dalam konteks pemenuhan gizi anak. Namun, pola asuh yang diterapkan oleh ayah dan ibu kerap kali berbeda satu sama lain.
Menurut Ajeng, perbedaan tersebut harus bisa disikapi secara obyektif melalui komunikasi. Ia juga menegaskan pentingnya berkonsultasi dengan tenaga ahli untuk mengetahui kondisi kesehatan dan untuk menyikapi masalah kesehatan anak.
”Penting bagi orangtua untuk bersikap obyektif dalam mengetahui berat badan anak. Jika belum ideal, orangtua harus bisa berpikir positif, kuat hati, dan tidak menyangkal (keadaan). Fokus dalam mencari solusi dan siap mengubah perilaku (dalam pola asuh dan pemenuhan gizi anak),” kata Ajeng. (SEKAR GANDHAWANGI)