NTT Kehilangan Damyan Godho, Seorang Tokoh Pers Daerah
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Tokoh pers Nusa Tenggara Timur, Damyan Godho, meninggal pada usia hampir 74 tahun, Selasa (29/1/2019) dini hari. Pensiunan wartawan Kompas dan pendiri harian Pos Kupang ini meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit St Boromeus, Kota Kupang, NTT, karena disfungsi ginjal.
Pemimpin Redaksi Pos Kupang Dion DB Putra dan Redaktur Pelaksana Ferry Jahang yang dihubungi secara terpisah, Selasa pagi, mengatakan, Om Damy (sapaan Damyan Godho) mengembuskan napas terakhir pada pukul 01.30 Wita. ”Om Damy meninggal karena gangguan fungsi ginjal,” kata Dion.
”Sebelum dirawat di RS St Boromeus, Om Damy sudah sering keluar masuk rumah sakit yang sama dan rumah sakit tentara, RS Wirasakti, di sini. Belakangan ini kondisi fisiknya menurun drastis,” kata Ferry.
Rumah duka di Jalan Fetor Foenay, Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, diselimuti suasana duka yang mendalam dengan ratusan pelayat terus berdatangan pagi ini. Ia meninggalkan seorang istri dan empat anak. Salah satu anaknya menjadi jurnalis, Eleonora Ira Godho, editor di CNN Indonesia.
Damyan adalah tokoh pers paling dikenal di NTT karena pergaulannya yang luas melintasi semua kelompok sosial masyarakat dan pemerintahan. Ia adalah mantan wartawan Kompas dan pendiri Pos Kupang, media lokal di bawah kelompok pers daerah grup Kompas Gramedia.
Damyan lahir di Ngada, Flores, pada 25 Maret 1945 atau meninggal dalam usia hampir 74 tahun. Semasa hidupnya, Damyan aktif dalam kegiatan jurnalistik di tingkat lokal dan nasional. Ia bergabung dengan Kompas pada awal tahun 1980-a dan diangkat menjadi wartawan Kompas pada 1 Januari 1990 untuk ditempatkan di Kupang. Ia pensiun dari harian ini pada 25 Maret 2005.
Di NTT, Damyan diminta oleh Kompas Gramedia untuk ikut membidani Pos Kupang pada 1 Desember 1992. Ia lalu menjadi pemimpin umum dan pemimpin redaksi harian tersebut. Kini Pos Kupang menjadi harian paling berpengaruh di wilayah itu.
Damyan juga pernah menjabat Ketua PWI NTT selama dua periode (1998-2008) sehingga ia tidak saja menjadi tokoh pers daerah, tetapi juga salah satu tokoh pers nasional dari bagian timur negeri ini. Ia juga seorang yang aktif di media sosial dan memiliki banyak sekali pengikutnya.
Terakhir hingga ia meninggal duduk sebagai Komisaris Pos Kupang. ”Kepergian Om Damy mengejutkan kami semua. Om Damy adalah segalanya. Guru terbaik bagi kami, baik kami sebagai karyawan maupun sebagai pribadi. Ia adalah pemimpin yang hebat, banyak membimbing dan mendidik,” ujar Dion.
”Lembaga ini (Pos Kupang) sangat kehilangan sosok Om Damy, sebagai pendiri. Ada ribuan karyawan yang pernah menghidupi dirinya dan keluarga. Kita bisa makan dan minum dari lembaga ini karena jasa baik Om Damy,” ujar Dion.
Dion juga menambahkan, ”Om Damy adalah sosok yang tegas dan keras. Ia keras dalam sikap tetapi sesungguhnya sangat lembut dalam cara."
”Hari ini, hari berkabung buat masyarakat NTT, khususnya dunia pers. Om Damy adalah ’dewa’ pers NTT. Tidak sakadar malang melintang sebagai wartawan Kompas di NTT, tetapi punya kepedulian dan keberanian mendirikan Pos Kupang,” kata Claudius Boekan, Pemred TV Berita Satu di Jakarta, yang juga mantan wartawan Pos Kupang, anak buah Damyan.
Claudius menambahkan, tidak gampang mendapat izin mendirikan koran di era Orde Baru. Tidak mudah menjaga kelangsungan hidup koran di provinsi yang kehidupan bisnisnya rendah. Namun, itulah kehebatan Om Damy. Pos Kupang tetap eksis, menjadi alat kontrol yang disegani, mencetak begitu banyak wartawan. Legacy Om Damy di dunia pers tak terbantahkan.
”Saya termasuk wartawan muda pada awal tahun 1990-an yang dibina Om Damy. Ilmu jurnalistiknya luar biasa, juga keberanian dan keteguhan pendiriannya. Saya bersyukur dan berutang budi kepada Om Damy. Selamat jalan Om, beristirahatlah dalam damai di Surga. Amin,” katanya.
Frans Sarong, pensiunan wartawan Kompas di Kupang, yang juga kolega Damyan, mengatakan, Damyan adalah jurnalis yang mengakarkan Kompas di NTT.
”DAG (demikian inisial Damyan ketika masih aktif sebagai wartawan Kompas) adalah jurnalis mengonkritkan pemahaman masyarakat NTT tentang media cetak beserta kiprahnya. Peran itu melalui jasanya sebagai pendiri Pos Kupang dan untuk jangka waktu sangat lama sebagai pemimpin umum dan juga pemimpin redaksi koran tersebut,” kata Frans.