BANDA ACEH, KOMPAS — Produk sabun cuci piring “Mak Rah Pireng” yang berpusat di Banda Aceh, Provinsi Aceh, meraih penghargaan produk terbaik kedua pada Program Leaders in Innovation Fellowship di Royal Academy of Engineering London, Inggris, Jumat pekan lalu. Sabun “Mak Rah Pireng” yang terbuat dari ekstrak belimbing wuluh itu dianggap sebagai inovasi yang hebat.
Direktur Mak Rah Pireng, Nur Anindya, Selasa (29/1/2019), menuturkan, produk yang mereka kembangkan mendapatkan juara dua karena keunggulan ramah lingkungan dan unik, selain mengandalkan bahan baku lokal. “Jika ada investor yang tertarik, kami siap bekerja sama. Mak Rah Pireng akan semakin dikenal di seluruh dunia,” kata Nur.
Mak Rah Pireng salah satu dari 10 Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) binaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek). Di Banda Aceh, Mah Rah Pireng didampingi Inkubator Bisnis Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Program itu didanai Newton Fund untuk mengumpulkan para inovator terbaik dari berbagai negara. Pada tahun 2019, negara yang diundang di antaranya Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, India, Afrika Selatan, Kenya, dan Mesir.
Setelah diberikan pelatihan materi inovasi produk, para peserta diberikan kesempatan mempresentasikan produknya di depan juri dan calon investor. Program itu bertujuan membuka jaringan bagi produk inovasi lokal untuk mengembangkan usaha hingga skala global.
Mak Rah Pireng diluncurkan pertama pada 17 Juli 2018 oleh Zahrul Mirza dan Nur Anindiya. Meskipun produk baru, beberapa hotel dan restoran di Banda Aceh telah meneken kontrak kerjasama menggunakan Mak Rah Pireng. Beberapa swalayan juga mulai menjualnya.
Nur mengatakan, sangat senang diberikan kesempatan memperkenalkan Mak Rah Pireng ke Eropa. Kata Nur, produk sabun curi piring produksi Mah Rah Pireng adalah sebuah inovasi besar tanpa modal besar.
Bahan baku melimpah di lingkungan sekitar. Belimbing wuluh merupakan tanaman yang biasa digunakan untuk sayur dan bambu dapur. Warga Aceh menyebutnya sebagai "asam sunti.
Menurut Nur, sabun cuci piring memiliki pasar yang besar. Di Aceh, setidaknya terdapat 1,5 juta keluarga, 100.000 restoran dan kedai, serta ratusan hotel yang bisa dijadikan sasaran penjualan. “Setiap bulan pemakaian sabun cuci piring di Aceh mencapai 1,2 juta liter,” kata Nur.
Ketua Inkubator Bisnis Universitas Syiah Kuala Alfiansyah Yulianur mengatakan, inovasi yang dilakukan pemilik Mak Rah Pireng harus didukung para pihak agar produk lokal itu kian berkembang. Alfiansyah mengatakan, peluang untuk lebih berkembang terbuka lebar.
“Keberhasilan ini diharapkan dapat memacu semangat pengusaha muda di Aceh, terutama di Unsyiah untuk menghasilkan produk bermanfaat,” kata Alfiansyah.